Penulis: Naila Zayyan (Forum Muslimah Indonesia ForMind)
Krisis pupuk subsidi di Indonesia semakin parah, dan dampaknya sangat dirasakan oleh petani di berbagai daerah. Situasi ini menjadi sorotan utama dalam berbagai laporan media, seperti yang terjadi di Kecamatan Soko, Tuban, di mana harga pupuk subsidi tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Sementara itu, petani di Manggarai, NTT, harus menempuh jarak hingga 80 km untuk mendapatkan pupuk subsidi yang mereka butuhkan. Realitas ini menggambarkan betapa sulitnya akses pupuk bagi petani, yang seharusnya menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Masalah ini semakin kompleks dengan fakta bahwa pemerintah Indonesia memiliki utang yang besar kepada PT Pupuk Indonesia, BUMN yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penyediaan pupuk. Utang ini mencapai angka Rp125 triliun, yang tentu saja menjadi beban berat bagi negara dan memengaruhi kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pupuk petani. Kondisi ini menunjukkan adanya kapitalisasi pupuk di mana perusahaan memiliki kendali penuh atas pengadaan dan distribusi pupuk, sementara negara tampak lepas tangan dalam menjalankan perannya sebagai pelindung petani.
Akar Masalah
Kapitalisasi pupuk dan ketergantungan pada perusahaan swasta atau BUMN adalah salah satu akar masalah utama dalam akses pupuk bagi petani. Dalam sistem ini, perusahaan berorientasi pada profit, sehingga tidak jarang terjadi penimbunan dan manipulasi harga. Akibatnya, pupuk yang seharusnya tersedia dengan harga terjangkau bagi petani justru menjadi barang langka dan mahal.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang kurang efektif dan terkoordinasi juga memperburuk situasi. Banyak petani mengeluh bahwa distribusi pupuk sering kali tidak merata dan cenderung lambat. Selain itu, adanya permainan di tingkat distributor yang menyebabkan harga pupuk subsidi melonjak tinggi, jauh dari HET yang ditetapkan. Kondisi ini sangat memberatkan petani kecil yang modalnya terbatas.
Dampak Terhadap Petani dan Ketahanan Pangan
Dampak dari sulitnya akses pupuk ini sangat signifikan. Pertama, produktivitas pertanian menurun karena tanaman tidak mendapatkan nutrisi yang cukup. Kedua, biaya produksi pertanian meningkat, yang pada akhirnya berdampak pada harga jual hasil panen. Ketiga, ketidakstabilan pasokan pangan nasional yang bisa memicu inflasi harga pangan dan mengancam ketahanan pangan negara.
Petani di daerah terpencil, seperti Manggarai, menghadapi tantangan yang lebih besar. Mereka harus menempuh perjalanan jauh dengan biaya tambahan hanya untuk mendapatkan pupuk. Hal ini tentu menguras tenaga, waktu, dan biaya mereka, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kegiatan pertanian lainnya. Kondisi ini menunjukkan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya yang seharusnya merata dan mudah diakses oleh semua petani.
Analisis Kebijakan
Kebijakan subsidi pupuk sebenarnya sudah lama diterapkan di Indonesia, namun implementasinya masih jauh dari harapan. Subsidi yang bertujuan untuk meringankan beban petani sering kali tidak sampai ke tangan mereka yang berhak. Kebocoran anggaran, korupsi, dan birokrasi yang berbelit menjadi hambatan utama. Selain itu, kurangnya pengawasan yang ketat membuat program ini tidak berjalan efektif.
Utang pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia sebesar Rp125 triliun juga menunjukkan adanya masalah dalam manajemen keuangan negara. Utang ini bukan hanya menunjukkan ketergantungan pada BUMN, tetapi juga ketidakmampuan negara dalam mengelola anggaran untuk sektor pertanian dengan baik. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak pada keberlanjutan program subsidi dan kesejahteraan petani.
Solusi Islam Kaffah di Bidang Pertanian
Dalam perspektif Islam, pertanian adalah sektor strategis yang harus mendapat perhatian penuh dari negara. Islam mengajarkan bahwa negara harus berperan aktif sebagai pelayan rakyat, memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi, termasuk kebutuhan akan pupuk bagi petani. Berikut adalah beberapa solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi masalah ini:
1. Negara sebagai Pelayan Rakyat: Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, termasuk para petani. Negara harus mengambil alih peran utama dalam pengadaan dan distribusi pupuk, tidak menyerahkannya pada mekanisme pasar yang kapitalistik. Dengan demikian, negara dapat menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi seluruh petani.
2. Bantuan Modal dan Fasilitas: Negara juga harus memberikan bantuan modal kepada petani yang kurang mampu. Bantuan ini bisa berupa pinjaman tanpa bunga, subsidi, atau hibah yang digunakan untuk membeli pupuk dan sarana produksi lainnya. Selain itu, pembangunan infrastruktur seperti jalan, irigasi, dan fasilitas distribusi yang memadai akan sangat membantu petani dalam menjalankan usaha mereka dengan lebih efisien.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam kaffah dalam pengelolaan pertanian, diharapkan masalah akses pupuk yang sulit ini bisa teratasi. Negara yang berperan aktif sebagai pelayan rakyat akan memastikan setiap petani mendapatkan hak mereka untuk mengakses pupuk dengan mudah dan harga yang terjangkau. Bantuan modal dan fasilitas dari negara juga akan membantu petani kecil untuk tetap bertahan dan berkembang, sehingga ketahanan pangan negara dapat terwujud dengan baik. Wallahu a'lam bishshawwab.[]