Penguasa yang Dirindukan Umat

 



Oleh Ummu Karimah (Guru Honorer)


Sudah berulangkali peristiwa jembatan putus ataupun rusak tak kunjung diperbaiki. Kali ini terjadi di Desa Gunamekar kecamatan Bungbulang kabupaten Garut.


Jembatan sungai Cirompang di desa Gunamekar yang rusak itu membuat warga kampung Wangun menjadi terisolasi karena jembatan itu menjadi satu-satunya akses keluar masuk wilayah itu. Warga kampung tersebut mengaku kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari karena jembatan terputus. Akibatnya warga terpaksa harus menyeberangi jembatan sambil bertaruh nyawa.


Para pemilik kendaraan kampung tersebut terpaksa menitipkan kendaraan bermotor mereka di halaman salah seorang warga di kampung Saparantu, Desa Jagabaya kecamatan Mekar Mukti.


"Motor-motor ini punya orang kampung sebelah. Kebetulan karena jembatan putus, kendaraan bermotor mereka dititip di sini", ujar warga kampung Saparantu, Nia Kusmawati (48).


Menurut Nia, warga yang ingin beraktivitas menuju wilayah perkotaan atau bahkan ke pasar harus berjuang menyeberangi sungai tersebut, baru bisa mengambil motor. Begitu pula sebaliknya ketika pulang. Menurutnya ada sekitar 20-30 unit motor yang dititipkan di halaman rumahnya. (Beritasatu.com, 23/06/2024)


Hal ini menunjukkan kelambanan pemerintah dalam mengurus kebutuhan publik rakyat. Permasalahan-permasalahan warganya tidak menjadi prioritas utama.


Sementara Kades Jagabaya, Yayan Suryana (55) menyatakan bahwa jembatan ini merupakan penghubung 2 kecamatan. Menurut Yayan, tidak ada alternatif lain yang bisa dilalui oleh warga kampung Wangun tersebut. "Warga itu hanya bisa melalui sungai ini saat musim kemarau. Namun kalau musim hujan datang, debut air yang cukup deras apalagi banjir warga jadi terisolasi," ujarnya.


Ia meminta agar perbaikan jembatan segera diselesaikan oleh pemerintah terkait. Pasalnya jembatan tersebut sangat penting untuk menopang aktivitas warga. Dirinya juga mengimbau kepada masyarakat sekitar untuk lebih berhati-hati ketika melalui sungai selama jembatan diperbaiki.


Peristiwa ini menunjukkan bentuk kelemahan penguasa kapitalisme sekuler di dalam amanah kepemimpinan. Berbeda dalam sistem Islam, keamanahan seorang pemimpin nampak nyata dalam keseriusan menyelesaikan masalah-masalah yang dialami rakyatnya.


Khalifah Umar bin Khattab ra. sampai-sampai takut ada hewan terperosok gara-gara jalan yang rusak.


Dalam Al Qur'an Allah berfirman, "Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu Khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan." (QS. Shad [38]: 26)


Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini menjadi dasar bahwa seorang pemimpin harus menjalankan amanah kepemimpinannya dengan penuh rasa tanggung jawab. Balasan untuk pemimpin yang zalim adalah siksa pedih yang sudah Allah siapkan di akhirat (Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur'anul 'Adzim).


Dalam hadits yang sudah sering didengar, Rasulullah saw. menyampaikan, "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya..." (HR. Bukhari)


Sayyidina Umar bin Khattab ra., khalifah kedua dalam pemerintahan Islam setelah wafat Rasulullah saw., merupakan sosok pemimpin yang sangat adil. Baginya menjadi seorang kepala negara bukan sebuah previlage yang membuat dirinya lebih istimewa dibandingkan rakyat biasa, tapi ada amanah besar yang harus diembannya.


Satu malam di saat Umar berpatroli, didapati sebuah rumah yang masih menyala cahayanya. Ternyata setelah mendekat, itu adalah nyala api milik seorang janda tua dengan tiga anak kecil yang sedang menangis. Wanita itu sedang memasak sesuatu sambil menyumpahi Umar. "Wahai Tuhanku, berilah balasan terhadap Umar. Ia telah berbuat zalim. Enak saja, kami rakyatnya kelaparan sementara dia hidup serba berkecukupan," kata si wanita itu.


Mendengar ucapan wanita itu, Umar menghampirinya dan mengucapkan salam. "Bolehkah kami masuk?", "Silahkan," jawab si wanita itu. Dia tidak tahu bahwa laki-laki yang menghampirinya adalah Umar.

Umar bertanya tentang kondisi mereka.

"Kami datang dari jauh. Aku dan anak-anakku kelaparan. Aku tidak punya apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa," terang wanita itu dengan sendu.

"Lalu apa yang kau masak di dalam panci ini?" Umar bertanya lagi.

"Itu hanya air mendidih, agar anak-anak mengira aku sedang memasak sesuatu dan dengan itu mereka terhibur lalu tidur."


Mendengar semua itu Umar sangat malu, sedih dan tentu merasa sangat berdosa. Segera ia pergi menuju Baitul mal mengambil sekarung gandum dan memanggul gandum itu oleh dirinya sendiri untuk diberikan kepada wanita tersebut. Saat pembantunya Zaid bin Aslam hendak membawakan gandum itu Umar menolak seraya berkata, "Jangan. Biar aku saja yang membawanya. Anggap saja aku sedang memikul dosa-dosaku. Juga semoga menjadi penghalang dikabulkannya doa wanita itu."


Sesampainya di rumah wanita itu, Umar memberikan sekarung gandum dan memasakkan makanan untuk mereka. Kisah Umar ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi setiap pemimpin di negeri ini. 


Seringkali mereka mengabaikan masalah-masalah yang dialami rakyat. Sementara kepentingan pribadi menjadi prioritas mereka. Penguasa zalim lahir dan terbentuk pada sistem kapitalis sekuler.


Sedangkan penguasa yang dirindukan umat, bukanlah sembarang pemimpin. Dia harus memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi. Takutnya hanya pada Allah. Penguasa yang akan melayani rakyatnya dengan cara melaksanakan aturan Islam kafah dalam kehidupan. Penguasa-penguasa Islam yang dirindukan umat seperti ini hanya akan lahir dan dibentuk dalam sistem Islam. Wallahua'lam bishshawab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم