Ibu Bunuh Anak: Sekularisme Mengikis Naluri Keibuan




Oleh. Sherly Agustina, M.Ag. 
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)


Lagi, anak terbunuh di tangan ibunya. Walau fakta menjelaskan tersangka sang ibu tiri, tak ada alasan apa pun jika dia seorang ibu seharusnya menjaga fitrah dan naluri keibuannya tetap waras menghadapi badai kehidupan. Bagaimana bisa seorang ibu tega melakukan kekerasan hingga mengantarkan pada kematian? Kasus ini bukan kasus yang pertama kalinya, lantas apa penyebab terjadinya anak terbunuh di tangan ibunya?

Tragis, bocah 6 tahun bernama Nizam ditemukan tewas membusuk di dalam karung pada Kamis, 22 Agustus 2024 lalu. Ibu tirinya telah menganiaya Nizam di rumahnya di Kelurahan Parit Tokaya, Kecamatan Pontianak Selatan, Selasa 20 Agustus 2024. Ayahnya pun tak kuasa menahan tangis saat menceritakan kejadian yang dialami putranya di podcast Denny Sumargo. (Kilat.com, 01-09-2024)

Setelah selesai melakukan autopsi terhadap jenazah Ahmad Nizam Alfahri, bocah berusia enam tahun yang dibunuh oleh ibu tirinya, IF, Tim Dokter Forensik Rumah Sakit Anton Soejarwo mengungkap  penyebab kematian Nizam adalah trauma tumpul di kepala. Ketua Tim Dokter Forensik Rumah Sakit Anton Soejarwo, Natalia menjelaskan, trauma tumpul pada bagian kepala menyebabkan retaknya tulang ubun-ubun kiri sehingga terjadi pendarahan dan pembengkakan pada otak. Akibatnya, ada peningkatan tekanan darah dalam rongga otak kepala yang menekan pusat pernafasan di batang otak dan menyebabkan gagal napas. 

Menurut pihak kepolisian, akibat perbuatannya tersangka dijerat pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara 15 tahun ditambah sepertiga. Tersangka juga akan dijerat dengan pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga  dengan ancaman pidana penjara 15 tahun. Selain itu, tersangka akan dijerat juga dengan pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman pidana penjara 15 tahun. (Pontianakpost.jawapos.com, 28-08-2024).

Sekularisme Biang Keladi?

Adapun motif sang ibu tiri menganiaya hingga menghilangkan nyawa Nizam, pihak polisi masih mendalaminya. Salah satu motif yang membuat IF gelap mata sering melakukan kekerasan pada Nizam, IF merasa suaminya lebih perhatian pada Nizam dibanding pada dia dan anaknya hasil pernikahan dengan ayah Nizam. Terlepas dari motif apa pun, sungguh tak dibenarkan seorang ibu walaupun ibu tiri melakukan kekerasan hingga membuat seorang anak tewas. 

Dalam sistem sekularisme, kewarasan dan kesehatan mental seorang ibu memang berada dalam titik kritis. Berbagai persoalan yang melanda menjadi beban yang tiada terkira. Ketika agama tidak dijadikan pondasi dalam menghadapi kenyataan hidup dan masalah yang sering tak sesuai dengan harapan, tak heran seorang ibu bisa melakukan sesuatu yang di luar nalar. Akibatnya, para ibu baik itu ibu kandung atau ibu tiri banyak mengalami tekanan mental, stres, dan depresi. Seseorang yang harus mengerti kondisi ini ialah yang terdekat yaitu suaminya. 

Keadaan mental ibu yang sering tidak baik-baik saja akhirnya melampiaskan kemarahan dan tekanan jiwanya pada anak. Akibatnya, tak sedikit para ibu yang melakukan kekerasan pada anaknya untuk melampiaskan kekesalan jiwanya yang dianggap kurang perhatian dari orang terdekatnya yaitu suami. Satu sisi memang ada peran suami dalam hal ini, sisi lain seorang ibu diharapkan tetap menjaga kewarasan dan kesehatan mentalnya dengan agama sebagai pondasinya.

Sayangnya, sekularisme telah berhasil mengikis naluri dan fitrah keibuan hingga banyak kasus ibu tega melakukan kekerasan demi kekerasan bahkan hingga tega menghilangkan nyawa anaknya. Titik kritis ini harus menjadi perhatian bersama, bahwa sistem yang ada saat ini telah banyak merusak di berbagai hal termasuk mental para ibu. Dalam sistem sekularisme, relasi suami dan istri yang diidamkan seakan sulit diwujudkan dalam sebuah kenyataan. Padahal, tujuan rumah tangga adalah sakinah (ketenangan) bagi suami, istri, dan anak.

Pandangan Islam

Islam sangat memperhatikan relasi suami dan istri, ibarat sahabat dalam kehidupan yang saling melengkapi dan membahagiakan. Ibu tiri dan ibu kandung hanyalah istilah saja. Selama seorang wanita menjadi seorang ibu, pasti memiliki naluri dan fitrah keibuan yaitu menyayangi anak-anaknya dengan sepenuh hati. Apabila relasi suami dan istri berjalan baik sesuai syariat, di mana akidah menjadi pondasinya maka hanya kebaikan yang ada dalam sebuah rumah tangga. 

Islam mengatur hak dan kewajiban istri dan suami, agar sakinah (ketenangan) dalam berumah tangga bisa terwujud. Islam mengajarkan kepada para orang tua agar mendidik anaknya dengan baik, terutama pendidikan agama sejak dini. Islam pun mengajarkan agar para orang tua menyayangi anaknya, memenuhi kebutuhannya, dan melakukan semua kewajiban yang menjadi hak anaknya. Bahkan, Rasul pun mencontohkan dalam mendidik anak kasih sayang.

Nabi Saw. bersabda: “Sungguh di dalam surga ada rumah yang disebut rumah kebahagiaan yang tidak dimasuki kecuali orang yang membahagiakan anak-anak kecil.” (HR Abu Ya’la dari Aisyah RA)

Hadis lain, diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, Rasulullah saw. dulu meletakkan saya di (salah satu) pahanya dan meletakkan Al-Hasan ibn ʻAli di pahanya yang lain, lalu memeluk kami dan berkata, “Ya Allah! Tolong kasihanilah mereka, karena saya berbelas kasihan kepada mereka. " (HR Al-Bukhari) 


Islam pun mengatur dan mengolah rasa cemburu baik istri pada suami, begitu pun sebaliknya. Atau rasa cemburu ibu pada anak, pun sebaliknya. Cemburu pada kebaikan, jika suami dan anak lebih taat pada Allah misalnya. Kasih sayang yang diberikan seorang ayah pada anaknya sesuai porsinya, begitupun kasih sayang suami pada istrinya. Jika semua dilandasi atas dasar taat pada Allah, maka suami, istri, dan anak akan saling berlomba dalam kebaikan bukan kemaksiatan atau kejahatan.

Kehidupan penuh cinta karena Allah akan menjaga fitrah dan menahan nafsu agar tidak mudah tergelincir pada kemaksiatan atau dosa. Hanya rida Allah saja yang dituju bukan yang lain, Karana paham bahwa apa yang dilakukan di dunia suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Karena para orang tua paham, anak adalah anugerah dan titipan yang harus dijaga dan dididik dengan baik yang nanti akan menjadi investasi akhirat bagi para orang tuanya. Allahua'lam bishawab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم