Sistem Sekuler Gagal Memberi Jaminan Perlindungan Terhadap Anak

 


Ernita S (Pendidik)


Akhir-akhir ini berita mengenai kasus pencabulan atau kekerasan seksual semakin marak terjadi di berbagai wilayah. Bahkan berita yang menginformasikan anak-anak sebagai pelaku kriminalitas bukan menjadi hal baru lagi. Fenomena seperti ini yang sering terjadi dikarenakan terinspirasi dari totonan maupun game yang sering diakses. Hingga perilaku anak-anak yang dilakukan sekarang tidak lagi menjadi korban namun sudah menjadi tersangka.


Polisi mengklaim tersangka dalam kasus pencabulan siswi SD berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara yang dilakukan 26 orang rata-rata anak di bawah umur alias masih berstatus pelajar. Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk masih belum mau mengungkapkan identitas para tersangka karena mayoritas anak di bawah umur. "Kita sudah ada penetapan tersangka cuman kita belum mau ekspos dulu, masih menunggu pengembangan terhadap tersangka yang lain itu. Ini juga kami lakukan hati-hati, karena rata-rata tersangka anak di bawah umur," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Minggu (23/6). (Cnnindonesia.com, 25/6/2024)


Sangat ironis anak-anak sudah tidak ada lagi mempunyai tempat yang aman bagi mereka. Anak yang menjadi korban tidak hanya luka secara fisik namun menyisakan trauma secara mendalam. Apalagi psikologis dan mentalnya akan dirusak hal ini semakin memperparah kondisi pada anak.  Pada dasarnya anak seharunya mendapat jaminan dan terlindungi dari penegak hukum. Namun apa jadinya apabila penegak hukum yang seharusnya melindungi justru menjadi ancaman bagi anak-anak seperti oknum polisi yang melakukannya.


Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang membeberkan kronologi dugaan kasus penganiayaan AM (13) oleh oknum polisi hingga tewas di Kuranji, Sumatra Barat. Direktur LBH Padang, Indira Suryani menyampaikan berdasarkan hasil investigasi yang telah dilakukan, AM sekitar 04.00 WIB tengah mengendarai sepeda motor dengan korban A di jembatan aliran Batang Kuranji Jalan By Pass KM 9 pada Minggu (9/6/2024). Kemudian, AM dan rekannya diduga didatangi oleh anggota Sabhara Kepolisian Daerah Sumatra Barat (Polda Sumbar) yang sedang patroli menggunakan motor dinas berjenis KLX. (Kabar24bisnis.com, 25/6/2024)


Anak menjadi korban kekerasan di lingkungan masyarakat, sekolah, bisa jadi dari pihak keluarga. Pelakunya bisa dari orang dewasa termasuk orang tua dan guru, teman sebaya, bahkan dari aparat. Kasus semacam ini tidak hanya bentuk kejahatan namun telah menciderai profesi polisi yang notabene memiliki amanah menjamin dan melindungi masyarakat justru sebagai pelaku.


Negara menjadi salah satu sumber kekerasan karena menerapkan aturan yang memberi celah lebar bagi terjadinya kekerasan terhadap anak. Bahkan sistem sanksi pun tak mampu mencegahnya dari tindak pidana tersebut. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir maupun untuk mencegah berbagai kasus yang menimpa anak-anak. Namun beberapa regulasi yang ditetapkan belum bisa menjadi solusi dari permasalahan ini. 


Keberadaan kementerian khusus pun dengan segala programnya, nyatanya belum mampu mewujudkan perlindungan anak. Semua karena dilandaskan pada paradigma sekuler kapitalisme yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Sehingga memandang anak pun dengan cara pandangan tersebut. Akibatnya sistem sekuler kapitalis telah membuat negeri kehilangan arah  demi memberikan perlindungan berlapis kepada anak.


Bermacam-macam kasus yang menyasar kepada anak-anak tidak terlepas dari sistem sekuler yang tersistematis. Dimana sekulerisme ini membuat pola dan gaya hidup seseorang yang merasa bebas untuk mengatur hidupnya. Disisi lain, negara justru memberikan kelonggaran dan permakluman kepada orang yang berbuat maksiat dengan dalih kebebasan. Maka tidak mengherankan jika kejahatan semakin merajalela dengan berbagai motif maupun berbagai cara melakukannya.


Berbeda dengan sistem Islam  yang dapat membentuk generasi memiliki kepribadian yang mulia dengan aturan yang sempurna dan sangat rinci. Dimana anak-anak tidak hanya dicetak untuk mencapai duniawi saja apalagi terlibat melakukan perbuatan kriminal. Bahkan Islam menetapkan selamatnya anak dari berbagai perilaku kejahatan yang bukan tangung jawab keluarga dan masyarakat saja melainkan negara juga mempunyai peran yang besar untuk mewujudkan anak-anak berkualitas. Dalam sistem Islam memiliki  perlindungan anak dengan tegaknya tiga pilar.


Pertama, adanya keimanan dan ketakwaan individu yang selalu mendorong agar terikat dengan hukum Islam secara menyeluruh. Sehingga keluarga akan dituntut untuk menerapkan aturan Islam dalam lingkup keluarga. Adanya bekal yang dimiliki akan bisa menjadi benteng individu dari perbuatan maksiat bahkan kriminal.


Kedua, kontrol masyarakat dengan amar makruf nahi munkar yang akan menguatkan individu dan keluarga. Dimana tanggung jawab masyarakat sangat penting untuk mencegah berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Dari sinilah tidak ada celah sedikit pun kemungkaran yang terjadi maka perbuatan tindak pidana dapat diminimalisir.


Ketiga, penerapan aturan oleh negara yang wajib menjamin rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat maksiat. Sehingga negara harus memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan yang apabila terpenuhi maka akan terhindar dari perilaku kejahatan yang dilakukan orang dewasa yang bisa ditiru oleh anak-anak. Di sisi lain, negara harus menerapkan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang dapat mencetak anak-anak yang memiliki kepribadian Islam agar terhindar dari perbuatan dosa. 


Apabila semua pihak berkontribusi baik dari individu atau keluarga, masyarakat dan negara yang tidak kalah penting perannya akan bisa mewujudkan generasi yang berkualitas. Hal ini harus dilakukan perubahan yang mendasar tidak boleh muncul kasus yang sama dengan motif berbeda. Maka dengan penerapan semua aturan Islam dalam semua bidang kehidupan perlindungan terhadap anak akan dapat diwujudkan.

Wallahu a'lam bishshawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم