Derita Anak dalam Sistem Kapitalisme



Oleh: Nuryati

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Khoiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7 tahun) di Banyuwangi, Jawa Timur. Menteri PPPA mendesak polisi agar segera mengungkap kasusnya. DCN (7 tahun) merupakan siswi kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang dibunuh dan diperkosa sepulang sekolah pada hari Rabu (13/11/2024).

Pada hari itu DCN pulang sendiri dari sekolah ke rumah yang berjarak 1,5 kilometer. Namun ia tak kunjung pulang. Kemudian sang ibu dibantu pihak sekolah menyusuri jalan yang dilewati korban. Akhirnya bocah perempuan tersebut ditemukan tewas dalam kondisi yang mengenaskan di tengah kebun. Sementara sepeda mini yang ia gunakan ditemukan di sungai yang berjarak sekitar 200 meter dari penemuan jasad korban. Tidak hanya dibunuh, hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa korban juga diperkosa oleh pelaku.
(www.nasional.kompas.com)

Di zaman kapitalisme ini banyak sekali kejadian tentang pelecehan seksual, pemerkosaan hingga pembunuhan. Hal ini bisa kita lihat di berita- berita yang lain di berbagai sumber, diantaranya bocah 14 tahun diperkosa di dalam mobil, perkosa anak di bawah umur akibat kecanduan pornografi, predator seksual dan lain sebagainya.

Akar permasalahan yang dialami anak dan remaja Indonesia yaitu penerapan sekularisme dan kapitalisme yang memiliki karakter yang merusak dan menghancurkan, sehingga tidak akan pernah hilang permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk pemenuhan kebutuhan anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik, tanpa mencabut fitrahnya sebagai manusia.

Saat ini banyak anak dan remaja yang tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan baik berupa kebutuhan pokok yang bersifat individu berupa makanan halal dan thoyyib, pakaian yang layak serta tempat tinggal yang nyaman yang mampu melindungi mereka dari panas dan hujan, pun tidak semua anak dan remaja mendapatkan hal itu. Ditambah sebagian anak dan remaja tidak merasakan kenikmatan pelayanan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, keamanan.

Hanya yang berduit saja yang mendapatkan nya. Betapa memalukan negeri ini disebut negeri kaya gemah rimpah loh jinawi tetapi kemiskinan semakin tinggi  dan kemerosotan moral pun tidak terbendung keadaannya. Islam mendefinisikan anak bukan didasarkan pada umur, sebagaimana Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak no 20/2003 menetapkan anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun. Tetapi Islam mendefinisikan anak dengan status baligh atau belum. Pendefinisian anak sangat erat kaitannya dengan pemenuhan hak- haknya dan kewajiban- kewajiban yang melekat pada dirinya.

Anak dalam pandangan Islam di definisi kan yaitu seseorang yang belum mencapai usia baligh, hal ini dijelaskan dalam suatu hadist, Rasullulah SAW bersabda "Pena pencatat amal itu diangkat dari 3 yaitu dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia dewasa (yahtalima) dan dari orang gila sampai ia sadar. " (HR. Baihaqi).

Kata yahtalima adalah orang yang sudah bermimpi (alihtilam). Konsekuensi status baligh adalah seseorang sudah dikenai pembebanan hukum dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap seluruh aktivitas, ucapan dan perbuatan nya. Baligh sebagai pertanda seseorang telah terkena beban taklif syara' yaitu harus melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan.

Jelas definisi anak yang keliru dari KHA dan UU Perrlindungan, akan menyebabkan perlakuan mereka akan keliru. Apalagi ditambah dengan penggunaan pemikiran dan standar liberal terhadap permasalahan anak, maka perilaku yang menyimpang pada anak akan semakin langgeng dan legal untuk tidak diberi sanksi, jelas ini akan semakin hancur dan sengsaralah anak dan remaja Indonesia.

Anak dalam dunia kapitalisme dijadikan sebagai sumber pendapatan, pemerasan dan eksploitasi anak. Sehingga anak rentan dan butuh perlindungan. Anak dan remaja sebagai bagian masyarakat juga berhak untuk pemenuhan kebutuhan dan perlindungan keamanan secara optimal. Semua itu menjadi tanggung jawab penuh kepala negara, Rasullulah SAW bersabda : "Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyat nya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Anak dan remaja yang hidup dalam Daulah Khilafah Islam akan mendapatkan pendidikan yang bertujuan membentuk kepribadian Islam (Syakhsiyah Islamiyah) peserta didik serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Untuk membentuk karakter kepribadian ini maka pendidikan dilaksanakan secara terintegrasi antara sekolah, lingkungan dan keluarga dengan memiliki cara pandang yang sama yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pembentukan kepribadian Islam baik pola pikir maupun pola sikap. 

Selain itu khilafah Islam didukung dengan penerapan sistem politik ekonomi yang mampu memberi jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sehingga meminimalisir tindak kejahatan. Hanya Khilafah Islam yang mampu melahirkan generasi yang hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, memiliki pemikiran dan perilaku yang cemerlang yang berkontribusi bagi penjaga Peradaban yang Mandiri Maju Terdepan.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم