Oleh : Ainun Jariah, A.Md Keb.
LGBT adalah perilaku menyimpang di tengah kehidupan sosial masyarakat. Aktivitasnya dapat meningkatkan penyakit menular seksual seperti AIDS, merusak moral, menyebabkan terjadinya pelecehan seksual pada anak-anak dan lain-lain. Selain itu, dapat dianggap sebagai kegagalan pemerintah dalam melindungi warganya.
Atas masalah tersebut, salah satu wilayah di Indonesia yaitu Sumatera Barat, dinilai sebagai pemerintah provinsi yang gagal dalam membentengi moral masyarakat. Bagaimana tidak, konsultan penyakit tropik dan infeksi RSUP M. Djamil Padang, dr. Armen Ahmad, menyampaikan bahwa jumlah pengidap HIV di Sumatera Barat bertambah setiap tahun. Beliau juga menyampaikan bahwa 9 dari 10 kasus HIV di Sumatera Barat disebabkan oleh hubungan seksual lelaki sesama lelaki (jurnalsumbar.com, 17/8/2024). Dalam temuan Dinas Kesehatan Kota Padang, lebih dari separuh kasus menyerang individu usia produktif yaitu rentang 24 hingga 45 tahun. Perilaku Lelaki Seks Lelaki (LSL) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka HIV di Kota Padang (sumbar.antaranews.com, 4/1/2025).
Untuk mengatasi masalah tersebut, DPRD Provinsi Sumatera Barat sedang mengkaji rencana peraturan daerah (perda) untuk memberantas LGBT. Disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat, Nanda Satria, bahwa beberapa daerah di Provinsi Sumatera Barat sudah ada yang lebih dulu membuat perda pemberantasan LGBT. Oleh karena itu, DPRD menilai pemerintah provinsi juga perlu melakukan hal serupa (regionalkompas.com, 4/1/2025).
Perda LGBT, Efektifkah?
Rencana pembentukan peraturan daerah (perda) untuk memberantas penyakit masyarakat terutama LGBT diharapkan dapat menjadi solusi. Namun, apakah itu efektif? Sebagaimana kita ketahui bahwa Ranah Minang dikenal sebagai daerah dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah". Filosofi tersebut mengacu pada Islam sebagai pedoman hidup dan tidak ada pertentangan antara adat dan agama. Filosofi itu juga dibentuk dalam rangka menyelamatkan kehidupan mereka agar teratur, bermanfaat, berguna bagi dirinya, keluarga, kaum dan anak kemenakannya.
Merujuk kepada filosofi tersebut, keberadaan perda LGBT tidak akan efektif meskipun itu adalah keinginan yang sangat baik. Karena LGBT adalah penyakit global buah dari sistem sekularisme yang diterapkan hari ini. Penyakit tersebut tumbuh subur di berbagai wilayah dan negara. Serta penyebarannya seperti virus yang menyebabkan pandemi.
Penerapan sistem sekularisme juga bertentangan dengan Islam sebagai pedoman hidup. Karena sistem sekularisme mengagungkan Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjadikan seseorang bebas menentukan kehendaknya sendiri termasuk dalam menentukan orientasi seksualnya. Mereka akan berdalih dengan slogan tubuhku otoritasku. Akibatnya, peraturan yang dibuat daerah akan kalah dengan aturan HAM yang diadopsi oleh negara.
Di sisi lain, karena HAM yang menjadi acuan dalam sistem demokrasi sekuler, maka pihak-pihak tertentu terus mempermasalahkan perda syariah yang dibuat daerah. Bahkan ada yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Oleh karena itu, sistem sekularisme menumbuhsuburkan kemaksiatan ini.
Akibat penerapan sistem sekularisme yang batil, tidak ada tempat bagi penerapan syariat Islam secara kaffah. Asas yang batil tidak akan mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan manusia. Apalagi sekularisme bersumber pada akal manusia yang lemah.
Oleh karena LGBT disebabkan oleh sistem sekularisme yang batil, maka untuk memberantasnya secara tuntas harus dikembalikan kepada sistem yang benar. Dan hanya Islam lah sistem yang benar. Dimana seluruh aturannya bersumber dari Allah SWT yang menciptakan manusia. Sistem Islam terbukti mampu memberi solusi atas berbagai persoalan hidup khususnya masalah LGBT. Di samping sejalan dengan filosofi di Ranah Minang Sumatera Barat itu sendiri.
Penerapan Islam Kaffah Solusi Tuntas Berantas LGBT
LGBT hanya akan dapat diberantas dengan tuntas ketika Islam diterapkan secara kaffah. Islam memiliki mekanisme tiga pilar tegaknya aturan Allah yang akan mencegah adanya LGBT. Tiga pilar tersebut adalah Individu dan keluarga, masyarakat dan negara.
Pilar pertama yaitu individu dan keluarga. Penguatan akidah Islam untuk setiap individu akan mampu mencegah seseorang melakukan kemaksiatan seperti LGBT. Karena sadar bahwa aktivitas tersebut telah diharamkan oleh Allah SWT. Ditambah dengan pendidikan serta pembinaan oleh orang tuanya di dalam rumah sesuai dengan syariat Islam.
Adapun pilar kedua yaitu masyarakat. Islam memerintahkan manusia untuk senantiasa melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Oleh karena itu, setiap kemaksiatan yang tampak di tengah-tengah masyarakat akan segera dimuhasabi oleh masyarakat yang melihat kemungkaran tersebut dengan menegur pelakunya atau bahkan dengan melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Pilar yang ketiga adalah negara. Negara adalah pilar yang memiliki pengaruh besar dalam memberantas LGBT karena melalui negaralah segala aturan diberlakukan. Di antaranya terkait dengan sistem pergaulan/sosial, negara akan menetapkan hukum sesuai syariat Allah yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dan orientasi seksualnya. Melalui sistem pendidikan, negara akan menjadi pelindung dan penjaga umat agar tetap berada dalam ketaatan pada Allah. Kemudian penerapan sistem sanksi sesuai syariat Islam yang tegas akan mampu memberi efek jera atas pelanggaran hukum syara termasuk dalam penyimpangan orientasi seksual. Dan yang tidak kalah penting adalah negara akan menutup rapat setiap celah yang akan membuka peluang pelanggaran hukum syara.
Penerapan syariat Islam secara kaffah khususnya untuk memberantas LGBT tidak akan terwujud dalam sistem demokrasi. Karena keduanya saling bertolak belakang layaknya kutub utara dan kutub selatan. Peraturannya hanya akan menjadi sebatas ide saja layaknya dongeng atau kisah yang dibacakan sebelum tidur atau sekadar omongan belaka. Oleh karena itu, untuk menerapkannya umat membutuhkan sistem khilafah. Karena sistem khilafah lah satu-satunya sistem yang akan menerapkan seluruh aturan Islam.