Oleh: Dwi Susanti,SE (Praktisi Pendidikan)
Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Aturan ini disahkan mulai tanggal 30 Mei 2024. Dengan keluarnya aturan ini berarti bahwa pemerintah memberikan hak kepada ormas untuk mendapatkan ijin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Izin ini diberikan kepada badan usaha yang dimiliki oleh Ormas bukan kepada Organisasi kemasyarakatannya.
Dalam keterangan Pers yang disampaikan oleh Menteri Investasi (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Izin Usaha pertambangan kepada ormas adalah perintah langsung Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menyatakan janganlah IUP ini hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tambang besar. Pemberian izin usaha pertambangan ( IUP) karena ormas-ormas keagamaan juga memiliki jasa yang besar dalam usaha kemerdekaan Indonesia. Lebih jauh Bahlil menyatakan akan menjelaskan substansi tujuan, aturan dan proses nanti.
Menanggapi hal ini Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyatakan ini sebagai peluang dan akan segera ditangkap. Sedangkan Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyatakan masih perlu melihat dari sudut yang utuh. Disisi lain, mantan Ketua Umum Muhammadiyah yaitu Amien Rais menyatakan jangan sampai Muhammadiyah ikut-ikutan, beliau merasa Muhammadiyah lebih dari cukup. Takutnya nanti terpaksa mungkin melakukan hal-hal yang tidak diperkirakan. Begitu juga dengan Din Syamsuddin mengusulkan agar Muhammadiyah untuk menolak usulan tersebut karena menilai lebih banyak mudharatnya.
Beberapa Ormas telah menolak pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada Ormas ini. Seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dengan alasan tidak memiliki keahlian di bidang pengelolaan tambang dan potensi munculnya konflik antar masyarakat. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga menyatakan menolak, karena tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan demi terwujudnya kehidupan bersama yang bermartabat. Ormas lain seperti WALHI, AMAN dan Jatam juga tidak setuju dengan kebijakan ini.
Kebijakan Berbahaya
Jika kita cermati terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 ini memiliki sisi bahaya dan mencemaskan bagi masyarakat. Hal ini karena beberapa alasan, diantaranya;
Pertama, Organisasi Masyarakat yang seharusnya memiliki arah perjuangan untuk kepentingan rakyat. Organisasi yang seyogyanya menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, melestarikan norma dan budaya dalam masyarakat, melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, penyalur aspirasi masyarakat, pemenuhan pelayanan sosial dan lain sebagainya. Dengan adanya izin usaha pertambangan ini, tentunya Ormas akan disibukkan dengan hal-hal terkait yang akan melalaikan tugas dan fungsi utamanya.
Kedua, Untuk mengelola tambang tentu dibutuhkan peralatan/teknologi dan keahlian tertentu. Sedangkan Ormas bukan lembaga yang memiliki kompetensi terhadap hal ini. Sehingga dimungkinkan Ormas akan menggandeng pihak lain untuk dapat mengeksplorasi tambang. Pihak lain ini bisa dipastikan pengusaha swasta baik dalam negeri maupun asing yang memiliki modal besar. Dalam kerjasamanya dengan pihak lain ini bisa saja terjadi kesepakatan yang merugikan ormas maupun masyarakat.
Ketiga, Pemberian izin pengelolaan tambang oleh Ormas ini juga bisa memicu konflik antara masyarakat adat dengan Ormas. Berkaca dari kejadian yang sudah-sudah, tidak jarang masyarakat berseteru dengan pengelola tambang. Hal ini berkaitan dengan lahan yang masyarakat klaim sebagai milik mereka namun diberikan kepada pihak swasta untuk dikelola.
Keempat, Semakin banyak pihak yang mendapatkan izin usaha pertambangan maka potensi kerusakan lingkungan akibat penambangan juga akan semakin bertambah. Padahal, penambangan yang sebelumnya saja sudah banyak merusak lingkungan. Mulai dari pencemaran lingkungan akibat limbah yang tidak dikelola dengan baik, pencemaran udara, lubang-lubang tambang yang dibiarkan menganga yang sangat berbahaya bagi keselamatan (khususnya bagi masyarakat sekitar).
Pengelolaan Tambang Dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Segala hal diatur secara jelas dan terperinci di dalam Islam. Islam menggolongkan barang tambang sebagai barang kepemilikan umum. Sebagaimana dalam hadist nabi “Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput dan api” (HR. Ahmad).
Dari penjelasan hadist ini, jelas bahwa Sumber Daya Alam diantaranya adalah barang tambang harus dikelola oleh negara secara langsung, tidak boleh diswastanisasi. Baik swasta dalam negeri maupun luar negeri. Karena dengan memberikan kesempatan kepada swasta atau asing mengelola tambang bisa membahayakan umat dan negara. Asing berkesempatan untuk mengeruk kekayaan alam negara dan berpotensi melakukan penjajahan secara ekonomi.
Barang tambang yang wajib dikelola oleh negara adalah barang tambang yang nilai eksplorasinya besar. Keberadaannya mengalir terus menerus atau tidak terbatas. Sedangkan yang jumlahnya kecil/sedikit memungkinkan untuk dikelola oleh perseorangan. Semisal tambang garam, tambang mas, tambang batu bara dan lain sebagainya yang terbatas nilainya. Dalam pengelolaan tambang negara wajib memperhatikan dampak lingkungan. Jika manfaat yang diperoleh lebih kecil dari mudharat yang akan timbul maka tambang yang ada tidak akan diambil.
Hasil dari pengelolaan SDA semisal tambang ini bisa dimanfaatkan oleh negara untuk pembiayaan pembangunan seperti jalan raya, tol, sekolah, rumah sakit, pasar dan kepentingan publik lainnya. Karena tugas negara adalah melakukan riayah/ pemenuhan kebutuhan umat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi umat. Negara haram berlepas tangan dari tugas utamanya tersebut. Wallahu'alam bishshawab.[]