Oleh: Ummu Nizwa (Komunitas Cinta Qur'an)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat harga properti residensial di pasar primer melanjutnya peningkatan pada kuartal I 2024. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang mencapai 1,89 persen (yoy) pada kuartal I 2024. Angka ini, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2023 yang sebesar 1,74 persen.
Peningkatan IHPR tersebut terutama didorong oleh kenaikan harga properti tipe kecil yang meningkat 2,41 persen. Capaian ini juga melanjutkan kenaikan harga pada kuartal IV 2023 yang sebesar 2,15 persen.
BI mencatat perkembangan harga rumah tipe menengah dan besar pada kuartal I 2024 juga terindikasi masih meningkat meski tidak setinggi kuartal sebelumnya. Harga masing-masing tipe tersebut naik sebesar 1,60 persen dan 1,53 persen, melambat dari 1,87 persen dan 1,58 persen pada kuartal sebelumnya.
"Sementara itu, penjualan properti residensial tumbuh 31,16 persen (yoy), meningkat signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,37 persen, didorong peningkatan penjualan pada seluruh tipe rumah," kata Asisten Gubernur BI Erwin Haryono melalui keterangan resmi, Kamis (16/5).
Peningkatan penjualan properti pada kuartal I 2024 terjadi pada seluruh tipe rumah. Peningkatan penjualan rumah tipe kecil, tipe menengah, dan tipe besar masing-masing sebesar 37,84 persen, 13,57 persen, dan 48,51 persen.
Berdasarkan informasi dari responden, faktor utama yang mendorong peningkatan penjualan adalah pembukaan proyek baru yang berhasil menarik minat konsumen. Namun demikian, masih terdapat sejumlah faktor yang menghambat pengembangan maupun penjualan properti residensial primer.
Hambatan itu antara lain: kenaikan harga bangunan (37,55 persen); masalah perizinan (23,7 persen); suku bunga Kredit Pemilikan Rumah atau KPR (21,43 persen); dan proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (17,31 persen).
Hasil survei juga menunjukkan sumber pembiayaan pembangunan properti residensial terutama berasal dari dana internal pengembang dengan pangsa 72,93 persen. Sementara dari sisi konsumen, pembelian rumah primer mayoritas dilakukan melalui skema pembiayaan KPR, dengan pangsa sebesar 76,25 persen dari total pembiayaan.
Melihat pentingnya papan bagi rakyat, seharusnya negara mengulurkan tangannya. Namun, kenyataannya, negara terlihat berlepas tangan. Para developer kapitalis dan bank seakan dibiarkan menjalankan bisnisnya. Sementara itu, negara sekadar fasilitator yang memberikan fasilitas yang dibutuhkan pengembang dan pihak bank untuk mendapatkan konsumen.
Meskipun ada perumahan “murah” yang diinisiasi pemerintah, penawaran itu sebatas nama saja. Selebihnya yang bekerja adalah pengembang dan bank yang memberikan pinjaman atau kredit rumah. Sama saja, rakyat seperti dibiarkan sendiri memenuhi kebutuhannya yang ng selalu dikatakan mandiri.
Kedudukan negara dalam kapitalisme tentu tidak sama seperti dalam Islam. Sistem kehidupan yang Rasulullah saw. bawa ini menjadikan negara sebagai pelayan rakyat. Namanya pelayan, tentu akan berusaha memenuhi kebutuhan yang dilayani, seperti sandang, pangan, dan papan. Lebih dari itu, si “pelayan” akan dimintai pertanggungjawaban atas tugasnya.
“Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR Imam Al Bukhari)
Menurut Islam, ada beberapa hal untuk memenuhi kebutuhan dasar (papan) bagi rakyat. Di antaranya adalah pertama, Islam mengharamkan riba sehingga tidak membolehkan segala praktik riba dalam sendi kehidupan, termasuk dalam upaya memiliki rumah.
Kedua, Islam akan mengatur pihak-pihak yang boleh berkecimpung dalam dunia properti, seperti pengusaha atau hartawan (aghniya) yang digandeng negara. Adapun akad jual beli yang dipakai akan sesuai syariat Islam, seperti mudarabah dan lainnya.
Ketiga, Islam akan menyediakan tempat-tempat yang cocok untuk pemukiman. Harga yang diberikan pun terjangkau. Bahkan, negara akan menyiapkan tempat bagi fakir miskin agar mereka dapat berteduh dari panas dan hujan.
Selama negara masih memakai prinsip ribawi dalam berbagai transaksi, masalah akan terus terjadi. Jika ingin masalah “papan” ini terselesaikan, kuncinya adalah mengambil Islam sebagai solusi. Wallahu'alam bishshawab.[]