Oleh: Bu Restu
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Menristekdikti) melalui Surat Nomor 11911/MPK.A/TU.02.03/2024 tentang Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2023 yang dikeluarkan 22 April 2024 menyebutkan tema Hardiknas 2024 adalah “Bergerak Bersama Lanjutkan Merdeka Belajar.” Untuk mendukung pemulihan pembelajaran maka dicetuskanlah Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik.
Karakteristik utama dari kurikulum ini, meliputi hal-hal berikut yang dikutip dari situs kemendikbud bahwa pertama, berfokus pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam. Kedua, waktu lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ketiga, capaian pembelajaran per fase dan jam pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan pendidikan. Keempat, memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan dukungan perangkat ajar pendidikan dan melaksanakan pembelajaran berkualitas. Kelima, mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.
Namun ternyata faktanya hari ini, dunia pendidikan kita masih begitu miris terhadap kerusakan generasi. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). Sementara itu, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 46,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Ini hanyalah angka-angka yang tampak, belum kasus yang tidak terlaporkan.
Apakah Kurikulum Merdeka mampu menjawab persoalan krusial sesungguhnya yang tengah dihadapi pendidikan? Misalnya, perundungan, kekerasan seksual, pergaulan bebas, hingga kehamilan di luar nikah. Makin ke sini, generasi kita makin jauh dari karakter dan akhlak mulia. Apakah Kurikulum Merdeka juga mampu membentuk karakter mulia yang sangat diharapkan ada pada diri generasi hari ini?
Selama ini Boleh saja di atas kertas terjadi peningkatan capaian belajar atau penilaian yang bersifat materi.
Akan tetapi, capaian karakter dan kepribadian mulia masih sangat jauh dari harapan kita. Ini karena kerangka kurikulum yang sudah berganti sebelas kali, masih berasas pada kapitalisme yang sekuler materialistis sehingga tujuan pendidikan menjadi kehilangan arah hanya berfokus pada capaian materi yang semu. Nyatanya, potret hari ini pendidikan dalam semua aspek, baik guru maupun siswa terlibat dalam kemaksiatan dan pelanggaran hukum. Ada guru merudapaksa siswanya, ada siswa merundung temannya, ada orang tua melaporkan guru hanya karena tidak terima sang anak ditegur gurunya. Lebih parahnya, ada siswa menganiaya guru hingga meninggal.
Kriminalitas di dunia pendidikan masih kerap terjadi. Dengan berbagai masalah ini, apakah Kurikulum Merdeka mampu menuntaskan problematik yang pelik ini? Lalu bagaimana dengan Islam?
Dalam Islam sistem kehidupan terbaik yang memiliki masa depan pendidikan terbaik yang mampu menghasilkan generasi berkepribadian islamiyah berkualitas terbaik sesuai firman Allah dalam Q.S Ali Imran ayat 110:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.....”
Sepanjang penerapannya, Islam telah menjelma menjadi satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi berkarakter mulia mengikuti contoh tunggal Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, penuh keimanan dan ketakwaaan yang paham bahwa dalam menjalankan kehidupan tidak lain adalah demi meraih ridha Allah Swt. Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal awal membangun sebuah peradaban. Adapun mengenai kurikulumnya, pendidikan Islam dibangun berdasarkan akidah Islam.
Pelajaran dan metodologinya diselaraskan dengan asas tersebut. Guru harus memiliki kepribadian islamiyah, menjadi uswah bagi para siswa. Bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi ia juga pembimbing yang baik. Agar guru melakukan tugasnya dengan baik dan profesional, mereka diberi fasilitas pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, sarana dan prasarana yang menunjang metode dan strategi belajar, serta jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional, yakni gaji yang memadai.
Dengan karakter mulia dan semangat keilmuan yang tinggi demi meraih ridho Allah muncullah para ilmuwan, di kalangan kaum muslim, di antaranya : 1. Jabir bin Hayyan, menemukan dan meletakkan dasar-dasar ilmu kimia, 2. Ibnu Sina, peletak dasar ilmu kedokteran 3. Ibnu Nafis, penemu teori peredaran darah, menguraikan penjelasan yang ilmiah 4. Ibnu Khaitsam, ahli biologi dan kedokteran, memberikan penjelasan detil tentang cara kerja organ mata, 5. Abu Al Qosim, ahli bedah.
Negara sebagai penyelenggara utama pendidikan berkewajiban mengatur segala aspek terkait pendidikan, mulai dari kurikulum hingga hak mendapat pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Sarana dan prasarana sekolah hingga kesejahteraan guru pun dijamin oleh negara. Hal-hal pokok seperti ini tidak akan pernah kita jumpai di negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme sebagai ideologinya. Merdeka Belajar hanyalah produk dari kebimbangan arah pendidikan hari ini. Ada masalah pada karakter generasi, tetapi malah dijawab dengan Kurikulum Merdeka yang belum menyentuh masalah pokok pendidikan. Sudah berganti kurikulum, berpindah metode, hingga dikomandoi bermacam menteri, toh problem pendidikan masih saja berkelindan dan tidak pernah tuntas terselesaikan.
Oleh karenanya, untuk memecahkan kebuntuan dan kebekuan problem pendidikan, negeri ini semestinya mengambil Islam sebagai solusi fundamental. Tidak ada satu sistem pendidikan mana pun selain Islam yang mampu membawa peradaban emas yang cemerlang, baik dari pendidikan sumber daya manusianya maupun ilmu yang dicapainya. Saatnya berbenah secara fundamental, yakni menerapkan sistem pendidikan Islam secara kafah rahmatan lil alamin. Wallohu alam bis showab