Oleh: Gumaisha Syauqia Azzalfa
(Aktivis Muslimah)
Maraknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, baik di luar maupun di dalam lembaga pendidikan berbasis agama, seperti pesantren, menjadi isu yang mendalam dan memerlukan perhatian serius. Kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual, bukan hanya masalah yang melibatkan individu sebagai pelaku, tetapi juga menggambarkan kegagalan sistem perlindungan yang ada. Meskipun pemerintah, dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), telah menunjukkan keprihatinan yang mendalam, tetapi solusi yang ditawarkan sepertinya belum mampu mengatasi akar masalah yang ada. Dalam banyak kasus, sistem yang seharusnya melindungi anak justru menjadi tidak efektif, dan anak-anak masih menjadi korban kekerasan yang berulang.
Beberapa upaya telah diluncurkan oleh pemerintah dalam rangka menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi anak-anak. Salah satunya adalah program seperti Sekolah Ramah Anak, Masjid Ramah Anak, dan yang terbaru Pesantren Ramah Anak. Program-program ini bertujuan untuk membangun lingkungan yang aman, mendukung hak-hak anak, dan melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan. Selain itu, regulasi terkait perlindungan anak juga telah diatur dalam undang-undang yang berlaku. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak masih terjadi, dan bahkan terjadi di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak.
Contoh dari upaya yang dilakukan adalah kegiatan yang dilaporkan oleh KBRN Banjarbaru mengenai aktifitas Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kalimantan Selatan (Kalsel). Dinas ini mengembangkan Pondok Pesantren Ramah Anak sebagai langkah strategis untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak, khususnya mereka yang berada dalam lingkungan pesantren. Kepala DP3AKB Kalsel, Sri Mawarni, mengungkapkan bahwa Pondok Pesantren Ramah Anak menjadi bagian dari visi Presiden Republik Indonesia, dengan harapan pesantren di Kalsel dapat menjadi tempat yang aman, mendukung perkembangan anak dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Ini adalah sebuah langkah positif yang perlu didukung. (rri.co.id, 18/2/2025)
Namun, meskipun upaya tersebut telah dilakukan, kenyataan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak tetap terjadi, bahkan di dalam pesantren yang seharusnya menjadi tempat pendidikan yang aman. Salah satu alasan mengapa masalah ini tidak kunjung terselesaikan adalah sistem yang diterapkan dalam kehidupan sosial kita yang kini didominasi oleh sistem sekuler. Sistem sekuler ini memisahkan antara agama dan kehidupan sehari-hari, yang pada gilirannya berdampak pada institusi pendidikan agama, termasuk pesantren. Ketika regulasi ramah anak hanya diterapkan dalam sistem yang terpisah dari nilai-nilai agama yang holistik, maka perlindungan anak tidak akan efektif.
Sistem sekuler ini cenderung mengabaikan prinsip-prinsip moral yang sejatinya terkandung dalam agama. Padahal, dalam Islam, anak bukan hanya sekadar aset negara yang harus dijaga dan dilindungi. Anak-anak merupakan masa depan peradaban yang harus dilindungi dengan baik, baik dari segi fisik, psikis, intelektual, maupun moral. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap perlindungan anak. Hak-hak anak harus dipenuhi tanpa adanya hambatan, dan mereka harus tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan optimal mereka.
Namun, dalam sistem sekuler, kebijakan yang diterapkan seringkali hanya fokus pada aspek formal dan administratif. Sementara itu, aspek moral, sosial, dan pendidikan yang seharusnya menjadi dasar perlindungan anak tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu, meskipun adanya regulasi yang mendukung, jika sistem yang mendasarinya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, maka perlindungan terhadap anak-anak menjadi tidak maksimal.
Pesantren Ramah Anak, dalam konteks ini, hanya bisa terwujud jika diterapkan dalam kerangka sistem Islam. Tanpa penerapan prinsip-prinsip Islam yang mengutamakan perlindungan anak secara menyeluruh, upaya menciptakan pesantren yang ramah anak hanya akan terbatas pada aspek formal dan administratif saja. Sistem yang holistik dan berbasis pada nilai-nilai agama yang murni adalah solusi terbaik dalam melindungi anak-anak dari kekerasan, terutama di lembaga pendidikan berbasis agama seperti pesantren.
Solusi yang paling tepat untuk mengatasi kekerasan terhadap anak, termasuk di pesantren, adalah dengan penerapan Sistem Islam yang berasal dari Allah SWT, Zat Paling Mengetahui solusi yang tepat untuk setiap masalah manusia. Sistem Islam tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga melibatkan aspek moral, sosial, dan pendidikan secara menyeluruh. Dengan penerapan sistem ini, Insya Allah kekerasan di lembaga pendidikan pesantren dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan, karena prinsip Islam menempatkan perlindungan anak sebagai prioritas utama dalam pembentukan generasi yang berkualitas.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita merenung dan mengevaluasi sistem yang ada. Kita perlu menggali lebih dalam mengenai solusi yang lebih holistik dan menyeluruh dalam melindungi anak-anak kita. Dengan pendekatan yang tepat dan sistem yang mendukung, generasi muda kita dapat terlindungi dengan baik dan dapat tumbuh menjadi individu yang siap menghadapi tantangan masa depan dengan baik.[]