Oleh: Ita Ummu Salma
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan masih mendalami penyebab kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi 2, Bogor, Jawa Barat. Tim dari Kemenhub diterjunkan ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang diperlukan.
Namun, sampai saat ini belum ada faktual yang bisa diungkap terkait penyebab terjadinya kecelakaan maut yang menewaskan 8 orang dan melukai 11 orang korban lainnya. Ahmad Wildan, Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan, pihaknya belum bisa mengungkap fakta terkait penyebab kecelakaan sampai saat ini.
“Kami masih belum punya faktual, karena pengemudi belum bisa dimintai keterangan dan kondisi kendaraannya terbakar,” ucap Wildan kepada Kompas.com, Kamis (6/2/2025).
Kasat Lantas Polres Bogor Kota, Kompol Yudiono mengatakan, pihaknya masih belum memastikan penyebab pasti kecelakaan gerbang tol Ciawi. Hingga saat ini, aparat masih melakukan olah TKP untuk memastikan penyebab kecelakaan. Saat ini, sopir truk yang diduga menjadi pemicu kecelakaan maut sedang menjalani pemeriksaaan setelah dinyatakan sehat oleh tim dokter. Persoalan lama seputar transportasi tidak layak, seperti rem blong dan sopir kelelahan masih berkelindan mewarnai maraknya kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar. Bahkan memunculkan bahaya baru bagi pengguna jalan.
Inilah lemahnya pengawasan, buruknya pelayanan, pengamat keselamatan transportasi dari Pertamina Training & Consulting, Erreza Hardian, mengatakan jumlah kendaraan yang senantiasa bertambah memunculkan bahaya-bahaya baru di jalan raya. Ia menyoroti potensi bahaya dari angkutan yang mengangkut barang berupa cairan, seperti gerakan sloshing (gerakan bebas dari fluida cair di dalam sebuah wadah) bisa sangat kuat dan sulit diprediksi, terutama saat wadah bergerak atau berubah kecepatan.
Ia juga menyayangkan edukasi dan pelatihan terkait penanganan muatan cair masih sangat minim. Menurutnya, kebanyakan pengemudi truk tidak memiliki pemahaman yang cukup sehingga berisiko tinggi mengalami hilang kendali, terutama saat pengereman mendadak atau di jalan berliku.
Ia mengkritik peran perusahaan yang belum optimal memastikan keamanan transportasi dan keselamatan pengemudinya. Ketika terjadi kecelakaan, pihak yang selalu disalahkan adalah pengemudi. Aparat sangat jarang mengusut dan memeriksa perusahaan transportasi yang terlibat kecelakaan.
Ia juga mengkritik kesejahteraan sopir yang masih di bawah standar ideal, semisal upah di bawah UMK serta jam kerja yang sangat panjang sehingga tidak memperhitungkan waktu istirahat yang cukup. Sistem kerja vendor terkadang juga hanya memikirkan target pengiriman tanpa mempertimbangkan kondisi sopir. Kecelakaan lalu lintas sejatinya berkaitan dengan kinerja negara dalam melakukan pengawasan terhadap korporasi transportasi, regulasi kelayakan pengemudi dan kendaraan, serta pelayanan terhadap pengguna jalan dalam menjamin keselamatan mereka.
Pada aspek pengawasan, regulasi yang ada belum cukup untuk mengawasi kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.
KNKT mengatakan kegagalan pengereman ini akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem secara preventif. Regulasi terkait manajemen waktu seperti jam kerja dan istirahat bagi sopir atau pengemudi kendaraan juga belum diatur secara jelas. UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan banyak diberlakukan pada sopir yang seringkali menjadi tersangka atau pemicu kecelakaan.
Meski sudah ada regulasi tentang pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang mengemudi angkutan bermotor yang termuat dalam Kepmen KM 171/2019, namun ini belum dilakukan secara menyeluruh. Wajar jika banyak pihak menyayangkan kinerja pengawasan negara yang masih lemah.
Indikator lainnya adalah mekanisme pemberian SIM, kompetensi dan pengetahuan pengemudi seputar lalu lintas, beban kerja berat, serta kendaraan layak jalan yang belum diatur secara rinci, bahkan ada potensi terjadi kecurangan.
Sudah jamak diketahui, terkadang SIM bisa didapatkan secara instan tanpa melalui uji kelayakan dengan memberikan sejumlah uang kepada aparat yang bertugas. Celah curang seperti ini masih banyak dipraktikkan sebagian masyarakat karena aparat atau petugas memberi peluang praktik ini. Belum lagi jika kita mempertanyakan kompetensi dan pengetahuan seputar aturan berkendara yang harus dimiliki para pengemudi. Negara tidak memberikan aturan rinci mengenai hal itu. Hanya ada sanksi-sanksi bagi pengendara jika terjadi kelalaian, seperti saat terjadi kecelakaan.
Di sisi lain, negara juga lemah dalam mengawasi perusahaan transportasi untuk benar-benar memastikan kendaraan yang mereka miliki layak jalan serta melakukan perawatan secara intensif. Pihak korporasi kerap tidak melakukan pembaruan mesin atau perawatan dengan alasan biayanya besar dan tidak murah. Pengabaian terhadap aspek ini sangat riskan dan berbahaya, baik bagi pengemudi ataupun pengguna jalan.
Selain itu, penegakan hukum juga masih lemah. Investigasi yang dilakukan sering kali hanya sampai pada tahap pemeriksaan sopir kendaraan. Seharusnya potensi kelalaian perusahaan atau korporasi yang menaungi kendaraan yang terlibat kecelakaan juga diusut.
Boleh jadi sopir lalai tersebab beban kerja yang terlalu berat, kendaraan yang dikemudikan kurang layak, kelebihan muatan, serta tuntutan setoran yang membuat sopir ugal-ugalan karena mengejar waktu. Semua aspek ini membutuhkan peran negara dalam melakukan kontrol dan pengawasan berkala kepada perusahaan.
Inilah buah busuk penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Dalam sistem ini, negara hanya sekadar melakukan imbauan dan saran agar tidak terjadi kecelakaan. Pengurusan dan pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan infrastrukturnya diserahkan kepada pihak swasta, asing, dan Aseng. Negara sudah merasa cukup dengan hanya menempatkan Dinas Lalu Lintas dan Angkatan Jalan (DLAJ) sebagai peminta retribusi jalan kepada kendaraan yang melintas. Apa bedanya dengan pengemis paksa? Karena nyatanya segala keamanan dan kenyamanan yang ingin dinikmati mesti harus dibayar lagi diluar biaya retribusi.
Berbeda dengan sistem Islam. Visi pelayanan dalam sistem Islam adalah negara bertanggung jawab penuh dalam memenuhi hajat publik, salah satunya transportasi nyaman dan infrastruktur publik yang aman bagi pengguna jalan. Negara berkewajiban memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap warga yang melakukan perjalanan baik dalam kota, antarkota, antarprovinsi, bahkan antarnegara. Inilah yang semestinya negara lakukan untuk menjamin keselamatan rakyat.
Seharusnya negara membangun dan memperbaiki sarana publik seperti jalan raya secara totalitas. Artinya, perbaikan jalan harus dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari pemilihan bahan untuk mengaspalnya dan proses pengerjaannya. Begitu pula dengan sarana lainnya seperti lampu penerang jalan yang harus ditempatkan di semua jalan raya yang dilalui rakyat. Jangan sampai ada jalan raya tetapi tidak ada lampunya.
Selain itu, buruknya pelayanan terlihat dari belum terjaminnya keselamatan pengguna jalan, yakni masalah infrastruktur jalan. Ini tampak dari ketidak adaan jalur penghentian darurat yang layak dan kurangnya fasilitas jalan, berupa jalan bergelombang dan berlubang. Namun masyarakat sering kali hanya diimbau untuk berhati-hati terhadap jalan berlubang dan bergelombang.
Negara semestinya memperbaiki jalan-jalan rusak dan berlobang, agar pengguna jalan terjamin keselamatannya. Jika jalan tidak rata dan penerangan gelap, kecelakaan bisa saja terjadi. Semua ini menjadi tanggung jawab negara memberikan infrastruktur jalan dan fasilitas publik yang layak dan aman. Sayang, negara belum melakukan pelayanan tersebut secara optimal.
Pandangan Islam
Islam memandang bahwa jalan adalah kebutuhan publik dan memiliki kegunaan untuk masyarakat luas sehingga membutuhkan perhatian khusus. Perbaikan jalan harus dilakukan berkala untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Infrastruktur jalan adalah salah satu kewajiban negara dalam menyediakan fasilitas publik yang bisa dimanfaatkan masyarakat dengan layak dan aman.
Negara Islam benar-benar harus memastikan seluruh wilayah baik di perkotaan, perdesaan, bahkan yang terpencil sekalipun dapat memperoleh infrastruktur jalan yang bagus dan aman,untuk masyarakat, termasuk dengan lampu penerangan jalan yang baik dan cukup aman bagi pengendara di jalan raya.
Negara akan membiayai secara penuh degan pembangunan infrastruktur jalan. Dan Dananya berasal dari kas Baitul mal yang terdiri dari harta fai, ganimah, ‘usyur, khumus, jizyah, kharaj serta pengelolaan barang tambang. Anggaran Khilafah yang bersumber dari harta ini dibelanjakan untuk kepentingan dan kemaslahatan umum, seperti anggaran belanja untuk kantor-kantor pemerintah, santunan bagi para penguasa, gaji tentara dan pegawai, persediaan air, serta pembangunan jalan, sekolah, perguruan tinggi, masjid, dan rumah sakit yang sangat dibutuhkan bagi seluruh umatnya.
Dan harus melakukan pengecekan secara berkala terhadap kelayakan jalan bagi kendaraan yang melintas. Juga memastikan edukasi dan pengaturan tentang pengemudi agar mereka memenuhi semua syarat yang berlaku. Akan melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga pemerintah agar tidak ada praktik kecurangan atau suap dalam transaksi dan regulasi apa pun, tidak terkecuali perihal standar kelayakan mengemudi di jalan raya dan lalu lintasnya.
Negara islam berperan sentral untuk menyediakan moda transportasi dengan teknologi terbaik dan tingkat keselamatan yang tinggi sehingga kelaikan moda transportasi jenis apa pun akan terjamin dan aman. Khilafah tidak boleh menyerahkan penyediaan moda transportasi ini kepada operator swasta ataupun asing. Negara akan mempermudah rakyatnya mengakses moda transportasi berkualitas jenis apa pun secara murah, aman, dan nyaman.
Negara islam menerapkan sistem sanksi tegas bagi siapapun yang melanggar aturan yang sudah negara tetapkan. Tiap pelaku pelanggaran konstitusi negara dianggap sebagai mukhalafat, akan ditetapkan jenis-jenis sanksi untuk mukhalafat yang terjadi. Sebagai contohnya, khalifah memiliki kewenangan untuk menetapkan jarak halaman rumah, jalan-jalan umum, dan batas tertentu, serta melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter.
Hendaknya, penguasa negeri ini belajar bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin terhadap keselamatan rakyatnya kepada Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang sangat memperhatikan rakyatnya. Seandainya seekor keledai terperosok dikota Baghdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawaban. Seraya ditanya, mengapa tidak di ratakan jalan untuknya.
Wallahualam bisshawab.[]