Dalam Sistem Demokrasi Keadilan Hanya Sebuah Ilusi



Oleh: Nur Ummu Ghazi (Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Generasi)


Tidak asing di telinga kita tentang isi teks pancasila nomor 5 adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menelaah point ini harusnya tidak akan kita dapati dalam fakta di lapangan, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Tapi, kembali hampir di setiap saat kita mendapati keluarga, orang-orang disekitar kita yang diperlakukan sangat tidak adil. Baik dalam sosial, ekonomi, politik, pendidikan, hukum dan hampir di semua titik. Kita melihat dengan mata kepala kita sendiri perlakuan tidak adil. 


Salah satu contoh kita ambil beberapa kasus yang terjadi di Indonesia sendiri. Seorang ibu bernama Asriyani (63 tahun) Situbondo Jawa Timur yang mencuri sebatang pohon jati divonis satu tahun penjara dengan masa percobaan 15 bulan dan denda 500 juta karena mencuri kayu jati milik perhutani. Pada tahun 2018 lalu, seorang nenek 92 tahun Saulina Sitorus yang divonis satu bulan 14 hari  penjara lantaran karena beliau  menebang pohon durian milik kerabatnya, Japaya Sitorus di toba Samosur, Sumatra Utara untuk membangun makam leluhurnya. (cnnindonesia, 14/12/14).


Ini hanyalah sebagian kecil contoh kasus ketidakadilan. Yang tidak tercatat/terekspos malah lebih banyak. Banyak juga masyarakat yang takut untuk melaporkan kedzaliman yang didapatnya karena terkadang lebih banyak biaya untuk melapor, tetapi kasusnya tidak tertangani dengan baik, tidak sedikit diabaikan oleh para pemangku jabatan. Inilah gambaran penyelesaian  ketidakadilan hukum yang berlaku di sekitar kita. Hukum tumpul ke atas tajam ke bawah sudah menjadi makanan sehari-hari. 


Akar Permasalahannya?


Terkadang kita bertanya-tanya maraknya ketidakadilan di Indonesia. Termasuk di negeri lain juga sulit sekali mendapatkan keadilan. Menurut hemat saya, sebenarnya kita gampang untuk menerapkan keadilan dalam semua sisi kehidupan, tapi faktanya sulit. Dari sini kita melihat bahwa keadilan tidak pernah bisa terwujud dalam kehidupan sekarang. Pasti ada hal-hal yang menyebabkannya, karena tidak mungkin ada asap tanpa ada sumber api. 


Masalah keadilan tidak akan pernah usai selama sistem yang dipake untuk menyelesaikan permasalahan adalah hukum buatan manusia. Kita sama-sama tahu bahwa manusia adalah makhluk terbatas dan lebih-lebih menggunakan hawa nafsu dalam menyelesaikan persoalan.


Belum lagi nepotisme yang terjadi. Memberikan hukuman seberapa dekat orang-orang tersebut dengan orang dalam. Dalam sistem kapitalisme juga meniscayakan adannya jual beli hukum, ini bukan rahasia tapi sudah menjadi pandangan yang bisa kita lihat sehari-hari. Bagi orang-orang yang mampu atau keluarga berada/pejabat tidak sedikit yang lolos dari jeratan hukum.


Dan hal ini lumrah di sistem sekuler kapitalisme, yang menang adalah orang-orag yang berduit. Hukuman yang diputuskan pada perkara yang sama bahkan yang jauh lebih besar dari perkara kecil hukumannya lebih berat. Contoh seorang nenek dengan tingkat kejahatan yang dilakukan kecil karena mencuri sepohon kayu, tapi dihukumi layaknya orang yang melakukan kejahatan besar. Sangat berbeda penanganan saat para pejabat yang melakukan korupsi yang merugikan negara triliunan malah tidak di hukum. Bahkan sampai hari ini mereka masih bebas berlenggak lenggok keluar masuk negara lain.


Sangat miris, tapi beginilah yang nampak di tengah-tengah kehidupan kita. Ketimpangan yang begitu nyata dipertontonkan oleh para pemangku jabatan dalam sistem sekuler kapitalisme yang memuja hawa nafsu dan uang. Bagi yang punya uang berhak untuk mendapatkan dan memiliki meski dalam syariat diharamkan. 


Bagaimana Solusi Islam dari Masalah Ketidakadilan?


Islam adalah agama yang bukan sekedar mengatur masalah ibadah mahdhoh saja, tetapi agama yang mengatur seluruh tatanan kehidupan. Mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Maka penyelesaian segala persoalan telah diatur dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam akan sangat sulit kita temukan karena semua berlandaskan syariat Islam.


Halal haram bukan berdasarkan HAM (Hak Asasi Manusia) buah dari sistem sekuler kapitalisme yang dasar prinsipnya berbasis pada liberalisme. Ini telah mengakibatkan penyakit-penyakit sosial semakin marak, kejahatan merajalela dan terus berulang tanpa solusi.


Politik demokrasi yang lahir dari ideologi kapitalisme, berbagai hukum dan undang-undang tidak lagi terikat pada ketentuan syariat. Nepotisme dalam semua lini kehidupan termasuk ketidakadilan dalam negeri akan diberantas habis karena khalifah sendiri akan menghukumi dengan syariat islam yang tidak pandang bulu, tidak melihat siapa yang melakukan. Selama ada yang melanggar syariat maka akan di hukum. Yang mencuri dipotong tangannya, yang berzina di rajam dan juga bagi kesalahan lain maka akan di ta'zir oleh khalifah sesuai tingkat kejahatan yang di lakukan. Dari Aisyah Radiallahu 'anha" beliau menceritakan, 


"Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan nasib seorang perempuan dari bani Makhzumiyyah yang kedapatan mencuri. Mereka berkata. Siapa yang bisa melobi Rasullullah ? Mereka pun menjawab, ' tidak ada yang berani kecuali Usamah bin zaid yang sangat dicintai oleh Rasulullah. ' maka Usamah pun melobi Rasullullah untuk meringankan atau membebaskan  si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasullullah shallalahu alaihi wasalam kemudian bersabda: Apakah engkau memberi syafaat  berkaitan dengan hukum Allah ? Rasulullah pun  berdiri dan berkhutbah, ' Wahai manusia sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian jika ada orang mulia memiliki kedudukan diantara mereka  yang mencuri, maka mereka  biarkan(tidak dihukum), Namun jika yang mencuri  adalah orang-orang yang lemah diantara mereka , maka mereka menegakkan hukum Allah atas  orang tersebut. Demi Allah  sungguh jika Fatimah Binti Muhammad mencuri aku sendiri yang memotong tangannya"). ( HR. Bukhari  no 6788 dan HR. Muslim 1688). 


Maka tidak heran, selama 14 abad lamanya Islam memimpin hanya 200 san kasus  aja yang terjadi. Itulah sekilas cara khilafah dalam menangani permasalahan yang terjadi. Wallahu'alam bishshawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم