Muharram Momentum Perubahan Umat Menuju Islam Kaffah

 


Endah Sulistiowati, Tri Widodo, & A.M. Pamboedi (Tim Ahad)


Pakistan resmi menjadi negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Negara Asia Selatan itu berhasil menggeser Indonesia yang selama ini memegang predikat tersebut.


World Population Review melansir, jumlah penduduk beragama Islam di Pakistan saat mencapai 240,8 juta jiwa atau 98,19 persen dari total populasi negara. Di urutan kedua, Indonesia mencatatkan sebanyak 236 juta jiwa penduduk Muslimnya atau 84,35 persen dari total populasi negara tersebut.


Urutan ketiga ada India, dengan penganut Islamnya sejumlah 200 juta jiwa. Sementara di posisi keempat dan kelima ada Bangladesh dan Nigeria dengan penduduk Muslim masing-masing sebanyak 150,8 juta dan 97 juta jiwa.


Mayoritas Muslim tinggal di Afrika Utara dan Tengah, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Pada 2024 ini, Islam memiliki lebih dari 2 miliar pengikut dan menjadi agama terbesar kedua secara global. Diperkirakan jumlah pemeluk agama Islam akan melebihi kaum Nasrani pada 2050.


Namun sayangnya dengan jumlah pemeluk yang sangat besar, umat Islam tidak memiliki kekuatan politik dan militer. Hingga saat ini umat Islam masih menjadi umat yang lemah, yang mudah dicengkeram oleh penjajah.


Sehingga umat Islam butuh menjadi umat yang kuat, butuh institusi politik yang tangguh, butuh pemimpin yang taat, yang akan menerapkan Islam secara kaffah. Sehingga umat Islam bisa berdiri tegak, membebaskan saudara-saudaranya yang terjajah, serta mampu kembali menjadi yang disegani. Untuk itulah di momen 1 Muharram ini perlu ada gebrakan baru berupa perubahan totalitas.


Untuk itulah dalam tulisan ini ada beberapa hal yang perlu dibahas untuk menuju perubahan tersebut, yaitu:


1) Faktor apa saja yang menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran?


2) Dampak apa saja yang ditimbulkan dari kemunduran umat Islam?


3) Bagaimana harusnya perubahan hakiki dalam Islam?


Faktor Penyebab Kemunduran Umat Islam


Sungguh sangat memprihatinkan, ketika melihat peristiwa kebrutalan dan tidak berprikemanusiaan entitas Yahudi di negara Israel menyerang penduduk Palestina dalam peperangan yang tidak berimbang, namun umat Islam yang konon sudah berjumlah 2 miliar jiwa tidak sanggup membela dan membantu masyarakat Palestina itu. Ironis.


Setelah keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani 1934M, dunia internasional tidak lagi menganut sistem pemerintahan _trans nasional_, melainkan _negara-bangsa_. Akan tetapi, umat Islam sebenarnya tetap berupaya membina persatuan dan kerukunan satu dengan yang lainnya, terlebih setelah terjadinya peristiwa pembakaran sebagian Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.


Beberapa negara yang berpenduduk mayoritas muslim, ditengah keprihatinan atas peristiwa laknat itu, berkumpul dan bermusyawarah di Rabat, Maroko, pada tanggal 22 - 25 September 1969. Dari perkumpulan dan musyawarah itu, lahirlah wadah organisasi umat Islam Internasional yang kemudian dikenal dengan nama OKI.


Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengoordinasikan kerja sama antar-negara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan rakyat Palestina. OKI beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika.


Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim. OKI mengesahkan OIC-2025 Programme of Action pada 2016. Dokumen tersebut program prioritas OKI, beserta Prinsip dan Tujuan-tujuan utama. Sejumlah isu yang masuk menjadi prioritas antara lain Palestina, kontra-terorisme dan Islamofobia, perdamaian dan keamanan, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, serta sains, teknologi, dan inovasi.


Dalam mencapai prioritas-prioritasnya, OKI akan mendasarkan diri pada sejumlah prinsip seperti solidaritas Islam, kemitraan, dan kerja sama; good governance; serta koordinasi yang efektif dan sinergi. KTT Islam terakhir kalinya diselenggarakan di Makkah, pada 31 Mei 2019. KTT tersebut antara lain mengesahkan Resolusi Palestina dan Al Quds Al Sharif, yang intinya menegaskan kembali komitmen dunia Islam dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Namun pertanyaannya, mengapa hingga hari ini Palestina masih terjajah dan menderita serta berjuang sendiri? Kemanakah komitmen KTT itu?


Secara teori, sejarah Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode, yang dimulai dari Periode Klasik (650-1250), Abad Pertengahan (1250-1800), dan Periode Modern (1800-sekarang). Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa periode Abad Pertengahan Islam dimulai saat Bani Abbasiyah runtuh pada 1258 hingga timbul kebangkitan kembali pada sekitar abad ke-19.


Pada Abad Pertengahan, berbagai krisis yang sangat kompleks menerpa dunia Islam hingga mengakibatkan kemunduran. Periode Abad Pertengahan ini dapat dibagi lagi ke dalam dua pembabakan, yaitu Masa Kemunduran (1250-1500) dan Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800).


Awal kemunduran peradaban Islam dimulai saat Baghdad, yang merupakan ibu kota Bani Abbasiyah dan pusat peradaban Islam, diserang dan dihancurkan oleh tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan pada 1258. Tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan menyerang Baghdad setelah Khalifah Bani Abbasiyah saat itu, Al-Mu'tashim, menolak menyerah.


Invasi yang dilakukan Hulagu Khan berlangsung brutal dan terjadi pembantaian lebih dari satu juta penduduk Baghdad. Tindakan brutal ini menghancurkan peradaban Islam, baik secara fisik, psikis, sosial, politik, dan kultural. Jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Kekhalifahan Abbasiyah, tetapi juga menjadi awal kemunduran peradaban Islam karena pusat keilmuan Islam telah hancur.


Pada masa Abad Pertengahan Islam, peradaban Islam di Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamluk, yang mengalami kemajuan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, ilmu pengetahuan, budaya, filsafat, dan arsitektur. Perkembangan ilmu pengetahuan ini kemudian melahirkan beberapa ilmuwan besar, seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Khalikan, Ibnu Taghribardi, Nasir Al-Din Al-Tusi, Abu Al-Faraj, Abu Hasan Ali Al-Nafis.


Meski tercatat pernah menghancurkan tentara Mongol dan pasukan Salib, dinasti ini akhirnya hancur. Sikap pemimpin dan gaya hidup yang royal serta tidak memperhatikan pada perkembangan kerajaan membuat Dinasti Mamluk runtuh.


Di Spanyol, peperangan terjadi antara dinasti-dinasti Islam dengan raja-raja Kristen. Ketika dinasti-dinasti Islam sibuk berseteru, raja-raja Kristen bersatu, sehingga para penguasa Islam pun dikalahkan. Pada awal abad ke-17, kejayaan Islam di Spanyol pun resmi berakhir pula.


Setelah Masa Kemunduran, umat Islam di wilayah lain masih berusaha bangkit, dibuktikan dengan keberadaan tiga dinasti besar. Tiga dinasti besar yang dimaksud yaitu, Turki Utsmani di Turki (1288-1924), Dinasti Safawiyah di Persia (1501-1736), dan Dinasti Mughal di India (1526-1857). Periode ini kerap disebut masa Tiga Kerajaan Besar, yang berdiri sebagai simbol kebangkitan peradaban Islam setelah runtuhnya Baghdad.


Turki Utsmani bersama dengan Safawiyah dan Mughal menjadi pilar kebangkitan peradaban Islam. Meski demikian, eksistensi ketiganya tidak berlangsung lama, di mana Safawiyah dan Mughal terlebih dahulu runtuh pada abad ke-18. Tiga kerajaan besar tersebut runtuh akibat persoalan internal pemerintahan, yang disebabkan merosotnya moral para pemimpinnya.


Pada Abad Pertengahan, Islam bukan hanya mundur dalam segi kekuatan militer dan wilayah, tetapi juga dalam hal ilmu pengetahuan. Salah satu efek kemunduran Islam adalah stagnasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, pada fase kemunduran, tidak ada sosok cendekiawan dan ilmuwan muslim yang berhasil tampil mengagumkan, sebagaimana para pelopor kejayaan Islam di era Klasik.


Dalam Pulungan, Suyuthi. (2017). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH, yang ditayangkan pada laman Kompasdotcom menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan Islam mengalami kemunduran pada tahun 1250-1800, antara lain karena:

1). Kurangnya rasa tanggung jawab para pemimpin negara akan pentingnya menjaga wilayah kekuasaan yang luas

2). Persoalan penduduk yang heterogen menyulitkan penyatuan dalam negara

3). Lemahnya sikap para pemimpin negara

4). Krisis ekonomi yang dialami oleh negara Islam

5). Merosotnya moral para pemimpin yang berpengaruh pada kedaulatan negara

6). Tidak ada perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

7). Konflik antara kerajaan Islam dengan Kristen

8). Sistem peralihan kekuasaan yang menimbulkan perselisihan antarumat Islam


Sementara itu, dari referensi lainnya menyebutkan, Ibnu Khaldun, sejarahwan muslim dan ahli sosiologi klasik dari abad 14 M menjelaskan, sebagaimana yang dialami banyak masyarakat sebelumnya, kemunduran peradaban Islam disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Analisis Ibnu Khaldun kerap menjadi rujukan karena ia hidup ketika peradaban Islam era klasik mulai mengalami kemunduran.


Contoh faktor internal adalah kegemaran penguasa menerapkan gaya hidup bermewah-mewahan, serta pada saat yang sama, korupsi, kolusi, nepotisme, dan dekadensi moral tumbuh subur di badan pemerintahan. Adapun contoh faktor eksternal ialah persaingan kekuasaan yang memicu invasi dari luar dalam bentuk perang atau penggulingan penguasa.


Mengutip paparan Umer Chapra dalam "Ibn Khaldun's theory of development: Does it help explain the low performance of the present-day Muslim world?" di The Journal of Socio-Economics (Vol 37, 2008), Ibnu Khaldun mengaitkan faktor penyebab kemunduran peradaban muslim pada masanya dengan aspek politik, moral, ekonomi, sumber daya, dan bahkan keadilan hukum. Sebab kemerosotan di berbagai aspek itu bisa memengaruhi satu sama lain.


Proses kemunduran peradaban dipicu oleh reaksi berantai itu setidaknya dalam 3 generasi atau sekitar lebih dari 1 abad. Dalam analisis Ibnu Khaldun, kemunduran peradaban Islam disebabkan oleh kemerosotan multidimensi yang saling memengaruhi di sektor politik, moral, ekonomi, demografi, kelembagaan, hukum, hingga sosial.


Dengan demikian, tidak ada faktor kunci yang bisa dianggap sebagai penyebab terpenting kemunduran peradaban. Salah satu contohnya, keruntuhan peradaban Islam di Baghdad ketika Kekhalifahan Abbasiyah ditumbangkan pasukan Mongol sulit dianggap sebagai satu-satunya pemicu kemunduran peradaban Islam.


Faktanya, setelah Baghdad jatuh ke tangan pasukan Mongol pada 1258 M (abad 13), banyak dinasti-dinasti kesultanan Islam masih berdiri kokoh di Timur Tengah hingga India. Sampai abad ke-14, juga masih bermunculan sejumlah ilmuwan Islam yang disegani, termasuk Ibnu Khaldun.


Sekalipun begitu, keruntuhan Baghdad dan Daulah Umayyah II di Andalusia tidak bisa dimungkiri telah membawa dampak besar terhadap perubahan di peradaban Islam era klasik.


