Tanpa Junnah Umat Islam Terus Teraniaya

 



Oleh: Endang Setyowati


Serangan pesawat nirawak atau drone terhadap warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menewaskan puluhan orang, termasuk keluarga dengan anak-anak. Beberapa saksi mata mengatakan para korban selamat terpaksa harus mencari di antara tumpukan mayat untuk menemukan dan mengenali kerabat mereka yang tewas atau terluka.


Empat saksi mata, aktivis, dan seorang diplomat menggambarkan serangan pesawat nirawak pada Senin yang menghantam keluarga yang menunggu untuk menyeberangi perbatasan ke negara tetangga Bangladesh.


Seorang perempuan hamil tua dan putrinya yang berusia 2 tahun termasuk di antara korban serangan mematikan terbaru di negara bagian Rakhine itu. 


Serangan tersebut merupakan yang paling mematikan terhadap warga sipil di wilayah itu dalam beberapa minggu terakhir, di tengah pertempuran antara pasukan junta dan pemberontak.


Tiga saksi mata memberi tahu Reuters pada Jumat bahwa Tentara Arakan adalah pihak yang bertanggung jawab, meskipun kelompok tersebut membantah tuduhan itu. Milisi dan militer Myanmar saling menyalahkan atas insiden tersebut. Reuters belum dapat memverifikasi jumlah korban tewas atau secara independen menentukan siapa yang bertanggung jawab.


Warga Rohingya telah lama menjadi korban penganiayaan di Myanmar, negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Pada 2017, lebih dari 730.000 Rohingya terpaksa meninggalkan Myanmar setelah tindakan keras militer yang oleh PBB dianggap dilakukan dengan tujuan genosida. VoaIndonesia, (10/08/2024).


Di belahan bumi lain, genosida yang terjadi di Palestina sampai sekarangpun masih belum usai, telah lewat 300 hari genosida dilakukan ribuan korban yang berjatuhan. Sampai saat ini masih banyak video maupun foto-foto tentang korban genosida tersebut diantaranya anak-anak, bayi yang terluka parah bahkan ada yang kepalanya terlepas dari badannya.


Palestina semenjak wilayahnya direbut oleh zionis Yahudi dari tahun 1948 hingga sekarang belum lagi bisa menghirup udara kemerdekaan, justru wilayah Palestina semakin sempit.


Begitulah gambaran yang terjadi pada kaum Muslim saat ini, belum lagi ketika umat Islam menjadi minoritas di sebuah negara, mereka mengalami penganiayaan juga genosida seperti di Rohingnya.


Akan tetap seperti itulah ketika umat Islam saat ini tanpa pemimpin, ibarat anak ayam yang kehilangan induknya maka tidak akan ada yang mau membelanya tatkala ada yang melakukan kejahatan padanya. Kaum muslimin akan selalu ditindas di mana saja, dan akan terus terpuruk selama tidak ada junnah bagi kaum muslimin.


Bisa kita lihat kejadian penganiayaan, maupun genosida umat Islam saat ini tanpa ada yang membela, tak terlepas karena ashabiyyah dalam balutan nasionalisme. Umat Islam yang dahulu satu, wilayahnya mencapai 2/3 dunia dipecah-pecah menjadi lebih dari 50 negara membuat mereka tak ada lagi rasa saling memiliki.


Umat Islam tersekat oleh batas-batas wilayah negeri, seperti terjadi di Palestina, tidak ada satupun negara di dataran Arab yang mau membelanya. Sejak awal kedudukan zionis Yahudi di tanah mereka, mereka berjuang sendiri.


Kalaupun ada yang membela saat ini, itu hanyalah melalui mulut saja yang berupa kecaman-kecaman terhadap kebrutalan zionis Yahudi. Pun nyatanya PBB tidak bisa mengambil langkah yang bisa menghentikan serangan yang terjadi di Palestina. 


Sikap nasionalisme ini sangat buruk dan merugikan kaum Muslim, sebagaimana dinukil dalam buku The Canging Scenes of Life-An Autobiography: Sir John Glubb (Quatet Books, hlm. 54) dia dengan tegas menyatakan "Nasionalisme adalah satu kecelakaan (bagi Dunia Islam, pen.) yang sengaja dibawa masuk dari Eropa".


Kemudian sikap para pemimpin negeri Muslim yang rela menjadi antek barat seperti Amerika. Mereka cenderung membiarkan, bahkan mendukung akan kebijakan Barat, sebagai tuan-tuan mereka. Walaupun mereka tahu saudara seakidahnya berjuang membela diri dengan mati-matian, namun mereka enggan bahkan tidak mau  untuk membela.


Padahal ibarat umat Islam itu satu tubuh, maka wajib baginya untuk saling menjaga dan membela. 


Dalam firman Allah SWT yang berbunyi " Sungguh kaum mukmin itu bersaudara. " (TQS al-Hujarat 49:10).


Karena bersaudara, maka kaum Muslim tidak boleh saling membiarkan tatkala saudaranya terzalimi.


Selain mereka ibarat satu tubuh yang saling menyayangi dan saling menjaga maka ketika ada perang seperti di Palestina, umat Islam di daerah lain wajib untuk membelanya. Sekat-sekat wilayah dihancurkan, sehingga akan mempermudah interaksi oleh sesama kaum Muslim.


Sudah seharusnya kita membuang jauh-jauh sikap nasionalime ini, dan selalu menyakini tatkala umat Islam bersatu maka akan kuat tak terkalahkan. Dan kaum Muslim akan dipimpin oleh seorang Khalifah.


Rasulullas saw bersabda: "Imam (Khalifah) itu laksana perisai; kaum Muslim berperang di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya (HR Muslim).


Hanya Khalifah sajalah yang bisa untuk mengomando agar kaum Muslim pergi berjihad untuk membela negerinya maupun mengadakan futuhat.


Salah satu contohnya yaitu ketika masa Khalifah Al-Mu'tashim Billah, menurut Ibn Khalikan dalam wafiyah al-A'yan, juga Ibn al-Atsir dalam Al-Kamil fii at-Tarikh, adanya berita penawanan atas seorang wanita beriman keturunan Fathimah ra. 


Sampai pada telinga Khalifah Al-Mu'tashim Billah, tidak berfikir lama segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslim menuju kota Amuriyah. Hingga kota Amuriyah pun berhasil ditaklukan, dan berhasil membebaskan wanita mulia tersebut.


Maka begitulah ketika kaum Muslim memiliki pemimpin(Khalifah), tidak akan berani orang-orang kafir menindas kaum Muslim. Karena hanya Khalifahlah yang bisa mengayomi dan menyatukan berbagai negeri Islam saat ini serta menjaga kehormatan kaum Muslim dan menolong kaum yang tertindas dimanapun berada.

Wallahua'lam bishshowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم