Optimasi Memenangkan Opini Media untuk Palestina




Oleh: Agita

Media menjadi salah satu sarana untuk menyuarakan opini terkait isu Palestina. Terlebih dengan adanya media sosial berbagai platform yang kehadirannya mampu menandingi media arus utama. Bukan rahasia lagi, jika banyak informasi justru lebih leluasa tayang di media sosial seperti Instagram, Facebook, Telegram, maupun X (Twitter). Sementara media mainstream menghadapi berbagai kendala yang justru menyajikan informasi atau pemberitaan rawan bias. 

Berdasarkan tinjauan Al Jazeera Media Institute pada Januari 2024, ada beberapa faktor yang memengaruhi liputan jurnalistik media arus utama Barat terkait perang Gaza. Seperti rutinitas media, kebijakan organisasi dan sistem sosial yang akhirnya memmengaruhi kedalaman dan kekayaan narasi.

Media arus utama Barat telah dikritik karena gagal melaporkan krisis Gaza secara akurat, adil dan komprehensif. Salah satu kritik utamanya adalah liputan bias yang seringkali mengutamakan narasi Israel daripada Palestina. Sangat bergantung pada laporan resmi dari pihak Israel tanpa pemeriksaan fakta yang memadai. Tidak sedikit pemberitaan-pemberitaan yang menarasikan Israel sebagai korban dan meremehkan penderitaan rakyat Palestina sehari-hari. Lebih fatal lagi, media-media tersebut menjadi rujukan dan referensi media-media nasional yang kemudian mewarnai opini yang beredar di masyarakat. 

Menurut analisis Intercept  pada  bulan Januari, CNN, MSNBC, dan FOX News semuanya memberikan laporan yang bias selama bulan-bulan pertama perang Gaza. Surat kabar besar seperti The New York Times , Washington Post, dan Los Angeles Times lebih memihak pihak Israel, menunjukkan bias yang konsisten terhadap warga Palestina  dan kurang memperhatikan penderitaan mereka sehari-hari. 

Liputan media Barat, khususnya media Amerika Serikat, mengungkap beberapa kesenjangan. Ini termasuk kurangnya pelaporan korban sipil Palestina, kurangnya penceritaan mendalam tentang kisah pribadi tentang kehilangan dan penderitaan, dan representasi perspektif Palestina yang tidak memadai. 

Perang Opini di Media Sosial

Munculnya media sosial memberikan keuntungan dalam menyuarakan opini tandingan sebagai bentuk perlawanan terhadap narasi-narasi yang disajikan oleh media arus utama. Thufanul Aqsa 7 Oktober 2023 menjadi tonggak bagaimana platform media sosial membentuk kekuatan global. Facebook, Instagram, X (Twitter), Telegram menjadi instrument yang sangat penting untuk menyediakan narasi alternatif. Memberikan suara kepada masyarakat umum dengan menampilkan kisah pribadi, gambar dan berita terkini secara langsung. Secara umum, postingan dan tagar viral, seperti #FreePalestine dan #GazaUnderAttack #AllEyesonRafah telah meningkatkan kesadaran dan memacu percakapan lintas batas geografis dan ideologis. 

Mengutip artikel yang dimuat dalam Middle East Council on Global Affairs, media sosial secara signifikan memengaruhi pandangan publik dan berbagai cerita tentang perang Gaza. Misalnya, "media sosial memengaruhi cara orang Amerika, terutama anak muda Amerika, memandang konflik tersebut. Audiens yang lebih muda memperoleh lebih banyak berita dari media sosial—terutama TikTok dan Instagram—daripada media tradisional, seperti surat kabar dan televisi." 
Kampanye daring meningkatkan kesadaran dan mendorong tindakan di seluruh dunia, seperti menandatangani petisi dan penggalangan dana, menggunakan audio-visual dan tagar seperti  #GazaUnderAttack. Selain itu, platform media sosial memfasilitasi pembaruan waktu nyata dan menawarkan platform untuk beragam perspektif. 

Publikasi Imune.id juga menyebutkan bahwa hasil riset Bader&Birol 2023 dan Pew Research Center menunjukkan penggunaan media digital berkontribusi meningkatkan dukungan publik bagi Palestina dan bagaimana masyarakat global memandang isu tersebut dengan lebih baik serta meningkatkan kepedulian global. Gelombang massif aksi massa dukungan terhadap Palestina-bahkan di negara-negara pendukung Israel, seperti Amerika dan Inggris- juga seruan boikot dan gelombang mualaf dunia adalah beberapa bukti dampak dari penguatan opini publik.

Peneliti Palestina Marwa Fatafta melihat bahwa ada hubungan kuat antara arus informasi dan dukungan di media sosial dengan perubahan opini publik seputar perang Israel dan Palestina. 

Peluang ini juga ditangkap Hizbut Tahrir. Melalui media internal dan akun-akun pribadi, serangan opini lewat daring terus dilancarkan. Perang opini sebagai bagian dari shira'ul fikr atas narasi-narasi sesat yang memanipulasi publik atau mengaburkan umat dari Islam. Tidak hanya itu, wacana-wacana juga secara kontinyu disajikan sebagai amunisi membentuk opini umum. Salah satu sarananya adalah melalui "perang udara" lewat kampanye #AynalMuslimun, #SavePalestine, #SyeikhTaqiyuddinAnNabhani, #DakwahIslamKaffah untuk terus menyuarakan solusi hakiki bagi Palestina.

Memenangkan Opini Umum Bukan Mustahil

Selama ini opini umum yang bisa dikur memang dari aspek udara atau ukuran media, terlebih di tengah gempuran media digital yang sudah sangat mendominasi. Karena itu optimalisasi serangan opini lewat berbagai kanal media sosial harus semakin digencarkan. 

Persoalan Palestina menjadi isu rill yang bisa diangkat untuk memenangkan arus opini. Era media sosial hari ini semakin membuka peluang bagi kita untuk menjadi pembela Palestina khususnya dan pembela Islam pada umumnya. Sebagai muslim dan pengemban dakwah, kesadaran politik harus menuntun kita untuk mengambil peran dalam perang ini. 

Setiap individu harus fokus dalam memblow-up opini. Tidak mudah merespon komentar negatif dan personal sehingga mengalihkan dari opini yang akan diaruskan. Blow up opini juga butuh kekompakan dengan serangan yang sama dalam rentang waktu yang sama pula. Aktif menjadi buzzer-buzzer ideologis yang mampu mengungkap akar masalah di balik persoalan Palestina.  Seperti mengungkap sejarah pendudukan dan penjajahan Israel, mengungkap pengkhianatan penguasa muslim, mengungkap para cendekiawan yang terbeli karena hubbud dunya hingga solusi hakiki Palestina dengan tegaknya Khilafah Islamiyah yang mengirimkan tentara jihad. 

Tentu penggunaan media sosial juga bukan berarti tidak memiliki tantangan dan keterbatasan. Penyebaran misinformasi, disinformasi, propaganda yang cepat dan intervensi pemilik platform pro-Yahudi sudah jelas memerlukan keterampilan literasi media kritis oleh penggunanya terutama pengemban dakwah. 

Karenanya istiqomah dan senantiasa berada dalam arahan parpol ideologis Islam menjadi kunci untuk terus melawan penjajahan dan kebrutalan baik yang dilakukan Israel di Palestina maupun oleh penguasa-penguasa di negeri-negeri muslim yang lain. Sebab, parpol ideologis akan fokus dalam dakwah untuk menancapkan pemikiran Islam dan memimpin umat berdasarkan pemikiran tersebut untuk menapaki jalan perubahan terwujudnya sistem Islam. 

Parpol Islam ideologis juga akan bekerja secara massif dan terstuktur di berbagai wilayah demi mengonsolidasi kesadaran dan kekuatan demi satu tujuan. Semua ini terlaksana atas dasar iman, disertai amal shalih dan dikokohkan dengan doa dan taqarrub kepada Allah SWT. Dengan demikian, memenangkan opini publik yang terpancar dari kesadaran publik bukan sesuatu yang mustahil. Wallahu a’lam bisshowab

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم