LARANG BERHIJAB, BUKTI PEMERINTAH ABAI GENERASI

 




Oleh: Latipah El-Syahidah (Aktivis Muslimah dan Pendidik)


Suka cita dan kegembiraan melanda seluruh rakyat Indonesia dari pekan sebelumnya. Pasalnya, dalam perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-76 Tahun 2024 tidak kalah gegap gempita ketimbang tahun sebelumnya. 


Ada beberapa keunikan yang terjadi pada perayaan tahun ini yaitu pelaksanaan Upacara Hari Kemerdekaan RI bukan lagi diselenggarakan di Istana Kepresidenan Jakarta melainkan di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur.


Petugas pengibar pun telah diterbangkan sebelum hari H tersebut. Namun ada yang mengganjal dalam perayaan pengibaran kali ini. Dalam pengukuhan Paskibraka wanita terlihat tidak ada satupun yang mengenakan hijab. Sontak ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat luas. Sebab Indonesia dengan mayoritas muslim terbanyak tidak mungkin tidak ada yang mengenakan hijab pada saat pengibaran.


Pengurus Pusat (PP) Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menyebut ada 18 dari 76 anggota Paskibraka 2024 yang mengenakan hijab, namun tak menggunakan jilbab saat dikukuhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (CNN Indonesia, 14/8/2024)


Saat viralnya berita di atas maka warganet langsung tertuju pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang disebut mempunyai peran terkait pelepasan hijab yang dilakukan Paskibraka putri tersebut. 


Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengklaim penampilan anggota Paskibraka yang tidak mengenakan jilbab saat pengukuhan dan bertugas adalah kesukarelaan masing-masing mengikuti peraturan yang ada. Itu pun, katanya, sudah disepakati dalam surat pernyataan kesediaan yang bermeterai Rp10.000. (CNN Indonesia, 14/8/2024)


Kecaman tidak hanya datang dari warganet saja. Berbagai kalangan aktivis dan ormas Islam mengecam keras tindakan tersebut. "Ini tidak Pancasilais. Bagaimanapun, Sila Ketuhanan yang Maha Esa menjamin hak melaksanakan ajaran agama,” cuit Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M. Cholil Nafis, dalam akun X (dulu Twitter) resminya. (MalangRaya.com, 14/82024)


Sebuah instansi pemerintahan seharusnya menjadi corong untuk menyampaikan kepada masyarakat luas bahwa penggunaan hijab bukanlah sekadar balutan kain menutup kulit. Lebih dari itu, makna penggunaan hijab dan jilbab (pakaian menutup aurat) adalah sebuah identitas yang tinggi bagi seorang muslimah dan wajib dikenakan oleh wanita yang sudah baligh.


_Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (TQS Al-Ahzab: 59)_


Mengenakan hijab bukan hanya menyoal muslimah pada saat ibadah melainkan dalam aktivitas apapun hijab dan jilbab tetap harus dikenakan tanpa tawar dan tebang pilih muslimahnya. 


Sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan (ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dsb.). Kini paham tersebut sudah terang-terangan merasuk melalui lembaga-lembaga pemerintahan di negara mayoritas Islam. 


Wajibnya, lembaga nasional harus menjadi tombak dakwah untuk kelanjutan generasi penerus agar terciptanya generasi yang berakidah dan taqwa. Bukan  menodai apalagi merusak.


Sungguh ironi, di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia ada aturan yang bertentangan dengan mayoritas pemeluknya (Islam). Semoga Allah menjaga kita dan anak cucu kita dari orang-orang yang berbuat kerusakan terhadap hukum Allah. Aamiin. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم