Fenomena Doom Spending Bikin Pening




Mia Annisa (Kreator Digital) 

Belakangan sedang trending topik mengenai fenomena baru dikalangan milenia dan gen Z. Pasalnya generasi milenia dan gen Z diprediksi terancam miskin dari generasi sebelumnya karena terkena doom spending. Sebuah kebiasaan belanja impulsif atau belanja gila-gilaan saat merasakan stres atau cemas tanpa memperhatikan barang-barang yang dibeli tidak diperlukan sekalipun kondisi keuangan tidak mendukung (cnnindonesia.com, 26/9/2024).

Doom spending tidak hanya terbatas pada kegiatan belanja ugal-ugalan tetapi juga aktivitas menghamburkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak urgen atau tidak terlalu diinginkan. Sebagaimana merilis  laporan dari Psychology Today, doom spending tidak akan berat ketika mengeluarkan uang dalam jumlah yang berlebihan untuk pengalaman mewah, seperti perjalanan, makan mewah, nonton konser, membeli boneka Labubu, dan sebagainya.

Perilaku hidup kapitalis 

Fenomena doom spending tidak bisa dilepaskan karena kehidupan yang serba kapitalistik menyebabkan seseorang tidak mampu mengendalikan aktivitasnya alias lost control. Pengendalian terhadap gadget misalnya, keberadaan ponsel pintar yang memberi kemudahan akses untuk belanja maupun berlibur semakin memperburuk fenomena ini. Fitur pembayaran seperti Buy Now, Pay Later (BNPL) turut mendorong perilaku belanja impulsif.

Related dengan hasil laporan State of Mobile 2024, Devie Rahmawati peneliti sosial dari Universitas Indonesia (UI) menyampaikan bahwa 6 dari 10 orang Indonesia adalah generasi Z dan milenial dengan rentang usia 14-40 tahun sebagai penghuni ruang utama digital (jawapos.com, 28/1/024)

Selain itu doom spending terjadi akibat adanya perasaan takut tertinggal atau FoMo. Kebiasaan pamer atau flexing yang sering muncul di platform Instagram dan Tik tok seringkali memberi tekanan bagi kaum muda untuk mengikuti gaya hidup para influencer yang menghabiskan uang untuk tren terbaru agar bisa merasa lebih bebas dan tidak dianggap ketinggalan jaman. 

Kurangnya literasi keuangan memperburuk kondisi tanpa memperhatikan skala prioritas sehingga memicu alokasi dana yang tidak produktif di tambah lagi di tengah ketidakpastian ekonomi Indonesia yang mengalami deflasi. 

Islam memandang fenomena doom spending

Dalam Islam harta adalah amanah yang pengeluarannya harus dilakukan dengan bijaksana. Menentukan skala prioritas, apakah barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan atau hanya sekedar keinginan semata. Islam menganjurkan untuk menghindari perilaku pemborosan (israf). Sebagaimana yang disampaikan dalam firman Allah: 

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-borosan itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra; 26-27). 

Seorang muslim harus senantiasa merasa cukup sehingga akan memunculkan rasa syukur yang tidak akan mudah terpengaruh dalam godaan konsumsi di luar skala prioritas serta dapat menggunakan harta yang dimilikinya dengan bijak. 

Pemahaman semacam ini seyogyanya harus dibangun di atas pemahaman Islam yang utuh bahwa seorang muslim tidak perlu khawatir sekalipun tidak mengikuti tren kekinian. Seorang muslim bukanlah generasi yang doyan mengikuti arus akan tetapi ia adalah seseorang yang memiliki kepribadian khas dan unik yang hidupnya dedikasikan untuk kemuliaan Islam. Wallahu'alam.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم