Oleh : Dian Safitri
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memastikan pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk penurunan harga tiket pesawat. Pembentukan satgas ini sebagai tindak lanjut pemerintah dalam menciptakan harga tiket pesawat yang lebih efisien. Ada tiga langkah yang dipersiapkan satgas dalam waktu dekat, salah satunya, penurunan harga tiket pesawat.
Dalam rapat koordinasi tidak hanya avtur yang membuat tiket pesawat itu mahal tapi ada beberapa faktor lain misalnya, beban pajak dan biaya operasional lainnya. Sehubungan dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia menjadi negara ASEAN kedua dengan biaya tiket pesawat yang mahal di dunia setelah Brazil. Untuk menangani tingginya harga telah disiapkan langkah efisien penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawat, salah satunya terkait evaluasi operasi biaya pesawat (tirto.id, 14/07/2024).
Harga tiket pesawat di Indonesia makin meroket. Tidak tanggung-tanggung menempati posisi kedua dengan harga tiket yang paling mahal. Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, pemerintah bisa sebenarnya menurunkan dengan sangat mudah harga tiket pesawat yaitu dengan memangkas beban biaya yang membebani maskapai, khususnya sederet beban pajak. Maskapai selama ini dibebankan sederet pajak dan pungutan, mulai dari urusan bahan bakar misalnya, dalam pembelian avtur banyak sekali beban tambahan yang mesti dibayar, mulai dari PNBP 8,25% oleh BPH Migas, PPN 11% untuk avtur domestik hingga troughput fee yang diberikan ke pengelolaan bandara. Belum lagi untuk mendatangkan pesawat atau pun suku cadangnya, maskapai dibebani sederet pajak hingga bea masuk (detikfinance, 17/7/2024).
Mahalnya tiket pesawat bukan sekedar karena mahalnya harga avtur atau tingginya beban pajak tetapi akibat dari dampak diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang asasnya adalah sekulerisme. Sistem ini meniscayakan transportasi udara sebagai jasa yang harus dikomersialkan. Negara maupun pihak swasta memandang layanan transportasi sebagai obyek bisnis. Tidak heran harga tiket pesawat terus melambung, karena memang bisnis tidak bisa dilepaskan dari keuntungan yang sebesar-besarnya. Rakyat pun tidak bisa menikmati layanan transportasi murah apalagi terjangkau. Hal ini diperparah dengan posisi negara yang hanya sebagai regulator yang setiap kebijakannya hanya untuk melayani kepentingan korporasi. Merekalah yang diuntungkan karena yang memiliki kendali, apalagi 65% pesawat terbang Indonesia dikuasai swasta sementara pemerintah hanya 35% saja.
Monopoli dan praktik kartel pada industri penerbangan seringkali tidak bisa dihindari karena untuk melindungi maskapai dari kerugian. Sementara di sisi lain, tidak ada langkah serius dari negara dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Selama negara menerapkan sistem kapitalisme, solusi yang dilakukan tidak memberikan penyelesaian masalah secara tuntas.
Transportasi udara yang berkualitas, murah, aman dan nyaman sejatinya hanya bisa dirasakan oleh rakyat dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah institusi Islam.
Transportasi dalam Islam adalah kebutuhan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Karena negara berfungsi sebagai pengurus umat. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya:
"Imam atau pemimpin adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusan rakyatnya". (HR. Bukhari).
Islam mengharamkan negara hanya bertindak sebagai regulator saja, artinya negara tidak boleh melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan dan pendanaan ketersediaan transportasi udara. Tidak hanya itu, negara juga tidak boleh mengkomersialkan trasnportasi sebagai pemasukan negara sebab pemenuhannya dilakukan dengan prinsip pelayanan. Seluruh pemenuhan kebutuhan transportasi udara bagi publik akan diambil dari kekayaan negara yang tersimpan di Baitul mal.
Sistem keuangan khilafah akan mampu mewujudkannya karena sumber pemasukannya yang beragam dan dalam jumlah yang besar sehingga mampu memberikan layanan yang murah bahkan gratis bagi seluruh rakyatnya termasuk layanan transportasi udara.
Penganggaran transportasi udara sebagai infrastruktur publik yang bersifat mutlak meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk memikul tanggungjawabnya atas rakyat.
Pembiayaan tersebut diperuntukkan untuk pengadaan pesawat secara memadai dari aspek kualitas dan kuantitas, bahan bakar, minyak penerbangan, bandara dengan segala kelengkapannya dan sumberdaya manusia penerbangan. Terkait sumberdaya manusia akan ditangani oleh SDM yang amanah dan kapabel sehingga pengelolaannya efektif dan efisien.
Semua aturan yang cemerlang ini akan mampu mewujudkan kemandirian negara dalam menyediakan transportasi udara bagi masyarakat sehingga rakyat dengan ekonomi tinggi maupun rendah dapat merasakan pelayanan transportasi udara dengan kualitas yang sama tanpa terkecuali.
Wallahu a'lam.[]