Oleh: Ummu Nifa
Ditengah mahalnya harga beras hingga membuat warga harus antri panjang ketika ada pasar murah sembako. Kini tarif listrik dikabarkan akan mengalami kenaikan. PT perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menetapkan tarif listrik untuk Maret 2024 ditetapkan bersamaan dengan pengumuman tarif listrik triwulan 1 pada januari 2024. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Ketenaga Listrikan Jisman P Hutajulu.
Kenaikan tarif listrik jelas makin membuat rakyat sengsara. Listrik sebagai sumber energi yang seharusnya diberikan dengan harga murah atau gratis nyatanya terus mengalami kenaikan harga. Sekalipun negara ini kaya sumber listrik, namun kekayaan itu tidak berarti sebab penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah membuat para kapital (swasta) legal menguasai sumber daya alam. Terbukti dibalik perusahaan, pengelolaan sumber-sumber listrik tertancap bendera asing. Akibatnya negara tidak berdaulat atas kekayaan negara sendiri. Negara (PLN) bergantung terhadap pasokan swasta apalagi harga listrik mempunyai penyesuaian berkala. Bergantung pada nilai tukar dollar AS terhadap rupiah (kurs).
Kepedihan semakin tak terperi. Negara kapitalisme adalah negara abai yang tidak berperan sebagai Raa' in (Pengurus/Pelayan bagi rakyat). Sehingga rakyat dibiarkan berjuang sendirian. Jikalau ada subsidi itu sekedar tambal sulam, tidak akan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat. Kesempitan hidup seperti ini seharusnya membawa masyarakat semakin sadar bahwa kondisi ini akibat hidup dalam sistem kapitalisme. Sistem yang mencampakkan aturan Allah.
Jika masyarakat khususnya kaum Muslimin kembali kepada aturan Allah yakni Islam dan menjadikan Islam sebagai ideologi maka penguasa sebagai raa'in akan terwujud . Negara sebagai raa'in mengenai pelayanan hal tersebut masuk dalam hak dan kewajiban. Pelayanan yang diberikan tidak akan berbicara untung dan rugi. Menyediakan sumber energi listrik yang murah bahkan gratis adalah kewajiban bagi negara dan hak bagi masyarakat.
Islam memiliki mekanisme yang wajib ditaati oleh semua kalangan, sebagaimana yang diketahui bahwa energi listrik merupakan upaya pemanfaatan potensi alam berupa minyak, batu bara, sinar matahari, nuklir, angin dan air untuk di konversikan menjadi energi listrik. Jika jumlah sumber daya alam (SDA) tidak terbatas maka kekayaan tersebut adalah milik umat.
Pengelolaan semua energi listrik akan di bawah negara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pemurnian pengolahan hingga menjadi barang yang siap di distribusikan kepada masyarakat.
Pertama didistribusikan secara langsung negara memberikan subsidi sumber energi secara gratis. Rakyat tidak perlu merasakan penderitaan beban hidup akibat kenaikan listrik. Subsidi dalam Islam adalah bentuk pelayanan oleh negara bukan di anggap beban negara. Seperti konsep negara kapitalisme. Islam memperbolehkan mengambil biaya distribusi listrik kepada rumah tangga hanya saja biaya yang di tentukan adalah biaya produksi sehingga harga tetap terjangkau atau negara boleh menjual listrik kepada industri dalam negeri dengan mengambil keuntungan minimum. Keuntungan ini masuk ke Baitul Mal.
Negara juga di perbolehkan menjual sumber listrik, minyak dan gas kepada negara lain (ekspor migas) dengan mengambil keuntungan maksimal dan keuntungannya masuk ke Baitul Mal.
Negara mengalokasikan keuntungan dari kepemilikan umum yaitu Baitul Mal untuk membiayai semua pasilitas publik dan kebutuhan dasar publik berupa pendidikan, kesehatan, dan an keamanan secara gratis. Pasilitas publik seperti jembatan, jalan raya dan mesjid akan di bangun dengan pasilitas terbaik sehingga rakyat bisa memanfaatkannya dengan nyaman.
Beginilah ketika Islam mengatur tata kelola sumber energi listrik. Rakyat akan mudah mendapatkan kebutuhan publiknya berupa energi listrik. Semua ini akan terwujud jika mengambil Islam sebagai ideologi dan seluruh aturannya diterapkan dalam kehidupan bernegara. Wallahua'lam bishshawwab.[]