Oleh : Dian Safitri (Aktivis Dakwah)
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, padahal iuran BPJS berdasarkan perhitungan terbaru, naik hingga 10%. Lagi-lagi itu pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial.
Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Rizky Anugerah menjelaskan rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan iuran JKN hingga bulan Oktober mencapai 109,62% artinya beban yang dibayarkan lebih tinggi dari iuran yang didapat. Jika dihitung, BPJS kesehatan mencatat penerimaan iuran sebesar 133,45 triliun, sedangkan beban jaminan kesehatan sebesar Rp 146, 28 triliun. Kenaikan iuran sebesar 10% tidak akan mencukupi untuk menutupi kebutuhan biaya layanan kesehatan dan defisit pasti terjadi lagi hingga bahkan gagal bayar. (finansial.bisnis.com, 07/12/2024).
Hari ini, pelayanan kesehatan yang ada disediakan sebagai jasa komersial. Sebenarnya konsep kesehatan sebagai jasa komersil lahir dari perjanjian GATS WTO pada tahun 1995. Kebijakan tersebut karena sistem kapitalisme mengomersilkan apa pun yang bisa mendatangkan keuntungan meskipun hal itu merupakan kebutuhan publik. Dalam kapitalisme, negara tidak hadir sebagai raa'in (pengurus rakyat) melainkan sebagai regulator fasilitator.
Sungguh konsep negara seperti ini menghasilkan pemimpin yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap dirinya. Mereka hanya menjadi pemimpin yang populis demi pencitraan seolah-olah sudah mengurus rakyat. Mereka hanya menjadi pemimpin yang minim empati kepada rakyat, padahal rakyat menjerit kesakitan akibat pelayanan fasilitas kesehatan yang tidak memadai. Begitu menderitanya rakyat dalam sistem kapitalisme.
Problem kesehatan masih banyak, mulai dari fasilitas dan nakes yang tidak merata, berbiaya mahal, belum lagi dikomersialisasi sehingga alih-alih mendapatkan layanan terbaik, bahkan tidak semua warga negara bisa mengakses layanan kesehatan.
Kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa'in. Kesehatan justru dikapitalisasi atau menjadi industri, bisa dipastikan narasi pemerintah soal anggaran kesehatan yang diprioritaskan dan upaya peningkatan standarisasi profesi kesehatan sejatinya bukan untuk rakyat melainkan, tapi demi melayani kepentingan korporasi. Kesehatan adalah kebutuhan dasar publik yang wajib disediakan oleh negara. Jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat ini hanya mungkin terwujud dalam sistem kepemimpinan Islam.
Dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar publik yang wajib dipenuhi negara. Konsep jaminan kesehatan Islam digali dari dalil-dalil syar'i. Sebagaimana perbuatan Rasulullah Saw ketika memimpin. Beliau menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis. Rasulullah menggunakan seorang dokter hadiah dari Muqauqis, Raja Mesir untuk mengobati salah seorang warganya, yakni ubay (HR. Muslim).
Diriwayatkan pula ada serombongan orang dari kabilah Urainah masuk Islam. Lalu mereka jatuh sakit di Madinah. Rasulullah Saw sebagai kepala negara, meminta mereka tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola oleh Baitul Maal di dekat Quba. Mereka dibolehkan minum air susunya sampai sembuh. (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah konsep jaminan kesehatan dalam sistem Islam yakni khilafah, akan menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk menyediakannya, diberikan secara gratis, tidak dikomersilkan.
Adapun prinsip pelayanan kesehatan dalam Islam yakni; pertama, universal artinya semua warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan. Kedua, masyarakat mudah mengakses layanan kesehatan tanpa terhalangi kondisi geografis atau lokasi pelayanan kesehatan yang jauh. Ketiga, bebas biaya artinya setiap warga berhak mendapat layanan kesehatan secara gratis tanpa dipungut biaya. Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis dan selalu tersedia.
Dengan konsep seperti ini, bisa dipastikan daerah pedesaan akan tetap terjamah oleh fasilitas kesehatan. Masyarakat pedesaan tidak perlu khawatir tidak mendapat layanan fasilitas kesehatan sebab fasilitas kesehatan diberikan gratis dan cukup kepada mereka. Khalifah berperan sebagai raa'in yang menjamin terpenuhinya layanan kesehatan hingga pelosok dengan fasilitas yang memadai, berkualitas dan gratis.
Cuplikan sejarah khilafah dalam jaminan kesehatan, dibuktikan dalam Tarikh Al-Hukama' yang menerangkan, dimana rumah sakit di masa khilafah ada 2 macam yaitu rumah sakit permanen atau rumah sakit di kota-kota dan rumah sakit yang berpindah-pindah atau rumah sakit yang didirikan di desa-desa, Padang pasir dan gunung-gunung.
Adapun rumah sakit yang berpindah-pindah menggunakan unta sebagai media angkutnya. Setiap kafilah rumah sakit dilengkapi kurang lebih 40 unta yang mengangkut berbagai macam peralatan medis dan obat-obatan dan diikuti oleh sejumlah dokter. Mereka mampu mencapai setiap negeri yang berada di bawah kekuasaan Islam.
Jaminan tersebut dipastikan bukan hanya sekedar konsep. Sebab ada perintah syariat seorang khalifah adalah raa'in(pengurus).
Syariat juga menetapkan ada tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh khalifah agar dirinya benar-benar menjadi pengurus rakyat. Sungguh kehadiran seorang perisai menjadi sebuah kebutuhan dan kewajiban yang harus umat wujudkan.
Wallahu a'lam