Oleh: Nur Ummu Ghazi (Ibu Rumah Tangga dan Muslimah Peduli Generasi)
Sebagai ibu rumah tangga, penulis merasakan betul dampak dari kenaikan harga beras. Di Kota Bima sendiri sejak Januari-Februari 2024 harga beras naik drastis. Dari yang 11 ribu sampai 14 ribu naik menjadi 16 ribu sampai 18 ribu, harga bertahan sampai detik ini. Meski beberapa kali harga gabah turun, namun harga beras tidak kunjung turun. Hal ini benar-benar memberatkan rakyat menengah ke bawah. "Ini benar-benar mencekik kami, pak! Apalagi kami tidak masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) penerima bansos", ujar seorang warga Kota Bima, Erfina (Garda Asakota, 7/2/2024).
Per 31 Mei nanti pemerintah berencana menetapkan HET untuk beras dengan dalih karena harga yang lain pada naik jadi beras juga harus ikut naik. "Banyak kompleksitas yang terjadi pada komoditas lainnya seperti beras. Menurut saya HET beras perlu dinaikkan untuk menjaga Nilai tukar Petani (NPT) ke depannya. Sekarang kalau beras mahal ibu-ibu marah, kalau berasnya turun petani enggak untung kan, tugas pemerintah mengatur," tutur Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.
Pro kontra kenaikan harga beras masih sangat ramai diperbincangkan karena harga-harga sedang naik, namun pendapatan tidak naik-naik sehingga yang dirugikan adalah rakyat menengah ke bawah.
Pemerintah bukannya mencari solusi untuk menstabilkan harga, malah sibuk menetapkan HET. "Pemerintah bukannya menyelesaikan persoalan distribusi yang tidak efisien, malah menaikkan HET. Semestinya dicari tahu penyebab kenaikannya, lalu dicarikan solusinya," ujar Eliza Merdian, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia (tirto.id, 5/3/2024).
Akar Masalah
Kenaikan harga beras mestinya menjadi tanda tanya besar, lebih-lebih negeri kita dikenal dengan negeri agraris, yang harusnya kita bisa mendapatkan harga yang pantas atau murah, tapi faktanya malah sebaliknya. Negara kita menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang memberi peluang kepada para pemilik modal untuk menguasai semua sisi dan sama sekali tidak memberi peluang kepada para petani untuk sejahtera. Lihat saja bagaimana biaya-biaya untuk bertani yang sangat mahal, biaya pupuk dan obat-obatan yang naik hampir 2-3 kali lipat dari sebelumnya. Sehingga bisa dibilang mustahil petani bisa untung dan sejahtera jika biaya untuk bertani mahal.
Selain biaya yang mahal juga banyak para kaum tengkulak yang sengaja menimbun barang (baca: beras) agar seolah-olah stok beras sedang langka. Padahal kenyataannya, kaum-kaum yang tidak bertanggung jawab telah melakukan penimbunan. Ditambah dengan pemerintah yang tidak mengontrol dengan baik distribusi beras. Sehingga kita sering menyaksikan terjadinya ketimpangan, di satu wilayah harganya murah dan di wilayah yang lain sangat tinggi atau mahal. Ini menandakan bahwa pemerintah tidak bekerja dengan baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat. Sehingga terjadilah hal-hal yang merugikan, yang diuntungkan hanyalah kaum-kaum kapitalis yang bermodal besar.
Cara Sistem Islam dalam Mengatasi Persoalan Beras
Islam adalah agama yang sempurna. Bukan hanya mengatur perkara ibadah saja, tapi Islam adalah ideologi yang mengatur mulai bangun tidur sampai bangun negara, termasuk masalah beras.
Berikut beberapa langkah yang akan dilakukan oleh khalifah (pemimpin negara khilafah) dalam mengatasi persoalan beras.
_Pertama_, mendorong produksi. Dalam Islam ditekankan pentingnya produksi barang kebutuhan pokok secara efisiensi guna memastikan ketersediaan yang memadai dengan harga yang terjangkau.
_Kedua_, pengawasan pasar. Negara Islam memiliki struktur pemerintahan yang bertanggungjawab untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak publik yang akan diwakili oleh lembaga qadhi muhtasib dan hisbah.
_Ketiga_, larangan penimbunan barang karena dapat mengganggu pasokan dan permintaan.
_Keempat_, larangan intervensi harga (ta'sir). Islam melarang pemerintah untuk mematok harga barang dan jasa yang diperdagangkan oleh pedagang. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar yang sehat tanpa intervensi pembatasan harga. Larangan ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas ra., dia berkata, "Harga melonjak pada masa Rasulullah saw. Mereka berkata: wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menetapkan harga? beliau menjawab, "sungguh Allah lah yang Maha menahan dan memberi rezeki. Aku berharap bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak seorang pun menuntut aku tentang kezaliman dalam darah dan harta." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
_Kelima_, larangan pemberian harga yang tidak wajar, baik terlalu tinggi yang dapat merugikan konsumen maupun terlalu rendah yang merugikan pedagang lainnya.
_Keenam_, larangan penipuan, seperti menyembunyikan kecacatan barang.
_Ketujuh_, kemudahan akses informasi pasar. Salah satu praktik dalam perdagangan termasuk pangan adalah para pembeli barang menutup akses informasi harga pasar yang sebenarnya kepada para petani atau produsen.
_Kedelapan_, bantuan pangan. Khalifah memilki peran penting dalam menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok termasuk beras dengan subsidi harga pada warga kurang mampu.
_Kesembilan_, peningakatan pasokan. Khalifah harus menjamin ketersediaan barang dan keterjangkauan harga yang menjadi salah satu cara untuk menjaga agar harga pangan tetap terjangkau.
Itulah sekilas cara negara khilafah mengatur keseimbangan harga. Cara ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan juga para sahabat dalam menangani masalah krisis pangan. Wallahu'alam bishshawab.