Mengapa Label Intoleran Disematkan Hanya Untuk Umat Islam?



Oleh: Dhevi Firdausi, ST.

Pembahasan seputar intoleransi umat beragama seakan tidak ada habisnya. Namun, ada satu hal menarik yang butuh untuk kita cermati lebih dalam. Apakah benar bahwa umat Islam bersikap intoleran? Kondisi ini seperti dikutip dari laman BBC news Indonesia (13/09/2024), menyatakan bahwa  terjadi aksi demo penolakan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di Kota Parepare terjadi pada hari Jum'at. Massa yang datang berdemo berasal dari sekelompok warga dan ormas Islam. Meski telah menyetujui dan memberikan izin pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel, pemerintah daerah Kota Parepare, Sulawesi Selatan, melalui DPRD Parepare justru merekomendasikan penghentian pembangunan sekolah itu setelah mendapat penolakan dari sekelompok demonstran karena sekolah didirikan di tengah masyarakat berpenduduk masyoritas Muslim.

Istilah intoleransi terus digaungkan di negeri ini. Seolah-olah negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini sedang diancam oleh penyakit intoleransi. Parahnya, seringkali label intoleran ini disematkan pada umat Islam. Sementara di sisi lain, perilaku intoleran yang nyata-nyata menghalangi umat Islam melaksanakan ajaran agamanya, para pelakunya tidak disebut intoleran.

Pelarangan kerudung di Bali misalnya, atau pengrusakan masjid di Papua. Ini terjadi karena definisi toleransi yang mengacu kepada definisi global. Definisi global ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik internasional, yang sekarang ini sedang dipimpin oleh Amerika Serikat. Artinya, definisi tersebut mengandung adanya kepentingan politik dari negara adidaya tersebut. 

Padahal dalam Islam jelas ada definisi sendiri tentang intoleransi, yang sudah dipraktekkan dengan baik ketika Daulah Islamiyah tegak berdiri, yang kemudian dilanjutkan pada kekhilafan berikutnya. Seperti yang telah dinyatakan dalam Sirah Nabawiyah, umat Islam pernah hidup dalam satu kepemimpinan umum yang bernama Daulah Khilafah. Daulah ini menerapkan sistem kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah. Definisi intoleransi juga merujuk pada kedua pedoman hidup umat Islam tersebut.

Jika kita amati, persoalan ini terjadi ketika negara tidak hadir sebagai pelindung rakyatnya. Negara justru membuka kran liberalisasi aqidah dan membiarkan terjadinya pemurtadan secara massif. Liberalisasi aqidah meniscayakan terjadinya pemurtadan karena adanya kepercayaan bahwa semua agama baik dan benar. Sehingga masyarakat bebas memilih agama manapun, bahkan sering ganti agama menjadi hal yang biasa. Apalagi negara justru mengacu kepada definisi yang digunakan global. Masyarakat dibiasakan untuk membebek segala sesuatu yang dilakukan oleh negara barat, termasuk liberalisasi aqidah ini.

Agenda global secara nyata tidak berpihak pada Islam. Akibatnya, banyak organisasi, sekolah, serta individu muslim yang taat justru dituduh radikal. Negara sendiri juga bersikap intoleran terhadap umat Islam. Inilah ironi di negeri berpenduduk mayoritas muslim yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis sekuler. Sistem fasad ini berasal dari negara adidaya yang dicontoh oleh negara kita. Sekularisme merupakan sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat bebas membuat aturan sendiri. Dari sekularisme inilah muncul kapitalisme, dimana uang dianggap sebagai sumber kehidupan. 

Islam memiliki definisi toleransi sesuai tuntunan Allah SWT dan rasul-Nya. Inilah yang harus diamalkan. Sejarah telah mencatat, ketika Rasulullah Saw memimpin daulah Islam di Madinah, terdapat tiga agama yang hidup berdampingan dengan damai di dalamnya. Ketiga agama tersebut adalah Islam, Nasrani, dan Yahudi. Mereka mendapatkan perlakuan yang sama sebagai warga negara daulah, tidak ada perbedaan. Bahkan, masyarakat Nasrani dan Yahudi diberikan kebebasan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan mereka di lingkungan mereka sendiri. Al-Qur'an secara tegas menyatakan bahwa diharamkan memaksa orang beragama lain untuk pindah memeluk Islam. Dari sini tampak jelas bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran terhadap pemeluk agama lain.

Ketiadaan negara yang menerapkan syari'at Islam, yang akan berperan sebagai junnah menjadikan umat sebagai sasaran musuh Islam. Umat Islam pun banyak yang tidak memahami tuntunan Islam ini. Oleh karena itu, menjadi kebutuhan untuk menyadarkan umat akan pentingnya khilafah tegak. Untuk memahamkan umat dibutuhkan adanya kelompok dakwah ideologis yang akan terus-menerus mengawal umat dan berjuang bersama menegakkan khilafah Islamiyah.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم