Generasi Z dan Dilema Pengangguran : Antara Harapan dan Kenyataan




Zelenial atau sering disebut Gen Z adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1997-2012. Mereka adalah orang-orang yang tumbuh di era digital yang serba cepat, dengan akses informasi yang hampir tak terbatas. Kecakapan generasi Z dalam bidang teknologi menjadikan mereka memiliki profil sebagai generasi yang kreatif dan memiliki segudang ide. Selain terkenal sebagai individu yang kreatif, generasi Z digadang-gadang memiliki ambisi besar pada dunia pekerjaan. 

Di samping itu, mereka berharap mendapatkan pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas tinggi hingga mereka bisa tetap menjaga work-life balance namun bisa tetap bekerja kapan saja dan di mana saja. Banyaknya influencer di media sosial yang menggambarkan kehidupan mewah dengan cara mudah dan cepat menjadi salah satu faktor yang membentuk karakter generasi Z yang menyukai easy money (bekerja dengan instan namun menghasilkan banyak uang).

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan not in employment, education and training (NEET) (Kompas.com). Pengangguran adalah keadaan di mana jumlah angkatan kerja lebih banyak dibanding jumlah lapangan pekerjaan. Fakta inilah yang harus dihadapi oleh generasi Z yang justru cenderung rapuh secara mental. Menghadapi fakta tersebut, banyak Generasi Z yang mengalami dilema, cemas hingga depresi karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Sampai-sampai mereka mengusung tren munculnya banner bertuliskan #desperate sebagai tambahan pada profil mereka di situs LinkedIn sebagai bentuk keputusasaan Generasi Z dalam mencari pekerjaan.

 Akar Masalah Pengangguran

Kesulitan generasi Z dalam mendapatkan pekerjaan layak dipengaruhi oleh banyak faktor. Generasi Z harus bersaing dengan ribuan orang untuk memperebutkan pekerjaan yang jumlahnya semakin sedikit, apalagi ada kebijakan negara yang memudahkan korporasi menyerap tenaga kerja asing. Faktor lain yang menambah daftar panjang kecemasan generasi Z adalah mentalitas mereka yang rapuh akibat kegagalan sistem pendidikan hari ini yang gagal membentuk profil insan kamil. 

Sistem pendidikan yang sekuler hari ini telah membentuk generasi yang materialistik dan menganggap bekerja sebagai beban. Belum lagi komitmen negeri ini yang bisa dikatakan sangat lemah dalam kemandirian pengelolaan sumber daya alam. Merupakan sebuah anomali, Indonesia sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia melimpah, namun justru negara-negara asinglah yang menguasainya. Hingga anak bangsa kesulitan mencari pekerjaan. Kalaupun ada, mereka hanya diserap sebagai buruh murah.

Banyaknya pengangguran di kalangan Generasi Z merupakan bukti kegagalan negeri ini. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini memberikan kebebasan pada individu (pemilik modal) memiliki kekayaan alam, termasuk mengelola SDA secara mandiri oleh para pengusaha. Kebebasan pengelolaan sumber daya alam ini dilanjutkan dengan kebebasan perusahaan pengelolanya untuk menetapkan kebijakan tenaga kerja. 

Mereka (para pengusaha) berusaha meminimalisir risiko kerugian dengan hanya merekrut tenaga kerja murah. Sisanya dikerjakan oleh mesin-mesin canggih tanpa memperhatikan efeknya bagi negara. Negara sendiri hanya bertugas sebagai regulator dan seolah lepas tanggung jawab. Negara membiarkan perusahaan asing beroperasi di negeri ini, meski mereka tidak memperhatikan nasib warga negaranya.

Dilema pengangguran yang dihadapi Generasi Z mencerminkan tantangan yang kompleks antara harapan mereka yang tinggi dan realitas sistem kapitalistik liberal. Namun, dengan sudut pandang yang tepat dan sistem yang benar, dilema ini pasti dapat diatasi. Generasi Z memiliki potensi besar untuk membawa perubahan bahkan kebangkitan, asalkan mereka dibekali dengan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam yang mampu memecahkan problematika hidup manusia. Kehadiran negara yang mampu memberikan jaminan lapangan pekerjaan dan mengelola sumber daya alam sesuai dengan aturan syariat akan mampu mewujudkan kehidupan kondusif dan sejahtera bagi seluruh warga negaranya, termasuk generasi Z.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم