Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme




Oleh: Lilin Nurul (Aktivis Mahasiswa)

Dalam beberapa tahun terakhir, sertifikasi halal di Indonesia telah menjadi perdebatan yang hangat. Meskipun sertifikasi ini bertujuan untuk menjamin kehalalan produk bagi konsumen Muslim, banyak pihak menganggap bahwa prosesnya kini semakin dipengaruhi oleh kepentingan kapitalisme. Kasus terbaru yang menyoroti isu ini adalah kontroversi yang melibatkan salah satu merek besar makanan yang diduga menggunakan proses sertifikasi yang tidak transparan.

Sertifikasi halal adalah suatu proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa produk yang dikonsumsi sesuai dengan prinsip syariah Islam. Di Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah lembaga yang bertanggung jawab atas sertifikasi ini. Meskipun demikian, banyak konsumen yang merasa bahwa standar dan proses sertifikasi tidak konsisten dan terkadang dipengaruhi oleh kepentingan bisnis.

Baru-baru ini, merek makanan terkemuka bahkan Beer atau minuml beralkohol, yang dikenal luas di masyarakat, menjadi sorotan setelah terungkap bahwa mereka menggunakan bahan baku yang tidak sesuai dengan standar halal atau bahkan menggunkan bahan haram dalam mengelola produknya. Konsumen mulai mempertanyakan keaslian sertifikasi halal yang mereka miliki, dan beberapa bahkan mengklaim bahwa proses sertifikasi yang dilakukan tidak transparan. Berbagai pihak, termasuk ormas Islam dan konsumen, mulai menuntut agar BPJPH melakukan audit ulang terhadap sertifikasi yang diberikan.

Polemik ini mengungkapkan dua sisi yang berbeda dari sertifikasi halal. Di satu sisi, sertifikasi halal memberikan rasa aman bagi konsumen Muslim, tetapi di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa prosesnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis semata. Banyak konsumen kini merasa skeptis terhadap klaim halal yang diberikan oleh berbagai produk, dan hal ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga sertifikasi. Polemik sertifikasi halal di Indonesia mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam menggabungkan prinsip syariah dengan realitas bisnis modern. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kehalalan produk, lembaga terkait perlu memastikan bahwa proses sertifikasi dilakukan secara transparan dan akuntabel. Kasus terbaru ini menjadi pengingat bahwa kepercayaan konsumen adalah aset yang tak ternilai dalam industri makanan halal.

Fenomena seperti ini akan menurunkan kualitas kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, walaupun yang melakukan hanya segelintir oknum swasta. Namun, pada dasarnya sebagai sebuah negara dengan mayoritas masyarakat beragama islam, seharusnya hal seperti ini menjadi pertimmbangan yang matang dengan uji yang jelas, tidak hanya diserahkan kepada pihak swasta atau bahkan oknum pribadi. Islam sendiri, memiliki aturan yang jelas mengenai standar halal dan haram, fakta ini menjadi kebenaran mutlak yang tidak bisa dirubah hanya karna keputusan atau legalisir manusia

Karena itulah, kita memeelukan kewaspadaan yang tinggi dalam mengawasi dan mengontrol berjalannya peraturan-peraturan dengan maksimal. Hal ini hanya dapat dilakukaan, jika Islam di letakkan sebagai sebuah ideologi negara, atau dasar hukum mutlak bagi negara. Yang mana, didalamnya tidak ada lagi kepentingan pribadi yang dapat merugikan maupun menyesatkan manusia kedalam jalan yang salah, justru sebaliknya, negara akan meriayah dengan kokoh, hingga seluruh masyarakat mampu hidup sejahtera, dan tidak menghawairkan permasalahan apa yang mereka konsumsi. Itulah sebab, kita harus mengembalikan kejayaan islam yang pernag menguasai dua pertiga dunia dengan gagahnya. Dan, semoga hari dimana Islam berdiri kokoh, kita bisa menjadi generasi yang menyambung perjuangan Rasululllah. Walahu a’lam bishowab…

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم