Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Choices in life atau pilihan-pilihan dalam hidup, sering dengar kan ya kata-kata itu, apa sih maksudnya? Arti mudahnya sih dalam hidup itu banyak pilihan-pilihan. By the way, readers percaya nggak sih, bahwa hidup itu hanyalah terdiri dari pilihan-pilihan, dan masing-masing pilihan itu hanya ada sepasang-sepasang saja, sebut saja dengan baik-buruk, pahala-dosa, surga-neraka!
Nah readers, saat kita baligh maka Allah telah menyempurnakan akal kita, menyempurnakan seluruh organ dalam tubuh kita, termasuk organ reproduksi, dengan ditandai haidh atau menstruasi bagi wanita, dan mimpi basah bagi laki-laki, hafal banget kan ya! So, setelah masa itu maka sempurna pula-lah kita sebagai manusia. Dan itu tandanya, kita juga sudah siap untuk mendapatkan tanggungjawab atas semua yang kita lakukan di dunia ini. Waduh. Berat ya?
Jadi sebenarnya nih, di dalam Islam tidak mengenal tuh masa remaja, yang ada adalah masa anak-anak, pra-baligh, dan baligh. Coba readers perhatikan, apa syarat sahnya salat, syarat berhaji, pun syarat menikah. Tidak ada yang mencantumkan harus dewasa. Semua tertulis baligh ya kan.
Readers, jangan pernah berpikir berat dulu. Karena semua dari kita pasti akan melewati masa-masa itu. Masa dimana kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan-pilihan. Jika pilihan kita benar maka hidup kita selamat, jika pilihan kita salah berarti kiamat. What’s!
Tapi jangan khawatir, Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, dan Allah menciptakan manusia berikut segala potensi yang ada dalam dirinya, hingga manusia itu mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki di jalan yang benar, yaitu jalan yang ditunjukkan Allah dan Rasul-Nya untuk umat manusia.
Jangan lupa Allah mengaruniakan akal untuk kita. Dengan akal inilah Allah menciptakan manusia beda dengan makhluk lainnya di muka bumi ini. Sehingga seperti yang sudah kita tahu, jika manusia mampu menggunakan akalnya dijalan Allah maka derajatnya akan lebih baik dari malaikat, sebaliknya jika akal sudah tertutupi nafsu, maka seseorang itu akan menjadi hina, lebih hina dari binatang melata. Na’udzubillah, jangan sampai kita menjadi yang seperti itu.
Pasti dong! Sebagai generasi muslim kita tidak mau jika harus menggadaikan diri kita pada kemaksiatan, apalagi jika harus mengorbankan masa depan. Sayangnya tidak semua pemuda muslim berpikir demikian. Banyak juga yang menganggap hidup hanya sekali, so nikmatin aja. Sehingga mereka terbiasa menabrak batasan rambu-rambu agama dan sosial. Hasilnya? Mereka harus kehilangan kesempatan, umur, bahkan cita-cita dan masa depan, iya kan!
Untuk itulah, berpikir sebelum bertindak itu sangat perlu sekali agar kita nggak menyesal nantinya, seorang teman pernah bilang “penyesalan itu selalu datang di belakang, kalo di depan namanya pedaftaran”, he he he, tapi benar juga sih. So, agar kita tidak terjerumus ke dalam penyesalan yang tidak bertepi maka kita gunakan akal kita untuk berpikir agar kita mampu memahami perintah dan aturan-aturan Allah, mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta mampu menjadi manusia yang mulia.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal” (Terjemah Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190).
Selain akal, Allah mengaruniakan kepada kita apa yang disebut naluri (ghorizah) dan kebutuhan jasmani (hajatun udlowiyah). Hah? Apaan itu? Mari kita bahas satu per satu.
Mengutip dari Wikipedia, naluri adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-menurun (filogenetik).
Sedang di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) naluri didefinisikan dalam 3 definisi, yaitu :
Naluri didefinisikan sebagai dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir, pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu, insting.
Naluri adalah perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, naluri terdapat pada semua jenis makhluk hidup.
Naluri secara biologi diartikan sebagai serangkaian kegiatan refleks terkoordinasi, masing-masing terjadi apabila yang sebelumnya telah diselesaikan, juga diartikan sebagai reaksi yang tidak bergantung pada pengalaman. (https://kbbi.web.id/naluri.html)
Dalam kitab Nidzomul Islam karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, naluri adalah fitrah yang ada pada diri manusia (naluri juga ada dalam hewan), dalam diri manusia naluri itu ada tiga:
Pertama, naluri beragama atau ghorizah tadayyun, inilah alasan utama manusia hidup dengan agama, karena sejak lahir di dunia, mereka memiliki naluri ini. Lagipula agama dipakai manusia untuk menjalan kehidupan sehari-sehari sebagai aturan. Sehingga, bagaimanapun mensucikan Tuhan dan menyembah Allah atau biasa kita sebut ibadah adalah hal fitrah (suci) bagi manusia.
Lhoh, gimana bagi mereka yang tidak mau menyembah Tuhan, sebenarnya sih fitrah ini tidak hilang tapi mereka mengalihkannya pada hal yang lain. Pernah dengar orang komunis, mereka tidak percaya Tuhan kan, so, mereka mengalihkannya dengan menghormati dan memuliakan pemimpin mereka.
Kedua, naluri mempertahankan diri (ghorizah baqo’), naluri ini lebih pada keinginan untuk eksistensi diri. Ngaku dong, siapa yang disini nggak punya akun sosial media (sosmed) pasti semua punya kan? Jujur deh, kalo kita posting foto atau status sebenarnya apa yang ingin kita kejar? Hmm, eksistensi diri kan. Termasuk ketika kita di pukul balas mukul, diejek balas ngejek. Atau keinginan untuk menjadi juara kelas, pun ketika kita ingin menang dalam sebuah perlombaan.
Lebih hot lagi jika naluri mempertahankan diri ini tercermin dalam kehidupan beragama dan bernegara. Beragama, contohnya, pasti kita marah dong jika ada yang menghina Nabi Muhammad SAW, kita juga akan marah jika ada yang melecehkan Al-Qur’an. Bernegara, tentu kita juga akan ambil bagian kan ya, jika ada yang berusaha meremehkan Negara kita, apalagi jika ada yang mau mengekspansi negeri Zamrud Khatulistiwa tercinta ini. Dalam kondisi tersebut ghorizah baqo’ kita yang bermain.
Ketiga, adalah naluri mempertahankan jenis (gharizah nau’). Naluri ini adalah cerminan dari rasa kasih sayang, sifat keibuan, sifat kebapakan, menyayangi adik-kakak, teman, dll., termasuk rasa tertarik terhadap lawan jenis, semua tadi diatur oleh naluri ini.
Naluri ini bisa muncul dari dalam diri manusia, juga bisa muncul akibat rangsangan dari luar diri manusia. Nah, sedangkan pemenuhannya bersifat tidak pasti, artinya jika tidak dipenuhi tidak akan menyebabkan kematian, hanya akan muncul rasa gelisah dan tidak tenang. Contohnya nih, jika kita suka dengan lawan jenis, kita akan merasa tidak enak makan, tidak enak tidur, selalu kepikiran si dia. Apakah harus dipenuhi rasa suka itu? Misal dengan menemui si dia bilang I love you gitu, tidak kan, apalagi jika itu CDH, apaan sih, CDH = Cinta Dalam Hati, sebut saja kita ini adalah screet admirer-nya si dia, malu kan, kalau sampai ketahuan. Atau kalo sama-sama suka, apa iya lantas kita pacaran? No way, pacaran itu haram hukumnya.
Terus bagaimana dong? Untuk masalah suka terhadap lawan jenis, dalam Islam rasa suka terhadap lawan jenis bisa disalurkan dengan cara menikah, kalo kita belum siap menikah? Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk banyak berpuasa dan mengingat Allah (berdzikir).
Berikutnya adalah tentang kebutuhan jasmani. Readers tentu paham benar untuk masalah ini, bahwa manusia butuh makan-minum, butuh tidur, berkeringat, BAB, BAK, butuh banyak hal terkait tubuhnya, termasuk maaf ya #kentut. Ini adalah kebutuhan jasmani yang jika tidak dipenuhi bisa berakibat fatal bagi manusia, hmm…manusia bisa sakit, bahkan mati. Kebutuhan jasmani ini sangat krusial, pemenuhannya bersifat pasti, tidak bisa ditawar.
So sahabat, diakui atau tidak hidup kita 24 jam sehari semalam itu hanyalah untuk memenuhi naluri dan kebutuhan jasmani kita, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, dari ibadah, bersih diri, sekolah, kerja, main, sosmed-an, ataupun yang lainnya. Semua tadi kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan jasmani kita.
Sehingga ketika kita sudah baligh, maka sejak saat itulah kita bertanggung jawab atas semua apa yang kita lakukan. Termasuk masalah dosa dan pahala, surga dan neraka kita yang tanggung? Yap. Betul sekali. Sudah tidak bisa lagi kita merengek kepada orang tua masalah tanggung jawab. Inilah yang kadang kurang dipahami oleh generasi milenial saat ini. Apalagi, masih ada bahkan banyak orang tua yang kurang mengajarkan tanggungjawab pada anak-anak, hasilnya anak-anak tumbuh menjadi generasi manja, bahkan banyak dari teman-teman kita menjadi menjadi malas untuk berpikir dan asal ikut aja atau generasi pembebek. Btw, tahu nggak sih generasi pembebek itu apa?
Coba deh readers sekali-kali main ke rumah peternak bebek tradisional yang masih sering “angon” bebek-bebek mereka (bebek-bebek dibawa keluar ke sawah bekas padi untuk mencari makanan dengan berjalan kaki, bebek yang belakang selalu mengikuti setiap gerakan dan langkah bebek yang di depan). Nah, gimana kalo bebek yang paling depan terperosok ke lubang? Tentu saja bebek yang belakang juga ikut nyemplung dong. Astagfirullah.
Pastinya para readers disini ogah kan menjadi generasi yang angka ikut atau pembebek seperti itu, yang cenderung ikut-ikutan saja. So, apa dong yang harus kita lakukan. Stay tune disini, dan lanjut baca!