Oleh : VieDihardjo (Guru bimbingan konseling)
YOLO (You Live Only Once), FOMO (Fear Of Missing Out), FODO (Fear Of Disappointing Others), FOPO (Fear Of Others Opinion), “Tanyakan pada hati nuranimu, ikuti hati nuranimu”, “Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti” adalah sederet “Point Of View” (POV) atau sudut pandang dari budaya populer (Pop Culture ) yang hari ini banyak digunakan oleh generasi muda, banyak juga diantaranya adalah generasi muslim. Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D.menjelaskan bahwa saat ini FOPO telah menjadi fenomena di masyarakat Indonesia. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir fenomena ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.
Selain YOLO, FOMO,FODO, FOPO dan POV lainnya adalah cerminan Pop Culture (selanjutnya dibaca budaya populer) yang hari ini menjadi standar perilaku dan interaksi dikalangan generasi muda, Korean Wave (K pop,K drama) juga menjadi bagian di dalamnya. Media sosial menjadi pendorong paling kuat meluasnya budaya popular terutama dikalangan generasi muda yang sangat dekat dengan media sosial, sebut saja Gen Z yang sangat melek teknologi (tech savvy). Mereka dianggap sangat open minded, lebih cepat mempelajari dan menerima hal-hal baru. Karena karakter ini, mereka senang mengeksplorasi dan mencoba hal-hal baru untuk menemukan jati dirinya. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Communication, teknologi telah menjadi pendorong utama dalam membentuk preferensi dan perilaku budaya Generasi Z.
Budaya Populer adalah kebudayaan yang diciptakan oleh media massa (Saputra 2021).Karakter budaya popular selalu berubah-ubah, dinamis. Apa yang menjadi budaya popular hari ini belum tentu berada pada posisi yang sama di masa yang akan datang, ia menempati ruang dan waktu Ketika dilahirkan. Bentuk-bentuk budaya popular semakin meluas dan dikenal karena peran media, terutama media sosial. Menurut Henry Jenkins menjelaskan tentang konvergensi media dalam budaya populer. Menurutnya, konvergensi media adalah tempat dimana media lama dan media baru bertabrakan, akar rumput dan korporasi bersingggungan, kekuatan produsen media dan kekuatan konsumen media saling berinteraksi dengan cara yang tak terduga. Selain konvergensi media kekuatan jaringan juga menjadi pendorong meluasnya budaya populer. Dunia yang terhubung adalah keadaan dunia saat ini, kekuatan hubungan antar manusia melalui media sosial menyebabkan budaya populer semakin mudah diakses terutama oleh generasi muslim.
Premis-premis berbahaya dalam budaya populer dipromosikan melalui fun, Food,film,fashion, freedom, freesex. “Tubuhku adalah milikku”, “orang jahat adalah orang baik yang tersakit”,”Tanyakan pada hati nuranimu, ikuti hati nuranimu dan banyak lagi diselipkan apada berbagai film produksi Hollywod, bahkan pada film-film kartun yang dikonsumsi anak pra baligh. Premis-premis yang berasal dari Barat ini kemudian diyakini oleh generasi muda sebagai hal yang keren jika mengikutinya, tak terkecuali generasi muslim. Mewujud dalam perilaku enggan mengikuti aturan Allah karena tubuhnya adalah miliknya maka manusia bebas berbuat sesukanya. Fenomena melepas kerudung dengan alasan belum menemukan jati diri menjadi contoh nyata.
Budaya populer berbahaya!Karena standarnya adalah sekulerisme. Memisahkan agama dari kehidupan manusia. Manusia didorong untuk mengikuti apa yang sedang trend (kekinian) tanpa mengindahkan aturan agama.
Misalnya YOLO, hidup hanya sekali, maka carilah kesenangan dan kepuasan sebanyak-banyaknya, kapan lagi? Atau FODO, kekhawatiran mengecewakan orang lain. Tanpa standar agama akan berbuah berhentinya aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar. Jika aktivitas dakwah berhenti maka keburukan akan semakin merajalela atas nama hak asasi manusia. Sementara dakwah adalah kewajiban seorang muslim yang telah baligh apapun profesinya. Rasulullah bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ , فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ , وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإيمَانِ
“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemunkaran, hendaknya dia merubah dengan tangannya, kalau tidak bisa hendaknya merubah dengan lisannya, kalau tidak bisa maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Islam memandang budaya populer sebagai perubahan zaman yang tidak bisa dihindarkan namun tidak boleh dilepaskan dari sudut pandang islam yang berisi syariat islam. Syariat Islam sangat universal dan mampu mengakomodasi setiap perubahan zaman beserta problematika manusia yang hidup didalamnya hingga akhir zaman (kiamat). Islam mampu menjawab problem manusia yaitu pemenuhan potensi yang Allah berikan padanya, yaitu berupa kebutuhan pokok (thaqatul hayawiyah) dan naluri-naluri (gharaiz). Islam adalah ideologi yang darinya lahir peraturan-peraturan untuk mengatur pemenuhan thaqatul hayawiyah dan gharaiz. Allah berfirman, “dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu” (Qs.An Nahl ayat 89)
Agar tidak terpapar budaya populer yang merusak, maka perlu menyadarkan generasi muslim tentang tujuan hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah. Allah berfirman,
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa (QS. AL An’am ayat 153)
Maka tujuan manusia diciptakan adalah mengikuti jalan Allah, jalan yang lurus untuk menyelesaikan segala problematika manusia dengan menerapkan aturan Allah, syariat islam baik yang berhubungan dengan persoalan ibadah, diri sendiri dan orang lain (muamalah).
Agar tidak terperosok pada budaya populer yang merusak dan menjauhkan generasi muslim dari syariat islam selain dengan menetapkan tujuan hidup sesuai dengan syariat islam adalah mempelajari islam secara menyeluruh dan konsisten sehingga memiliki saringan yang benar terhadap serbuan budaya populer yang berasal dari barat. Dan tidak sekedar membebek, menjadi follower yang mudah diarahkan sesuai kepentingan Barat.
Aktivitas saling menasehati, amar ma’ruf nahi mungkar harus terus hidup untuk menahan serangan budaya populer yang merusak generasi muslim.
Individu yang kritis dan bersudutpandang islam, Masyarakat yang beramar ma’ruf nahi mungkar akan semakin efektif Ketika negara mengambil bagian untuk menjaga generasi dari serangan budaya populer yang merusak.
Negara memiliki berbagai perangkat perlindungan. Dari sisi preventif, negara menetapkan kurrikulum pendidikan berbasis aqidah islam. Negara juga membuat aturan terkait media termasuk media sosial dan menyaring konten yang ditayangkan agar tidak menjadi jalan masuk bagi premis-premis merusak dari budaya populer hingga upaya kuratif berupa sanksi yang menjerakan bagi agen-agen budaya populer merusak tersebut.
Negara yang mampu melindungi generasi muslim dari budaya populer yang merusak adalah negara yang menerapkan islam secara menyeluruh yaitu Khilafah’ala minhajin nubuwwah.
Wallahu’aam bissshowab