Melalui ulasannya, Umer Chapra menggarisbawahi kesimpulan utama dari kajian Ibnu Khaldun, bahwa peradaban muslim era klasik bukan mundur karena ajaran Islam, melainkan lebih disebabkan oleh kemerosotan kualitas masyarakatnya.


Pendapat di atas melihat faktor internal lebih berpengaruh pada kemunduran peradaban Islam era klasik. Invasi dari luar memang berdampak, tetapi ia tidak akan membesar efeknya seandainya kondisi internal masyarakat muslim era itu memiliki resistensi dan daya lenting yang kuat. Di sisi lain, faktor eksternal tidak hanya serangan dari luar, tetapi bisa juga berupa pandemi penyakit yang pernah melanda Timur Tengah, terutama pada abad 14.


Disarikan dari ulasan ilmiah karya Umer Chapra di atas, dan beberapa sumber lain, berikut adalah beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai pemicu kemunduran peradaban Islam:


1). Faktor Internal Kemunduran Peradaban Islam:


a). Lemahnya otoritas politik (kesultanan maupun kekhalifahan)

b). Pemberontakan dan perpecahan internal (perebutan kekuasaan)

c). Kemerosotan moral (terutama di kalangan penguasa pemerintahan);

d). Hilangnya dinamisme dalam Islam (stagnasi pembangunan);

e). Munculnya dogmatisme dan kekakuan dalam pemikiran;

f). Menurunnya aktivitas intelektual dan ilmiah;

g). Penurunan aktivitas ekonomi akibat krisis keamanan (pertanian dan perdagangan).

2). Faktor Eksternal Kemunduran Peradaban Islam:


a). Invasi dari luar (seperti serangan pasukan Mongol ke Baghdad)

b). Hilangnya wilayah muslim (seperti runtuhnya Daulah Umayyah II di Andalusia)

c). Penurunan sumber daya alam (seperti berkurangnya tambang logam mulia)

d). Bencana alam (Seperti wabah penyakit black death dan kelaparan).


Dampak Kemunduran Umat Islam Dalam Berbagai Bidang Kehidupan


Berbicara tentang kemajuan, beberapa negara non-Islam menempati posisi teratas dalam teknologi paling maju di dunia. Misalnya, Jepang dengan teknologi transportasinya, serta para peneliti Jepang yang telah memenangkan banyak penghargaan Nobel. Amerika Serikat dikenal dengan eksplorasi ruang angkasa, teknologi pertahanan, dan telekomunikasinya. Negara adikuasa ini memiliki militer paling kuat dan berteknologi paling maju di dunia. Israel juga tidak ketinggalan, dengan sekitar 35% ekspornya terkait teknologi. Israel termasuk dalam lima besar penguasa ilmu antariksa dan dikenal karena inovasinya di industri pertahanan, seperti Iron Dome yang legendaris serta pengembangan kendaraan udara tak berawak (UAV) dengan pengawasan _real-time._


Sementara negara-negara Barat telah mulai menjelajahi angkasa dengan ilmu pengetahuannya, bahkan mengeksplorasi planet lain dan bulan, negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim masih terjebak dengan masalah-masalah mereka sendiri, termasuk dalam menentukan awal bulan 1 Muharam. Padahal pada masa keemasannya, Islam memiliki peradaban yang sangat maju dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, dan politik.


Sejarah mencatat bahwa umat Islam pernah mencapai puncak kejayaan yang luar biasa. Selama masa Kekhalifahan Abbasiyah dan Utsmaniyah, umat Islam unggul dalam berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan ekonomi. Namun, seiring berjalannya waktu, umat Islam mengalami kemunduran yang berdampak luas, tidak hanya bagi mereka sendiri tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan. 


Beberapa dampak yang ditimbulkan dari kemunduran umat Islam antara lain:


1. Kemunduran dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan


Salah satu dampak paling nyata dari kemunduran umat Islam adalah penurunan dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Pada masa kejayaannya, umat Islam adalah pelopor dalam bidang sains, matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Universitas-universitas seperti Al-Qarawiyyin, Al-Azhar, dan Baitul Hikmah menjadi pusat keilmuan dunia. Namun, kemunduran politik dan ekonomi telah menyebabkan merosotnya perhatian terhadap pendidikan dan penelitian. Jatuhnya Bagdad ke tangan bangsa Mongol tidak hanya mengakhiri Kekhalifahan Abbasiyah, tetapi juga menandai awal kemunduran peradaban Islam karena pusat keilmuan Islam telah dihancurkan. Akibatnya, kontribusi umat Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern menjadi sangat minim.


2. Keterbelakangan Ekonomi


Kemunduran umat Islam juga berdampak pada kondisi ekonomi. Pada masa kejayaannya, umat Islam menguasai jalur perdagangan penting dan menjadi pusat ekonomi dunia. Namun, ketidakstabilan politik, korupsi, dan kurangnya inovasi telah menyebabkan kemunduran ekonomi. Banyak negara dengan mayoritas Muslim kini menghadapi masalah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi. Hal ini menghambat kemampuan negara-negara tersebut untuk berkembang dan meningkatkan kesejahteraan warganya.


3. Konflik dan Ketidakstabilan Politik


Kemunduran umat Islam juga menyebabkan meningkatnya konflik dan ketidakstabilan politik. Perebutan kekuasaan, intervensi asing, dan ketidakmampuan untuk membangun sistem pemerintahan yang efektif telah menciptakan banyak konflik internal dan eksternal. Negara-negara dengan mayoritas Muslim sering kali terjebak dalam perang saudara, terorisme, dan kekerasan politik. Ketidakstabilan ini tidak hanya merugikan umat Islam sendiri, tetapi juga mengancam keamanan dan perdamaian global.


4. Kemunduran dalam Bidang Sosial dan Budaya


Dalam bidang sosial dan budaya, kemunduran umat Islam terlihat dari mengekornya umat Islam terhadap pemikiran sosial dan budaya dari Barat. Banyak negara mayoritas Muslim yang mengadopsi sistem demokrasi yang diilhami oleh model Barat. Sistem hukum di banyak negara Muslim sering kali dipengaruhi oleh hukum Barat. Hukum perdata dan pidana, misalnya, banyak yang mengadopsi model Barat, meskipun terdapat usaha untuk mempertahankan hukum Islam dalam beberapa aspek, seperti hukum keluarga dan waris. Nilai-nilai individualisme, kebebasan pribadi, dan hak asasi manusia yang diusung oleh budaya Barat sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam dalam masyarakat Muslim. Hal ini menimbulkan pergesekan dan perdebatan tentang identitas dan nilai-nilai yang harus dipegang oleh masyarakat Muslim.


Budaya konsumerisme Barat turut mempengaruhi gaya hidup di negara-negara Muslim. Gaya hidup yang mengutamakan konsumsi barang-barang mewah, mode terbaru, dan teknologi canggih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan kelas menengah dan atas. Mode pakaian, musik, film, dan media sosial dari Barat sangat populer di kalangan masyarakat Muslim, terutama di kalangan generasi muda. Budaya pop Barat sering kali menjadi standar dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi cara berpakaian, bergaul, dan bersosialisasi.


5. Pengaruh Negatif terhadap Citra Islam


Kemunduran umat Islam juga berdampak pada citra Islam di mata dunia. Kekerasan, terorisme, dan ketidakadilan yang terjadi di beberapa negara dengan mayoritas Muslim sering kali digunakan untuk menggambarkan Islam sebagai agama yang intoleran dan penuh kekerasan. Citra negatif ini menyebabkan meningkatnya Islamofobia dan diskriminasi terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia. Padahal, nilai-nilai Islam yang sebenarnya mengajarkan kedamaian, toleransi, dan keadilan.


6. Kehilangan Kepemimpinan Global


Pada masa kejayaannya, umat Islam adalah pemimpin dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan ekonomi. Namun, kemunduran yang terjadi telah menyebabkan kehilangan posisi kepemimpinan ini. Umat Islam kini sering kali menjadi pengikut, bukan pemimpin, dalam arus globalisasi dan perkembangan dunia. Kehilangan kepemimpinan ini berarti bahwa umat Islam memiliki sedikit pengaruh dalam menentukan arah dan kebijakan dunia.


Perubahan Hakiki Dalam Islam


Umat Islam sepanjang abad ini masih terus terseok-seok dalam kenestapaan. Tidak hanya dalam hal politik saja namun dalam seluruh aspek kehidupan. Sementara itu, nun jauh di sana, muslim Palestina tidak henti mengalami upaya genosida. Begitu pun muslim Rohingya, tengah menunggu pertolongan saudara seagama yang tidak kunjung tiba, malah mereka kini sedang menjadi korban propaganda.


Jika dicermati secara mendalam, semua problematik ini saling berkait satu sama lain. Namun, ujung dari semuanya berakar pada satu sebab, yakni penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme neoliberal yang menafikan peran Sang Khaliq (agama) dalam kehidupan. Pada saat yang sama, sistem ini memberikan hak membuat hukum pada akal manusia yang lemah dan terbatas, bahkan sangat sarat dengan kepentingan segelintir orang.


Kedurhakaan inilah yang ditengarai memicu kesempitan hidup yang tidak pernah usai. Alam seakan marah karena bangsa ini sudah begitu melewati batas. Tahun pun terus berganti, tetapi cita-cita kesejahteraan hakiki tampak sebatas utopia. Maha Benar Allah dengan firman-Nya:


وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ


“Dan jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).


Semua realitas buruk ini tentu harus memicu keinginan kuat untuk melakukan perubahan. Namun, tentu bukan perubahan yang sebagaimana hari ini sedang gencar dinarasikan para pemburu kursi kekuasaan. Mereka berbusa-busa menjual kata perubahan, semata-mata hanya demi menarik sebanyak-banyak dukungan rakyat.


Ya, perubahan yang kita butuhkan bukan sekadar perubahan parsial berupa pergantian rezim setiap lima tahunan, melainkan harus mengarah pada perubahan sistem hidup yang diterapkan, yakni perubahan dari sistem sekuler demokrasi jahiliah yang nyata rusak dan merusak menuju sistem Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah.


Muharram sebagai tonggak sejarah perubahan dari masa jahiliah menuju Islam Kaffah, bisa menjadi momentum yang tepat untuk menggerakkan segenap komponen umat Islam untuk kembali menancapkan perubahan totalitas. Sehingga yang perlu dilakukan adalah: 


Pertama: Membangun kesadaran umat bahwa yang umat butuhkan saat ini adalah kembali pada Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah. Karena hanya Islam Kaffah-lah seluruh permasalahan umat akan terselesaikan. 


Kedua: Menyamakan persepsi tentang permasalahan utama umat. Rakyat dan umat semestinya sadar bahwa demokrasi sejatinya bukan sistem politik terbaik seperti yang selalu digaungkan, melainkan sistem zalim yang bersembunyi di balik narasi kedaulatan rakyat yang justru anti rakyat dan jauh dari keadilan. Demokrasi sebagai anak kandung kapitalis inilah yang menjadi penyebab utama setiap permasalahan umat Islam. Sehingga sudah harus segera dicampakkan. 


Ketiga: Bergerak bersama terus mendakwahkan Islam Kaffah. Inilah yang penting. Dakwah harus terus digemakan dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Sehingga perubahan totalitas menuju Islam Kaffah akan terwujud.


Dengan tiga langkah tersebut di atas jika dilakukan dengan maksimal maka kebangkitan umat Islam hingga tegaknya Khilafah yang ke dua bukan sebuah utopia lagi. Karena umat sudah satu pemikiran, satu perasaan, dan mengharapkan satu aturan yang sama yaitu syariat Islam yang harus diterapkan dalam kehidupan. Wallahu'alam.[]



*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم