Oleh: Risna Ummu Zoya (Aktivis Muslimah Kalsel)
Tak terasa lebaran tinggal menghitung hari. Tapi bagi anak perantauan yang ingin mudik, mereka dihadapkan pada persoalan harga tiket pesawat yang melambung tinggi. Apapun alasan itu, dengan terpaksa mereka pun mengeluarkan biaya yang bisa naik dua kali lipat dari hari biasanya. Angkutan Udara memegang peranan yang sangat penting bagi masyarakat dalam berbagai kegiatan agar lebih cepat sampai ke tujuan.
Apalagi menjelang hari raya Idul Fitri, mudik masih menjadi tradisi masyarakat. Mengingat banyaknya masyarakat yang hidup di perantauan. Soal penyebab masih tingginya harga tiket penerbangan di Indonesia, Pemerintah pun saling silang pendapat. Meski Kementerian menuding kondisi ini disebabkan oleh kurangnya ketersediaan armada, pihak lainnya menduga ada monopoli penyaluran avtur sehingga menimbulkan harga jual yang tidak kompetitif. (Bisnis.com, 9/2/24).
Mencermati kenaikan harga tiket pesawat yang terus signifikan setiap menjelang hari raya Idul Fitri, 7 (tujuh) perusahaan diminta KPPU yang menjadi Terlapor dalam perkara Nomor No. 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5. Dan ditambah juga dengan Pasal 11 Uu Nomor 5 Tahun 1999 untuk tidak menaikkan harga tanpa alasan yang rasional serta memberitahukan kepada KPPU sebelum mengambil kebijakan untuk menaikkan harga tiket kepada konsumen. Adapun pelaporan tersebut yakni terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri (Perkara Kartel Tiket). Beberapa dari PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi merupakan ketujuh terlapor tersebut. (Kppu.go.id, 15/3/24).
Pemanggilan sejumlah maskapai penerbangan yang telah ditemukan akan dilakukan oleh KPPU, dikarenakan penjualan harga tiket melebihi tarif batas atas seiring kenaikan harga tiket pesawat setiap tahun menjelang hari raya Idul Fitri atau hari raya apapun. Sebagai masyarakat pastinya kita menginginkan transportasi udara yang murah, aman, dan nyaman. Apalagi kita hidup di negara Kepulauan yang menjadikan transportasi udara menjadi salah satu kebutuhan utama. Hanya saja dalam negara yang menerapkan sistem Kapitalisme, hal tersebut hanya akan menjadi harapan.
Pasalnya sistem ekonomi ini telah menyerahkan pengelolaan transportasi udara pada pihak korporasi (swasta) tak terkecuali asing. Alhasil, transportasi udara menjadi objek komersialisasi (bisnis) untuk mendapatkan keuntungan semata. Padahal transportasi adalah kebutuhan publik. Negara seharusnya memberikan pelayanan terbaik, murah, dan memadai bagi rakyat.
Sayangnya negara yang telah menerapkan sistem Kapitalisme hanya berperan sebagai regulator yang melayani kepentingan segelintir orang atau korporasi, bukan melayani rakyat. Tidak disangka, harga tiket pesawat akan terus melonjak naik sesuai keinginan perusahaan angkutan udara. Sistem yang digunakan hari ini membuat perusahaan penerbangan menjadikan layanannya sebagai bisnis bahkan atas rakyatnya sendiri.
Sedangkan hari ini kita mendapati seluruh aspek dalam setiap transportasi penerbangan berada dalam kendali korporasi, asing maupun dalam negeri. Baik dari alat angkutnya dalam hal ini pesawat, bahan bakar minyak penerbangan hingga infrastruktur penerbangan berupa bandar udara dengan segala kelengkapannya. Inilah konsekuensi penerapan sistem ekonomi Kapitalisme dan sistem politik demokrasi. Rakyat harus hidup mandiri dan dipaksa menerima pelayanan ala kadarnya atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Transportasi udara berkualitas, murah, aman, dan nyaman sejatinya hanya akan dirasakan rakyat dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah institusi negara Islam. Allah melarang praktik-praktik kehidupan yang lahir dari ideologi selain Islam seperti ideologi Kapitalisme maupun Sosialisme. Dengan adanya ideologi ini, prinsip kebahagiaan yang digunakan adalah dengan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Apapun bisa dilakukan, yang penting meningkatkan materi.
Ini merupakan sebuah pemahaman yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Sehingga apapun aktivitas yang dilakukan manusia, tidak perlu menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Hanya saja memakai aturan manusia.
Berbeda dengan sistem Islam, yang memiliki konsep sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Dalam hal ini, sistem ekonomi Islam juga mengharamkan riba yang akan nantinya bisa membuat ekonomi dunia cenderung stabil. Karena transportasi merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Prinsip negara dalam sistem ekonomi Islam adalah menyediakan transportasi yang murah, aman, cepat, dan nyaman sepanjang masa sebagai bentuk wujud ra’awiyah. Negara wajib mengatur dan menyediakan semua layanan tersebut dengan baik. Bagi negara, tujuan utama pengadaan transportasi adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada rakyat tanpa mencari keuntungan semata yang bisa membebani rakyatnya.
Islam memandang bahwa pemimpin adalah raa’in yang bertanggung jawab mengurusi rakyatnya. Negara tidak akan mempermudah pihak swasta terlihat dalam hal pengelolaan dan pendanaan transportasi udara di negeri ini. Negara juga tidak menjadikan transportasi sebagai sumber pemasukan negara. Seluruh pemenuhan kebutuhan transportasi akan diambil dari kas negara (baitul maal).
Sehingga, rakyat dari kalangan ekonomi tinggi maupun rendah bisa merasakan transportasi udara dengan pelayanan yang sama dan memadai, kapan saja termasuk menjelang Idul Fitri. Dengan demikian, hanya sistem Islam yang dapat mewujudkan kebutuhan rakyat dalam hal ini transportasi udara yang berkualitas, murah, aman dan nyaman. Tanpa harus menaikkan harga tiket. Wallahu’alam.