Liberalisasi Perdagangan Global, Matikan Industri Dalam Negeri

 



Oleh: Septa Yunis (Analis Muslimah Voice)


Dunia buruh sedang tidak baik-baik saja. Harusnya bulan Ramadhan dijalankan dengan gembira. Namun faktanya, puluhan ribu buruh dari PT Sritex harus menelan pil pahit buah ditutupnya PT Sritex secara permanen. Dilansir dari Kompas.com (02/03/2025), Pabrik PT Sri Rejeki Isman (Sritex Tbk) yang berada di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah resmi berhenti beroperasi pada Sabtu, 1 Maret 2025. Tak hanya pabrik Sritex di Sukoharjo saja, anak perusahaan Sritex Group juga terimbas kondisi pailit. Akibatnya, karyawan PT Sritex dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) per 26 Februari dan terakhir bekerja pada hari Jumat, 28 Februari 2025. Total lebih dari 10.000 orang karyawan Sritex Group terkena PHK yang terjadi pada Januari dan Februari 2025.


PT Sritex (Sumber Alfaria Trijaya) merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah beroperasi selama beberapa dekade. Perusahaan ini dikenal sebagai pemain utama dalam industri tekstil dan produk jadi, dengan produk yang diekspor ke berbagai negara. Namun, jika PT Sritex mengalami penutupan, dampak yang ditimbulkan tidak hanya dirasakan oleh perusahaan itu sendiri, tetapi juga oleh industri tekstil dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.


Salah satu dampak langsung dari penutupan PT Sritex adalah kehilangan lapangan pekerjaan bagi ribuan pekerja yang tergantung pada perusahaan ini. PT Sritex dikenal sebagai salah satu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang besar. Penutupan pabrik akan menyebabkan gelombang pengangguran yang cukup signifikan, mengingat sektor tekstil merupakan salah satu sektor dengan serapan tenaga kerja tinggi di Indonesia. Banyak pekerja yang akan kehilangan mata pencaharian mereka, dan ini bisa memicu ketidakstabilan sosial-ekonomi di sekitar lokasi pabrik.


Mengapa Sritex Bisa Tutup Permanen?


Banyak faktor yang mempengaruhi tutupnya pabrik tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Setelah diberlakukannya China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) pada 2012, Cina telah menjadi global leader dan menguasai lebih dari 50% produksi tekstil dunia sejak 2014. Tidak heran Indonesia menjadi target pasar bagi produsen tekstil Cina.


Sejak CAFTA dimulai, Indonesia selalu mengalami defisit neraca dagang dengan Cina sampai saat ini. Akan tetapi, CAFTA ini tetap saja tidak dibatalkan pemerintah. Bahkan yang terjadi sekarang Indonesia menjadi negara yang sudah terjebak dalam perdagangan bebas. Di antaranya membludaknya produk impor yang membuat industri dalam negeri mati dan makin bergantung dengan impor.


Dari tutupnya PT Sritex, harusnya bisa dijadikan peringatan bagi pemerintah untuk sektor perdagangan lain yang bergantung pada impor. Bahkan, barang-barang yang diimpor adalah barang yang bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. Hal tersebut membuat industri dalam negeri menangis karena harus bersaing dengan barang-barang impor dari Cina. Kerana industri dalam negeri masih berbiaya tinggi.


Akibat makin bergantung dengan impor, rakyat Indonesia pun semakin dirugikan. Di antaranya akan banyak pabrik yang tutup sehingga PHK makin masif. Makin tinggi impor, harga barang juga akan naik. Hal ini mengakibatkan, daya beli melemah dan makin banyak yang rakyat miskin. Yang pasti kondisi sosial masyarakat akan semakin buruk. Jika hal tersebut terus berlanjut, maka rakyat semakin menderita.


Indonesia jika menginginkan menjadi negara yang mandiri dan maju, maka harus melepaskan diri dari cengkraman liberalisasi ekonomi global. Karena itulah penjajahan gaya baru saat ini yang digencarkan pihak asing. Hasilnya, solusinya tidak hanya pada teknis, namun juga harus sampai pada tataran kebijakan, yaitu gambaran negara mandiri dan maju seperti yang diharapkan rakyat negeri ini.


Negara maju dan mandiri adalah negara yang mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali, tanpa tebang pilih. Serta mampu membangun industri tanpa melakukan impor. Namun, Indonesia masih jauh dari harapan itu. Sistem negara yang mampu demikian hanyalah sistem negara Khilafah.


Khilafah mempunyai visi rahmat bagi seluruh alam. Tata hukum yang dipakai berasal dari Wahyu Allah yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Negara memposisikan diri sebagai pelayan umat, yang artinya negara bertanggung jawab mencukupi kebutuhan rakyat.


Dalam Khilafah Industri menjadi perhatian penting Khalifah. Syariat telah menetapkan industri Khilafah berbasis jihad. Artinya, industri dibangun dengan asas pertahanan negara. Karena Khilafah merupakan negara yang mengemban dakwah Islamiyah melalui metode dakwah dan jihad, maka negara harus selalu siap untuk melakukan jihad. Oleh karena itu, Industri dibangun atas asa jihad, hal ini bertujuan jika diperlukan untuk mengubahnya ke industri yang menghasilkan industri perang dengan jenis-jenisnya, maka mudah bagi negara melakukan hal itu kapan saja diinginkan.


Dengan demikian, khalifah akan menyiapkan industri, mulai dari industri berat, seperti industri penghasil mesin industri, persenjataan dll. Dengan demikian, negara akan membangun visi politik industri yang mandiri, maju, dan terdepan sehingga mampu menyaingi negara lain.


Pertama, bagian fai dan kharaj, terdiri dari ganimah, kharaj, jizyah, dan lain-lain. Kedua, bagian pemilikan umum, seperti minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan, padang rumput gembalaan. Ketiga, bagian sedekah, terdiri dari zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat unta, sapi, dan kambing. Dengan demikian negara tidak perlu impor dan tidak perlu utang luar negeri untuk membiayai industri dalam negeri. Hal itu akan meminimalisir bahkan menutup kemungkinan industri dalam negeri pailit sampai tutup permanen. 


Demikianlah Khilafah akan mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Dengan tujuan agar rakyat mampu melaksanakan kewajibannya sebagai manusia dan hamba Allah. Lantas, bagaimana upaya kita untuk mewujudkan Khilafah? Mari kita renungkan bersama![]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم