Presiden Prabowo Targetkan Efisiensi Anggaran Negara: Akankah Rakyat Kembali Menjadi Korbannya?



Endah Sulistiowati, Tri Widodo, & AM. Pamboedi


Ketua Umum Laskar Trisakti 08 Fernando Rorimpandey memberikan dukungan penuh terhadap langkah Presiden RI Prabowo Subianto dalam melakukan penghematan belanja negara dengan menghemat APBN 2025.


Fernando berharap bahwa langkah yang diambil oleh orang nomor satu di Indonesia tersebut akan memberikan manfaat positif bagi negara. Hal ini dikemukakan oleh Fernando sebagai respons terhadap langkah penghematan yang tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025, yang mencapai penghematan sebesar Rp306,69 triliun.


Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya bersuara soal alasan Presiden Prabowo Subianto tentang penghematan APBN 2025. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro menegaskan pengelolaan APBN harus disiplin, prudent, dan tepat sasaran. Ia menyebut penghematan ditempuh untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan APBN. "Efisiensi ini juga pastinya untuk kewaspadaan kita dalam menghadapi tantangan ke depan, dan efisiensi ini untuk mendukung program prioritas pemerintah," beber Deni saat dikonfirmasi, Kamis (23/1).


Efisiensi APBN sepertinya memang program yang cukup bagus, agar tidak terjadi pemborosan baik di tingkat pusat maupun daerah. Tapi apa tidak berdampak dengan kualitas kinerja, serta pelayanan terhadap masyarakat? Sehingga efisiensi APBN ini perlu dibahas dari berbagai sudut pandang.


Dari adanya program efisiensi APBN di atas memunculkan beberapa pertanyaan yang akan kita bahas dalam makalah ini, yaitu:

1) Mengapa setiap tahun negara selalu mengalami defisit APBN?

2) Sejauh ini apa sajakah usaha negara dalam menutup defisit APBN?

3) Bagaimana strategi Islam dalam penyelenggaraan APBN agar efisien dan tidak defisit?


*III. Pembahasan*


Faktor-Faktor Penyebab Defisit APBN


*Dalam pasal 23 ayat 1 UUD 2002, menjelaskan, bahwa: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember)*.


A.1. Pendapatan Negara


Seperti akronimnya, APBN, terdiri dari pendapatan dan pengeluaran negara. Adapun pendapatan negara berasal dari tiga kelompok besar. Pertama pajak, kedua penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan ketiga hibah.


Dikutip dari laman elektronik kemenkeu, sumber pendapatan negara diperoleh juga dari penerimaan pembiayaan. Penerimaan Pembiayaan yang dimaksud, antara lain berasal dari penerimaan utang.


Pendapatan negara dari pajak, dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yakni, _pertama_, pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pendapatan pajak nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. _Kedua_, pajak perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.


Sementara PNBP merupakan pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.


Mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP diklasifikasikan menjadi enam klaster (objek PNBP), meliputi di antaranya:


a). Pemanfaatan Sumber Daya Alam;


b). Pelayanan;


c). Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan;


d). Pengelolaan Barang Milik Negara;


e). Pengelolaan Dana; dan


f). Hak Negara Lainnya.


Sedangkan jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 Tentang APBN Tahun Anggaran 2025, PNBP diklasifikasikan menjadi hanya empat klaster, terdiri atas:


a). pendapatan sumber daya alam;


b). pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan;


c). pendapatan PNBP lainnya; dan


d). pendapatan Badan Layanan Umum.


Terakhir, hibah. Dalam PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah, hibah didefinisikan sebagai setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.


Penerimaan hibah menurut jenisnya terdiri atas, _Pertama_, hibah yang direncanakan adalah hibah yang dilaksanakan melalui mekanisme perencanaan. _Kedua hibah langsung adalah Hibah yang dilaksanakan tidak melalui mekanisme perencanaan.


Secara rinci, dapat dijelaskan sebagai berikut:


Hibah terencana ini mencakup: 


a). Hibah yang diberikan untuk mempersiapkan dan/atau mendampingi pinjaman; 


b). Hibah yang telah masuk dalam dokumen perencanaan yang disepakati bersama antara Pemerintah dan Pemberi Hibah; 


c). Hibah yang memerlukan dana pendamping. 


d). Hibah yang dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui Pemerintah; 


e). Hibah dalam rangka kerjasama antar Instansi dengan Pemberi hibah luar negeri di luar negeri, seperti: sister city. 


Untuk Hibah langsung ini mencakup : 


a). Hibah untuk penanggulangan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor; bencana non alam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit; bencana sosial seperti konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror 


b). Hibah dalam rangka kerjasama teknik antara Kementerian/Lembaga dengan pemberi hibah luar negeri (seperti workshop, pelatihan, seminar), Hibah Bersaing (seperti riset dosen, riset peneliti). 


c). Hibah yang atas permintaan donor diserahkan langsung ke Kementerian/Lembaga.


A.2. Belanja Negara


Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah.


Di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 Tentang APBN Tahun Anggaran 2025, belanja Pemerintah Pusat dikelompokkan menjadi:


a). Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi;


b). Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi; dan


c). Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program.


Masih di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 Tentang APBN Tahun Anggaran 2025, Transfer ke Daerah terdiri atas;


a). Dana bagi hasil atau disingkat DBH; adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain non-penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.


b). Dana alokasi umum atau disingkat DAU; adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar daerah.


c). Dana alokasi khusus atau disingkat DAK; adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/ atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.


d). Dana Otonomi Khusus; bagian dari TKD yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.


e). Dana Keistimewaan; adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta, dan


f). Dana Desa; adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.


Selain itu, masih di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 Tentang APBN Tahun Anggaran 2025, tersebut juga mengenai Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarannya ditetapkan Antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang diberikan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan, serta Dana Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/ atau pencapaian kinerja pemerintah daerah dapat berupa pengelolaan keuangan Daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.


Dalam teori ekonomi makro yang lampau atau terdahulu, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan menjadi (Boediono,1998) :


a). Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa;


b). Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai;


c). Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah di pasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda.


Kembali pada permasalahan diskusi dan juga pembahasan pada poin romawi I ini, dikabarkan oleh pemerintah selaku pengumpul, pengelola sekaligus pengguna APBN setiap tahunnya demi usahanya mencapai kemakmuran rakyat seperti amanat dari konstitusi, dalam laporan-laporan pertanggungjawaban tahunan atas pelaksanaan APBN mengalami defisit dan juga keseimbangan primer posisi yang defisit. Hal ini dapat diamati pada bagian lampiran yang menginformasikan mengenai postur APBN baik di dalam UU tentang APBN, pun UU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN. Defisit seperti ini sudah berlangsung cukup lama, lebih dari dua dekade.


Pada postur APBN tersebut, diberikan beberapa poin informasi nominal sebagai berikut:


A). Pendapatan Negara dan Hibah


1). Pendapatan Negara


a). Penerimaan Perpajakan

b). Penerimaan Negara Bukan

Pajak


2). Penerimaan Hibah


B). Belanja Negara


1). Belanja Pemerintah Pusat


2). Transfer ke Daerah dan Dana Desa


C). Surplus/Defisit Keseimbangan

Primer

D). Surplus/Defisit Anggaran (A - B)

E). Pembiayaan Anggaran, yang terdiri dari:

I). Pembiayaan Utang

II). Pembiayaan Investasi

III). Pemberian Pinjaman

IV). Kewajiban Penjaminan

V). Pembiayaan Lainnya


Sebelumnya, ada baiknya perlu mengetahui mengenai definisi dari Keseimbangan primer, surplus dan defisit. Keseimbangan primer sendiri merupakan total pendapatan negara dikurangi pengeluaran (belanja) negara, di luar pembayaran bunga utang.


Keseimbangan primer juga menggambarkan kemampuan pemerintah dalam membayar pokok dan bunga utang dengan menggunakan pendapatan negara. Apabila pemerintah mampu mencatatkan surplus keseimbangan primer, berarti pemerintah dapat menggunakan pendapatan negara untuk membayar seluruh atau sebagian pokok dan bunga utang.


Sebaliknya, jika keseimbangan primer berada pada posisi defisit, berarti pemerintah harus menerbitkan utang baru untuk membayar pokok dan bunga utang periode sebelumnya. Agar keseimbangan primer berada pada zona positif, pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara atau menekan belanja.


Sementara, surplus terjadi bila jumlah pendapatan lebih besar daripada jumlah belanja. Sebaliknya, defisit terjadi bila jumlah pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja.


Dari definisi-definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa Surplus keseimbangan primer mengindikasikan kondisi APBN yang semakin sehat, karena pendapatan negara lebih tinggi daripada belanja. Penerimaan negara yang tinggi didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang impresif. Di bawah pengelolaan fiskal yang kredibel, APBN pun semakin sehat.


Dan sebagai bagian akhir dari pembahasan poin A ini, penyebab defisit anggaran pada suatu negara dapat berasal dari berbagai faktor yang mempengaruhi keseimbangan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Berdasarkan buku "Keuangan Negara Suatu Tinjauan Komprehensif dan Terpadu" karya Effendie, beberapa faktor utama yang menyebabkan defisit anggaran antara lain:


1). Daya Beli Masyarakat Rendah


Defisit anggaran dapat terjadi akibat rendahnya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa. Sebagai contoh, ketika harga-harga sembako, BBM, transportasi, dan listrik meningkat, namun pendapatan masyarakat tidak sejalan. Pemerintah perlu memberikan subsidi untuk memastikan masyarakat berpenghasilan rendah tetap dapat membeli kebutuhan pokok.


Contoh kasus adalah saat kenaikan harga BBM yang memicu pemberian subsidi oleh pemerintah untuk meredam dampaknya.


2). Lemahnya Nilai Tukar Mata Uang


Negara yang melakukan pinjaman dalam mata uang asing, seperti Indonesia, dapat mengalami defisit akibat fluktuasi nilai tukar mata uang. Contoh kasus terjadi ketika terjadi depresiasi nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang yang harus dibayar oleh pemerintah menjadi lebih besar.


3). Pembiayaan Pembangunan


Investasi besar dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat menyebabkan defisit anggaran jika pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.


Sebagai contoh, proyek infrastruktur IKN yang memerlukan dana besar namun belum memberikan dampak ekonomi yang sebanding. Kasus seperti ini dapat menyebabkan defisit anggaran.


4). Terjadinya Inflasi


Ketidakstabilan harga yang tak terduga dapat mempengaruhi defisit anggaran. Dalam kasus inflasi, beban biaya untuk program pemerintah meningkat, sementara anggaran telah ditetapkan. Contoh kasusnya adalah ketika terjadi inflasi mendadak yang memaksa pemerintah untuk merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN).


Dari referensi yang lain, menyatakan bahwa beberapa faktor utama yang bisa menyebabkan defisit antara lain:


1). Penerimaan pajak yang belum optimal.


Basis pajak yang sempit dan tingkat kepatuhan pajak yang masih perlu ditingkatkan.


2). Belanja negara yang meningkat.


Kebutuhan belanja sosial, infrastruktur, dan pembayaran bunga utang yang terus meningkat.


3). Utang negara yang jatuh tempo.


Pembiayaan defisit yang melalui utang dapat meningkatkan beban pembayaran di masa depan.


4). Bencana alam dan serangan pandemi


Tentu, jika terjadi bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serangan pandemi Covid 2019 yang baru lalu teratasi, dan lain sebagainya, diperlukan biaya pemulihan ataupun penanganannya yang tidak sedikit jumlahnya. Dan kejadian-kejadian ini pasti di luar kesiapan penganggaran yang cukup atau bahkan mungkin belum dipersiapkan/dianggarkan sama sekali.


Pemotongan Anggaran Sebagai Usaha Negara Dalam Menutup Defisit APBN dan Dampaknya


Pemotongan anggaran belanja pada organisasi publik seringkali terjadi ketika pemerintah menghadapi tekanan fiskal, di mana pengeluaran meningkat sementara penerimaan negara dari pajak sulit mencapai target. Kebijakan pemangkasan anggaran dalam rangka efisiensi fiskal merupakan langkah yang umum dilakukan, terutama saat menghadapi defisit anggaran yang besar dan meningkatnya kebutuhan pembiayaan untuk program-program prioritas seperti program MBG. Namun, kebijakan yang lazim dalam sistem ekonomi kapitalis ini harus diimplementasikan dengan hati-hati agar tidak menjadi kebijakan yang merugikan masyarakat.


Di Indonesia, pemotongan anggaran menjadi salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk merespons perkembangan ekonomi dan fiskal terkini, khususnya perlambatan ekonomi yang menyebabkan realisasi penerimaan jauh di bawah target. Di sisi lain, pemerintah tetap memiliki komitmen untuk melanjutkan pembangunan, memenuhi belanja wajib, dan menjaga defisit anggaran sesuai batas yang diatur oleh undang-undang.


Anggaran di sektor publik berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas layanan publik. Proses penyusunan anggaran, atau yang dikenal sebagai penganggaran, melibatkan tahapan yang kompleks dan sarat dengan nuansa politik karena berkaitan dengan penentuan alokasi dana untuk berbagai program dan kegiatan dalam bentuk moneter.


Pemotongan anggaran adalah salah satu langkah yang sering diambil oleh pemerintah di berbagai negara ketika menghadapi tekanan fiskal. Hal ini terjadi karena kebutuhan belanja negara terus meningkat, sementara pendapatan negara sulit mencapai target. Ketika opsi untuk meningkatkan pendapatan terbatas, pemerintah cenderung memilih untuk memotong anggaran belanja.


Berbagai penelitian telah dilakukan terkait tema pemotongan anggaran di organisasi publik. Misalnya, Miller (1983) mengulas berbagai teknik yang digunakan oleh negara bagian di Amerika Serikat saat menghadapi resesi pada awal 1980-an. Beberapa teknik tersebut, seperti pembatasan perjalanan dinas dan moratorium rekrutmen pegawai, masih sering diterapkan hingga saat ini.


Mengenai respons dan dampak pemotongan anggaran, Itzgerald dan Lupton (2015) meneliti pengaruhnya pada tiga distrik di London. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah mengalami tekanan signifikan akibat kebijakan penghematan yang diterapkan pemerintah Inggris sejak 2010. Studi lain oleh Hastings dkk. (2015) mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran di dewan kota Inggris dan Skotlandia berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik, seperti berkurangnya jam operasional perpustakaan, meningkatnya waktu tunggu layanan, dan memburuknya kondisi lingkungan akibat pemotongan anggaran untuk pembersihan dan pemeliharaan.


Oleh karena itu, pemangkasan anggaran harus dilakukan secara selektif. Pemotongan anggaran di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang signifikan terhadap perekonomian. Jika pemotongan anggaran tidak dilakukan secara hati-hati, dampak negatif dapat terjadi pada investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja.


Program-program sosial yang berkaitan dengan perlindungan sosial, subsidi, atau bantuan bagi kelompok rentan sebaiknya tidak menjadi target utama pemangkasan anggaran. Jika pemotongan anggaran terlalu agresif di sektor ini, daya beli masyarakat dapat menurun, yang pada akhirnya mengurangi konsumsi domestik dan memperlambat pemulihan ekonomi.


Pemangkasan anggaran harus disertai dengan strategi yang jelas untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menghindari ketidakpastian di dunia usaha. Investor dan sektor swasta perlu mendapatkan sinyal bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi.


Namun, masalah muncul ketika penghematan belanja pemerintah akan dilakukan melalui pemotongan beberapa pos anggaran belanjanya. Apalagi informasi yang terbaru, desas desusnya, juga akan memangkas anggaran belanja negara di bidang pendidikan. Jika benar hal itu dilakukan, akan berpotensi menimbulkan pertentangan dengan amanat dari konstitusi itu sendiri dimana negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen  dari  anggaran pendapatan dan  belanja negara serta dari anggaran  pendapatan  dan  belanja daerah untuk  memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.


Sebenarnya pemotongan atau efisiensi anggaran tidak perlu dilakukan, jika dari awal Presiden Prabowo membentuk kabinet yang ramping dan efisien. Alih-alih membentuk kabinet yang ramping, Prabowo justru membentuk Kabinet Merah Putih yang super jumbo, dengan setidaknya 136 pejabat negara yang menempati posisi menteri, wakil menteri, kepala lembaga/badan, serta utusan khusus presiden.


Belanja pemerintah berpotensi membengkak hingga Rp1,95 triliun untuk lima tahun ke depan akibat kabinet gemuk tersebut. Pembengkakan ini berasal dari kenaikan anggaran untuk gaji dan operasional para menteri dan wakil menteri senilai Rp389,4 miliar per tahun. Estimasi ini belum termasuk biaya tambahan untuk pembangunan fasilitas kantor atau gedung lembaga baru.


Dengan demikian, penghematan belanja pemerintah sebesar Rp306,69 triliun yang diinstruksikan terlihat tidak konsisten. Pemerintah terkesan hemat di level bawah tetapi boros di level atas, serta terlihat kompromistis. Selain itu, proyek atau program ambisius seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara maupun insentif untuk proyek strategis nasional (PSN) yang tidak mendesak, seperti PIK2, tidak menjadi sasaran pemangkasan yang agresif dan signifikan. Hal ini menunjukkan ketidakjelasan prioritas dalam kebijakan penghematan anggaran.


Strategi Islam Menyelenggarakan APBN Efisiensi dan Tidak Defisit


Salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang sempurna yang menjelaskan segala hal, ialah adanya ketetapan dan pengaturan terkait APBN atau dikenal dengan istilah Baitul mal. Tentu ada perbedaan APBN konvensional dalam sistem kapitalisme dengan APBN Islam.


Perbedaan yang prinsip adalah menyangkut sumber-sumber utama pendapatannya maupun alokasi pembelanjaannya yang seluruh pos pendapatan dan pengeluaran Baitul mal (APBN Khilafah) telah ditetapkan oleh Islam. Sumber pendapatan dan pengeluarannya tidak boleh ditambah maupun dikurangi. Prinsip utama ini harus sesuai syariat Islam dan memberikan kemaslahatan yang optimal bagi agama dan rakyat.


Khalifah sebagai kepala negara berwenang untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran dengan berpegang teguh pada ketetapan Islam. Khalifah tidak boleh menjadikan pajak sebagai salah satu pos vital pendapatan belanja negara. Khalifah juga tidak boleh menempatkan semua bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Islam pada pos pengeluaran.


Adapun sumber pendapatan APBN Khilafah, di antaranya ialah anfal, ganimah, fai, dan khumus. Anfal dan ganimah maknanya sama, yaitu segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir melalui peperangan di medan perang. Harta tersebut bisa berupa uang, senjata, barang dagangan, bahan pangan, dan lain-lain.


Harta fai adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir (harbi) dengan tanpa pengerahan pasukan juga tanpa kesulitan serta tanpa melakukan peperangan. Kondisi ini terjadi ketika kaum kafir takut kepada kaum muslim sehingga mereka meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka.


Sedangkan harta khumus adalah 1/5 bagian yang diambil dari ganimah. Khumus pada masa Rasulullah saw. dibagi menjadi lima bagian, yaitu satu bagian untuk Allah dan Rasul-Nya; satu bagian untuk kerabat Rasul; dan tiga bagian untuk anak yatim, orang miskin, dan ibnusabil.


Selanjutnya, ada harta kharaj, merupakan hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dan menjadi bagian ganimah dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun perjanjian damai. Kharaj dibagi dua, yakni kharaj unwah (paksaan) dan kharaj zulhi (damai). Kharaj diambil setiap tahun sekali.


Kharaj unwah adalah kharaj yang diterima kaum muslim dari seluruh tanah yang dikuasai kaum muslim dari kaum kafir secara paksa dengan peperangan. Status tanah ini tidak berubah sampai Hari Kiamat, sekalipun pemiliknya berubah menjadi muslim atau dijual kepada muslim.


Kharaj zulhi adalah kharaj yang diambil dari setiap tanah yang pemiliknya telah menyerahkan diri kepada kaum muslim berdasarkan perjanjian damai. Untuk tanah kharaj zulhi ini, harus diperhatikan beberapa hal berikut.


Pertama, jika perdamaian tersebut menetapkan bahwa tanah menjadi milik kita kaum muslim dan penduduknya tetap dibolehkan tinggal di atas tanah tersebut dengan kesediaan membayar kharaj, maka kharaj di atas tanah tersebut bersifat tetap dan status tanah tersebut tetaplah sebagai tanah kharajiah sampai Hari Kiamat.


Kedua, apabila perdamaian tersebut menetapkan bahwa tanah itu menjadi milik mereka dengan tetap dikelola mereka, kharaj jenis ini serupa dengan jizyah yang akan terhapus dengan masuknya mereka ke dalam Islam atau mereka menjualnya kepada kaum muslim. Sedangkan jika tanahnya dijual kepada orang kafir, status tanahnya tetap sebagai tanah kharajiah.


Lalu harta jizyah, hak yang Allah berikan kepada kaum muslim dari kaum kafir sebagai tanda tunduknya mereka kepada Islam. Jika kaum kafir ini telah memberikan jizyahnya, wajib bagi kaum muslim melindungi jiwa dan harta mereka.


Sementara itu, harta milik umum di antaranya adalah sektor energi, pertambangan, hasil laut, dan hasil hutan. Harta milik negara bermakna setiap jengkal tanah dan bangunan yang terkait dengan negara atau hak seluruh kaum muslim, jika bukan termasuk kepemilikan umum, berarti tergolong milik negara. Kepemilikan negara berbeda dengan kepemilikan umum sekalipun negara mengelola keduanya.


Lalu harta usyur, merupakan hak kaum muslim yang diambil dari harta dan perdagangan ahli zimi dan penduduk dar harbi yang melewati perbatasan Khilafah. Besarnya usyur merupakan wewenang khalifah.


Selanjutnya, harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara, harta hasil kerja yang tidak diizinkan syarak, serta harta yang diperoleh dari hasil tindakan curang lainnya (harta ghulul), adalah harta yang diperoleh oleh para wali, amil, dan para pegawai negara dengan cara yang tidak syar’i. Harta ini haram dan bukan miliknya sehingga mereka wajib mengembalikan harta itu kepada pemiliknya jika diketahui. Namun jika tidak diketahui, harta itu disita dan diserahkan kepada baitulmal.


Yang termasuk harta ghulul adalah suap, hadiah atau hibah, harta kekayaan yang diperoleh dengan sewenang-wenang dan tekanan kekuasaan, hasil makelar dan komisi, juga korupsi. Termasuk harta yang diperoleh melalui riba dan judi. Alhasil, harta ini adalah harta haram yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Jika tidak diketahui pemiliknya, harta tersebut disita dan dimasukkan dalam Baitul mal. Sedangkan denda yang dijatuhkan oleh negara kepada orang-orang yang melakukan perbuatan dosa atau pelanggaran undang-undang, dimasukkan ke Baitul mal.


Harta khumus ialah barang temuan dan barang tambang, rikaz, atau barang temuan yang terkubur di dalam tanah dan barang tambang yang jumlah depositnya sedikit. Atasnya dikenakan khumus 20% yang disetorkan ke Baitul mal.


Harta yang tidak ada ahli warisnya, setiap harta bergerak maupun tidak bergerak yang pemiliknya telah meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya, berdasarkan hukum faraid (waris), harta tersebut dimasukkan ke dalam Baitul mal.


Lalu harta orang-orang murtad. Murtad adalah keluar dari agama Islam, kembali kepada kekufuran. Darah dan harta orang murtad menjadi halal apabila dalam waktu tiga hari seorang yang murtad itu tidak bertobat dan kembali kepada Islam, kepadanya akan dijatuhi hukuman mati dan hartanya diambil untuk disimpan di baitulmal.


Pajak atau dharibah adalah harta yang diwajibkan oleh Allah Swt. kepada kaum muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka pada kondisi di baitulmal tidak ada uang atau harta.


Sedekah yang menjadi sumber pemasukan Baitul mal adalah zakat. Zakat merupakan sejumlah nilai atau ukuran tertentu yang wajib dikeluarkan dari harta yang jenisnya tertentu pula. Zakat hanya wajib bagi kaum muslim, selain mereka tidak diambil.


Adapun belanja atau pengeluaran Baitul mal (APBN), dibagi menjadi enam bagian.


Pertama, delapan golongan yang berhak menerima zakat. Mereka berhak mendapatkan harta dari pos pemasukan zakat (Baitul mal). Ketika dari kas zakat tidak ada dana, maka bagi orang fakir, miskin, ibnu sabil, kebutuhan jihad dan gharimin (orang yang dililit utang), mereka diberi harta dari sumber pemasukan Baitul mal lainnya. Jika itu pun tidak ada dana, para gharimin tidak mendapatkan apa pun


Kedua, untuk memenuhi kebutuhan orang fakir, miskin, ibnusabil dan kebutuhan jihad, akan dipungut pajak. Negara harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut jika situasi dikhawatirkan menimbulkan bencana/malapetaka.


Ketiga, orang-orang yang menjalankan pelayanan bagi negara, seperti para pegawai, penguasa, dan tentara. Mereka diberi harta dari Baitul mal. Jika dana Baitul mal tidak mencukupi, segera dipungut pajak untuk memenuhi biaya tersebut. Bahkan, negara harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila situasi dikhawatirkan menimbulkan bencana/malapetaka.


Keempat, pembangunan sarana pelayanan masyarakat yang vital, seperti jalan raya, masjid, rumah sakit, dan sekolah. Semua dananya berasal dari Baitul mal. Jika dana Baitul mal tidak mencukupi, baru segera dipungut pajak untuk memenuhi kebutuhan tersebut.


Kelima, pembangunan sarana pelayanan pelengkap mendapatkan biaya dari Baitul mal. Jika dana Baitul mal tidak mencukupi, pendanaannya akan ditunda.


Keenam, bencana alam mendadak, seperti gempa bumi dan angin topan. Biayanya ditanggung Baitul mal. Jika dana Baitul mal tidak mencukupi, negara mengusahakan pinjaman secepatnya yang kemudian dibayar dari hasil pungutan pajak.


APBN Khilafah (Baitul mal) dirancang untuk mewujudkan keadilan ekonomi, pemerataan kekayaan, dan kesejahteraan rakyat, sambil memperkuat negara secara keseluruhan. Dengan diterapkannya APBN Khilafah, rakyat tidak terbebani pajak berlebih, seperti PPN atau PPh yang tinggi. Kebutuhan dasar rakyat akan terpenuhi dari zakat dan pendapatan dari SDA tanpa harus menguras dompet mereka.


Selain itu, terjadi redistribusi kekayaan yang adil melalui zakat dan pengelolaan kepemilikan umum. Kekayaan tidak hanya berputar di tangan segelintir orang, tetapi didistribusikan untuk kepentingan umat. Dengan keuangan negara yang stabil tanpa utang luar negeri dan rakyat yang kebutuhannya telah terpenuhi, negara tentu menjadi lebih kuat secara ekonomi dan politik.


Dengan demikian, hanya Khilafah beserta syariat yang diterapkan secara kafah yang dapat mewujudkan kehidupan makmur dan sejahtera bagi rakyatnya. Menjadi kewajiban seluruh kaum muslim untuk berjuang menegakkannya kembali. Kesejahteraan hidup di bawah naungan Khilafah pada akhir zaman telah diberitakan Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR Muslim). 


Khatimah 


Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kami tarik kesimpulan antara lain sebagai berikut:


_Pertama_, Penyebab defisit anggaran pada suatu negara dapat berasal dari berbagai faktor yang mempengaruhi keseimbangan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Berdasarkan buku "Keuangan Negara Suatu Tinjauan Komprehensif dan Terpadu" karya Effendie, beberapa faktor utama yang menyebabkan defisit anggaran antara lain:


1). Daya Beli Masyarakat Rendah


2). Lemahnya Nilai Tukar Mata Uang


3). Pembiayaan Pembangunan


4). Terjadinya Inflasi


Dari referensi yang lain, menyatakan bahwa beberapa faktor utama yang bisa menyebabkan defisit antara lain:


1). Penerimaan pajak yang belum optimal.


2). Belanja negara yang meningkat.


3). Utang negara yang jatuh tempo


4). Bencana alam dan serangan pandemi


_Kedua_, Mengenai respons dan dampak pemotongan anggaran, Itzgerald dan Lupton (2015) meneliti pengaruhnya pada tiga distrik di London. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah mengalami tekanan signifikan akibat kebijakan penghematan yang diterapkan pemerintah Inggris sejak 2010. Studi lain oleh Hastings dkk. (2015) mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran di dewan kota Inggris dan Skotlandia berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik, seperti berkurangnya jam operasional perpustakaan, meningkatnya waktu tunggu layanan, dan memburuknya kondisi lingkungan akibat pemotongan anggaran untuk pembersihan dan pemeliharaan.


Oleh karena itu, pemangkasan anggaran harus dilakukan secara selektif. Pemotongan anggaran di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang signifikan terhadap perekonomian. Jika pemotongan anggaran tidak dilakukan secara hati-hati, dampak negatif dapat terjadi pada investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja.


_Ketiga_, APBN Khilafah (Baitul mal) dirancang untuk mewujudkan keadilan ekonomi, pemerataan kekayaan, dan kesejahteraan rakyat, sambil memperkuat negara secara keseluruhan. Dengan diterapkannya APBN Khilafah, rakyat tidak terbebani pajak berlebih, seperti PPN atau PPh yang tinggi. Kebutuhan dasar rakyat akan terpenuhi dari zakat dan pendapatan dari SDA tanpa harus menguras dompet mereka.


Selain itu, terjadi redistribusi kekayaan yang adil melalui zakat dan pengelolaan kepemilikan umum. Kekayaan tidak hanya berputar di tangan segelintir orang, tetapi didistribusikan untuk kepentingan umat. Dengan keuangan negara yang stabil tanpa utang luar negeri dan rakyat yang kebutuhannya telah terpenuhi, negara tentu menjadi lebih kuat secara ekonomi dan politik.


Ref: Dari berbagai sumber 

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم