Oleh: Rut Sri Wahyuningsih (Institut Literasi dan Peradaban)
Ada yang istimewa saat Ramadan, tak hanya karena ini adalah bulan suci bagi kaum muslim dan di dalamnya ada kewajiban puasa. Namun ada “ penghargaan” tak biasa yaitu penutupan tempat hiburan malam. Wali Kota Medan Bobby Nasution diberitakan melakukan inspeksi mendadak (sidak) dengan menutup paksa tempat hiburan malam Heaven Seven Club di bulan suci Ramadhan.
Pasalnya, tempat hiburan malam di Jalan Abdullah Lubis Medan ini tidak mengindahkan Surat Edaran Wali Kota Medan Nomor 400-8-2-3/1871 tertanggal 6 Maret 2024. Penutupan sementara usaha hiburan dan rekreasi ini berlaku mulai 10 Maret hingga 10 April 2024,” tegas Bobby.
Kebijakan yang dikeluarkan pihaknya ini, untuk menghormati dan sekaligus menghargai umat muslim dalam menjalankan ibadah bulan suci Ramadhan dan merayakan Idul Fitri 1445 H. (republika.co.id, 31/3/2024).
Sama halnya dengan Pemkot Medan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung juga melarang seluruh tempat hiburan malam di Kota Kembang untuk beroperasi selama bulan Ramadhan 1445 Hijriyah untuk menjaga kondusivitas dan menghormati masyarakat saat beribadah di bulan suci tersebut.
“Khusus untuk bar, kelab malam, diskotek, karaoke, pub, panti pijat, rumah biliar, spa dan sanggar seni budaya tradisional yang bersifat usaha dan hiburan dilarang mengoperasikan usahanya pada bulan puasa Ramadhan dan hari besar keagamaan,” kata Arief Prasetya Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Kota Bandung.
Arief meminta kepada seluruh pengusaha hiburan malam untuk menaati surat edaran yang telah dikeluarkan Pemkot Bandung selama bulan suci Ramadhan guna menghormati Muslim dalam menjalankan ibadah puasa. Imbauan itu telah dia sampaikan kepada pihak terkait melalui Surat Edaran Nomor: 728-Disbudpar/2024 perihal Penutupan Usaha Pariwisata Hari Besar Keagamaan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Penghargaan Sementara, Lip Servis Kapitalis
Dua kota di atas, adalah destinasi wisata dan andalan bagi pendapatan daerah yang utama. Seolah tampak istimewa ketika kedua pimpinannya menutup tempat hiburan saat bulan Ramadan. Terasa penghargaan terhadap kesucian bulan Ramadan berikut terhadap aktifitas utama di dalamnya sangat-sangat dimunculkan.
Namun semua ada batasnya, bukan selamanya. Dalam surat edaran yang menjadi payung hukum ditutupnya tempat hiburan malam itu hanya berlangsung sekitar 30 hari. Selepas bulan puasa, maka semua kembali normal. Yang maksiat silahkan lanjut maksiat, yang taat silahkan lanjutkan taat.
Apakah itu yang disebut pemimpin ideal, demokratis, toleransi dan adil? Sungguh semua adalah predikat yang menyesatkan. Apa yang ia jauhkan dari umat? Apa yang ia jaga untuk umat? Jika kenyataannya kemaksiatan tetap dipelihara di tengah mayoritas kaum muslim.
Tempat hiburan malam, sesuai konteksnya tidak mungkin hanya menyediakan panggung boneka atau stand up komedi. Namun semua yang berbau hiburan ala barat. Minuman beralkohol, interaksi bercampur baur, aurat yang terbuka, hingga pembicaraan yang tak layak diperbincangkan . Ironinya inilah salah satu sumber pendapatan daerah, di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Kiblat muamalah malah barat.
Inilah lip servis kapitalis. Pejabat dalam sistem ini tidak akan mungkin menghargai kaum muslim sebagaimana seharusnya menghargai Islam dan ajarannya. Yang menjadi fokus adalah keuntungan, meski harus menabrak yang haram. Kita bisa mengingat bagaimana Gubernur Ali Sadikin , Gubernur DKI periode 1966-1977 membangun Jakarta sebagai ibu kota negara modern dari pendapat pajak judi.
Dengan berbekal payung hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1957. Ali pun merasa punya kekuatan untuk menerapkan kebijakan tersebut (kompas.com, 27/10/2019). Artinya dalam sistem kapitalis tak soal halal atau haram, sepanjang sesuatu itu menghasilkan manfaat materi maka bisa digunakan.
Islam Sistem Sempurna
Islam menjadikan pemimpin sebagai periayah atau pengurus umat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,”Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).
Rasa aman dan penghargaan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia, oleh karena itu negara dalam hal ini pemimpin harus menjamin terpenuhinya kebutuhan itu. Terlebih jika penjagaan itu menyangkut akidah. Jelas tak boleh hanya lip servis.
Pemimpin harus berusaha sekuat tenaga menghindari keguncangan akidah, selamanya, bukan di momen-momen tertentu. Baik berupa pengontrolan media massa, terkait situs-situs yang bertentangan dengan syariat, muamalah yang tidak syar’i seperti tempat hiburan malam, muamalah di pasar agar terhindar dari praktik-praktik haram, usaha atau bisnis yang banyak mengadopsi budaya barat dan lain sebagainya.
Artinya dalam segala aspek yang menyangkut kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan negara benar-benar hadir mengupayakan terpenuhi untuk rakyat secara mandiri tanpa campur tangan asing.
Sumber pendapatan negara, agar bisa memenuhi kewajiban tersebut adalah Baitulmal sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dan khalifah selanjutnya. Pos pendapatan Baitulmal didalat dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum ( barang tambang, energi , mineral, kekayaan hutan dan sebagainya), harta milik negara ( fa’i, jizyah, kharaz dan lainnya) serta zakat. Tak ada celah bagi sumber harta haram, karena semua telah di atur dalam Alqur’an dan as-sunnah.
Sekali lagi, kita harus memperjuangkan tegaknya kembali Junnah atau perisai umat, agar hidup menjadi berkah, bukannya berlumur dosa. Wallahualam bissawab.