Oleh: Dhevi Firdausi, ST.
Ada berita terbaru dalam dunia pendidikan, yang cukup mencengangkan. Setelah sebelumnya ribuan siswa remaja di berbagai kota mengajukan permohonan dispensasi nikah karena banyak yang hamil duluan. Kemudian disusul munculnya berita marak perceraian tenaga pendidik karena perselingkuhan. Bulan Agustus ini ditetapkan PP terbaru tentang kesehatan sistem reproduksi, yang salah satu pasalnya menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa sekolah.
Hal ini seperti dikutip dari laman BBC news Indonesia, pada tanggal 5 Agustus 2024 kemarin. Laman tersebut menyebutkan bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tentang Kesehatan itu mencakup beberapa program kesehatan termasuk kesehatan sistem reproduksi. Pasal 103 mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja memunculkan polemik khususnya Ayat (4) butir “e” yaitu penyediaan alat kontrasepsi. Netty Prasetiyani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (RI) di Komisi IX yang membidangi kesehatan dan kependudukan, dalam pernyataannya menyebut PP yang ditandatangani pada Jumat (26/07) itu “dapat menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja”.
Kebijakan pemerintah tersebut menuai kontroversi di masyarakat. Kewajiban menyediakan layanan kesehatan reproduksi, menurut pemerintah, salah satunya adalah dengan menyediakan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja. Dengan adanya alat kontrasepsi tersebut, kemungkinan aktivitas hubungan yang mereka lakukan lebih aman dari penyakit menular seksual. Namun, masyarakat mengkhawatirkan, PP terbaru ini akan mengantarkan remaja pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan di masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun dampaknya akan membawa para remaja ke dunia free seks yang bisa merusak akhlak mereka.
Liberalisasi sendiri adalah budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan, termasuk bebas berperilaku. Masyarakat di negara barat sudah terbiasa dengan seks bebas, mereka tidak menganggap penting adanya pernikahan. Akibatnya, banyak anak yang lahir diluar nikah, bahkan tidak jelas siapa orang tuanya. Pada masa sekarang, AS adalah negara adidaya, yang menjadi mercusuar dunia. Peradaban barat banyak dicontoh oleh negara lain, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah gaya hidup liberal, setiap orang bebas melakukan apa yang diinginkan, tanpa batasan.
Aturan reproduksi ini juga meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan masyarakat dan peradaban manusia. Sistem sekuler tersebut juga diterapkan dalam dunia pendidikan. Misalnya, dalam sistem pendidikan yang sekuler, kepuasan jasmani adalah tujuan hidup setiap manusia. Kepuasan jasmani ini menolak semua batasan, termasuk batasan yang dibuat oleh agama. PP kesehatan reproduksi disinyalir dibuat untuk meraih kepuasan jasmani setiap siswa.
Dalam menyikapi kondisi ini, kita sebagai seorang muslim, tentu menjadikan Islam sebagai pedoman kehidupan. Aturan Islam sangat lengkap. Tidak hanya mengatur ibadah ritual semata, tapi juga mengatur hubungan sosial masyarakat. Dalam Islam, seks bebas atau perzinahan haram hukumnya. Al-Qur'an, surat An-Nur menjelaskan sanksi bagi orang yang berzina adalah hukuman cambuk 100 kali bagi yang belum menikah, dan hukuman rajam bagi yang sudah menikah. Rasulullah Saw dan para Khulafaur Rasyidin telah memberikan contoh tentang pelaksanaan sanksi ini. Terbukti, sanksi yang tegas tersebut berhasil mencegah masyarakat dari perzinahan.
Islam juga mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Seseorang yang memiliki pribadi Islam akan memahami hal yang bersifat halal-haram, serta menjadikannya standar kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, termasuk dalam sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan Islam dibuat berasaskan Al-Qur'an dan Sunnah. Kurikulum tersebut akan membentuk remaja memiliki keimanan yang kuat, memahami aturan Islam, dan melaksanakannya. Seorang siswa yang mengetahui bahwa tujuan hidupnya hanya untuk meraih ridlo Allah SWT, tidak akan terjerumus dalam perbuatan zina. Daulah Islam adalah negara yang adil, untuk siswa non muslim, akan ada kurikulum yang sesuai dengan keyakinan mereka. Tentu saja, kurikulum tersebut tetap dijaga oleh negara agar terlindung dari pengaruh liberalisasi barat. Selain itu, negara harus melakukan edukasi masyarakat melalui berbagai sarana khususnya media massa. Sosial media akan selalu diawasi agar tidak ada pornografi dan pornoaksi, yang bisa mengakibatkan pergaulan bebas merebak di masyarakat.
Penerapan sistem sanksi sesuai Islam secara tegas akan mencegah perilaku liberal. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai jawabir dan zawajir. Sebagai jawabir, sanksi tersebut akan menghapus dosa zina yang telah dilakukan oleh pelaku, sehingga kelak di akhirat sudah tidak diminta pertanggung jawaban lagi. Sedangkan sebagai zawajir, penerapan sanksi tersebut akan mencegah merebaknya perbuatan zina di masyarakat. Demikianlah Islam, sistem aturannya mampu memberikan solusi yang solutif bagi permasalahan masyarakat, di setiap massa dan setiap tempat.[]