Etik Pibriani
" Viral beberapa waktu yang lalu, seorang kakek-kakek pedagang yang makan 1x sehari, itupun hanya dengan nasi saja yang diguyur air putih. Netizen yang sempat mendokumentasikannya membagikan di akun X, miliknya. Potret ironi, di negeri zamrud khatulistiwa."
Harga kebutuhan pokok yang terus melambung, menjadikan masyarakat di Indonesia semakin mengencangkan ikat pinggang. Mereka harus memenuhi semua kebutuhan hidup dengan penghasilan mereka yang tak seberapa. Mereka harus berhemat demi bisa bertahan hidup, dengan kadar ke-hemat-an yang jauh dari logika kesehatan manusia.
Diawali dengan harga beras yang mengalami kenaikan, disusul dengan kenaikan harga minyak goreng, tepung, kopi, dan beberapa komoditi lainnya. Masalah ini terus berulang. Naiknya harga satu jenis komoditi akan diiringi dengan naiknya harga komoditi yang lain. Hal itu menjadikan bahan pangan semakin sulit ter-beli oleh masyarakat.
Sebenarnya, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur, gemah ripah loh jinawi. Lahan yang sangat luas, dengan karakter tanah yang bisa ditanami bermacam-macam jenis tanaman. Potensi itu seharusnya mampu mengantarkan Indonesia pada ketahanan dan swasembada pangan bagi rakyatnya.
Namun mengapa wilayah yang lahan pertaniannya sangat luas, potensi sumber daya alamnya besar, tidak mampu mencapai kemandirian pangan ? Apa yang salah dalam sistem pengelolaan sumber daya alamnya?
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah besar hingga pertengahan tahun 2024. Selain beras, data BPS juga menunjukkan bahwa Indonesia masih mengimpor sejumlah bahan pokok lain, seperti daging ayam, telur ungas, lembu, daging lembu, hingga cabai. (CNBC, 2024)¹.
Berbagai alasan yang dikemukakan dalam impor pangan, diantaranya adalah produk lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Itulah sebabnya, enam dari sembilan sembako harus dicukupi dari impor. Keenamnya adalah beras, susu, garam, bawang, daging, dan gula. (detikFinance, 2023)².
Belanja impor Indonesia di pasar internasional dalam 11 tahun terakhir mencapai lebih dari 1000 triliun, atau tepatnya Rp 1,272 triliun.(²). Nilai yang tidak sedikit.
Di sisi lain, sumber daya alam di Indonesia sangatlah mungkin untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan. Indonesia adalah negara ke-14 untuk luas daratan yang paling luas, dan negara dengan garis pantai terpanjang ketiga di dunia. Belum lagi potensi penduduk yang menempati usia produktif lebih dari 50%, ini menjamin ketersediaan tenaga kerja yang banyak. Indonesia juga memiliki empat musim dan curah hujan sepanjang tahun, serta aman dari cuaca ekstrem.(²)
Namun, mengapa Indonesia tidak mampu memenuhi kemandirian pangan bagi rakyatnya?
Bahkan rakyat harus berhemat se-minimal mungkin hanya demi bisa makan, dan bertahan hidup. Tanpa memperhatikan lagi, apakah makanan tersebut memenuhi nutrisi untuk kesehatan mereka atau tidak.
Runtuhnya kemandirian pangan di Indonesia diperparah dengan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak di sektor ketahanan pangan. Misalnya, mahalnya sarana produksi pertanian menjadikan petani kesulitan dalam melakukan usaha pertanian, sulit memenuhi kebutuhan peralatan, bibit, benih, pupuk, pestisida, dan sarana penunjang lainnya. Ditambah lagi alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan tata ruang dan tata kelola lahan. Banyak lahan-lahan subur yang disulap menjadi perumahan atau dialih fungsikan menjadi wilayah industri. Tentu saja hal itu menjadikan pasokan pangan berkurang secara drastis, atau bahkan terhenti. Kondisi itu diperburuk dengan aplikasi teknologi pangan yang sudah usang baik dari sisi produksi, distribusi, maupun pasca panen, yang sudah ketinggalan zaman. (³)
Di tengah kondisi yang sulit tersebut, kapitalisme malah menjadikan peran pemerintah atau negara hanya sebagai regulator atau penghubung bagi rakyatnya. Seharusnya negara adalah pelayan rakyat, membantu rakyat memenuhi kebutuhan dan mewujudkan kesejahteraan. Kapitalisme telah menghilangkan fungsi negara sebagai pelayan terhadap semua urusan rakyatnya. Sebaliknya, Kapitalisme menjadikan hubungan rakyat dan penguasa seperti penjual dan pedagang. Penguasa 'menjual' pelayanannya, dan rakyat harus 'membeli' untuk mendapatkan pelayanan. Sungguh ironis!
Selain itu solusi terhadap ketahanan pangan yang diberikan pemerintah juga hanya bersifat pragmatis, jauh dari solusi yang hakiki. Kelangkaan bahan pangan atau naiknya harga pangan di-solusi-kan dengan mendatangkan barang dari luar negeri atau impor. Padahal sejatinya masalah utamanya bukan hanya pada kelangkaan barang atau tingginya harga. Tetapi, masalah mendasarnya adalah tidak tercapainya kemandirian pangan di negeri ini.
Islam dan Ketahanan Pangan
Berbeda dengan Islam. Islam memiliki visi kemandirian pangan yang jelas. Dalam Islam negara akan melayani rakyatnya dengan baik. Negara wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya, individu per individu. Negara akan memastikan semua rakyat bisa mendapatkan dan mengakses pangan dengan mudah dan murah. Negara juga memperhatikan aspek kesehatan pangan yang diterima oleh rakyat. Bukan hanya hemat, tetapi juga sehat.
Swasta tidak boleh menguasai pengelolaan pangan yang vital, maupun distribusinya. Negaralah yang akan mengelola dengan efisien, tanpa tergantung pada swasta. Hal ini dilakukan untuk mencegah penimbunan dan monopoli yang dilakukan oleh para kapitalis atau individu tertentu yang hanya mementingkan keuntungan pribadinya. Penimbunan, monopoli, dan terhambatnya distribusi, akan menyebabkan melambungnya harga pangan di tengah masyarakat. Akibatnya ketahanan pangan akan terguncang, dan masyarakat akan sulit memenuhi kebutuhannya.
Berbagai upaya pun akan dilakukan oleh negara untuk mendukung sektor pangan. Diantaranya melalui intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian dilakukan salah satunya dengan meningkatkan hasil pangan melalui aplikasi teknologi yang mutakhir. Dengan begitu, hasil pangan bisa ditingkatkan dan dioptimalkan. Ekstensifikasi dilakukan dengan membuka lahan-lahan baru yang potensial untuk produksi pangan, atau mengembalikan fungsi lahan sesuai dengan tata kelola ketahanan pangan. Tanah-tanah mati yang terbengkalai akan dihidupkan kembali agar bisa produktif.
Subsidi juga akan diberikan kepada petani atau masyarakat yang bergerak di sektor penyediaan pangan. Subsidi dilakukan dengan penyediaan modal, penyediaan saprodi pertanian, dan fasilitas penunjang lainnya. Potensi pertanian akan disesuaikan dengan keadaan iklim, letak geografis, kandungan tanah, dan juga kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut. Kepemilikan lahan juga diatur di dalam Islam. Negara akan memberikan lahan kepada masyarakat yang mau melakukan usaha pertanian.(³)
Industrialisasi alat berat dalam mendukung ketahanan pangan juga menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh negara Islam. Melalui badan-badan pemerintahan, negara akan melakukan riset pangan untuk menemukan teknologi-teknologi terkini dalam memproduksi pangan dan mewujudkan kestabilan dan kemandirian pangan.
Peran pendidikan dan pelatihan juga menjadi faktor penting untuk menghasilkan petani-petani muda, para enterpreneur muslim yang cakap, yang menguasai teknologi dan berwawasan luas. Negara akan membuka banyak sekolah pertanian, dan memberikan pelatihan secara gratis bagi seluruh masyarakat secara luas. Negara akan memberikan perhatian serius dalam hal ini.
Dalam sektor keuangan, anggaran negara Islam berbasis Baitul Mall. Anggaran tersebut akan disalurkan kepada masyarakat sesuai dengan politik ekonomi Islam. Negara tidak akan pelit memberikan subsidi kepada rakyatnya dalam bentuk bantuan modal usaha. Itu adalah hak rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Dengan begitu perekonomian akan berputar, dan perekonomian masyarakat akan bergerak.
Demikianlah Islam mengatur sistem perekonomiannya untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sungguh, Islam adalah sebuah sistem yang mensejahterakan manusia dan membawa manusia pada tingkat kehidupan yang lebih baik.
Sistem Kapitalisme membawa pada runtuhnya ketahanan pangan dan hilangnya peran krusial negara dalam melayani rakyatnya.
Sudah selayaknya kita kembali mengadopsi atau mengambil sistem Islam sebagai aturan yang diterapkan ditengah masyarakat.
Wallahu'alam bishshawab.[]
Catatan kaki :
(¹) "78 Tahun Merdeka, RI Masih Doyan Impor Sembako". CNBC, Juli 2024.
(²) "6 dari 9 Sembako Masih Diimpor, RI Darurat Pangan?". detikFinance, Juli 2023.
(³) "Kemandirian Pangan Melalui Lomba, Mungkinkah Terwujud?".Blusukan. Muslimah Media Hub, 2023