Pemilu Dalam Demokrasi Dan Islam





Oleh: Fuji 
 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan duka atas meninggalnya sejumlah anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). KPU menyebut faktor kematian para anggota KPPS itu akibat kelelahan, ada 35 orang meninggal dunia setelah menjalankan tugas proses perhitungan suara Pemilu 2024. KPU menjabarkan 23 di antaranya anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Data kematian dan sakit Badan Adhoc periode tanggal 14-15 Februari 2024 update data, 16 Februari 2024, pukul 18.00 Wib meninggal 35 orang dengan rincian KPPS 23 orang. Ungkap Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam keterangannya Jum'at (16/2/2024). 

Faktor yang memicu sakit dan kematian tersebut berdasarkan catatan Dinkes Jabar, puluhan petugas yang meninggal mayoritas memiliki penyakit penyerta. Mulai dari penyakit jantung hingga darah tinggi, jadi pemicu terbesar gugurnya para petugas di garda terdepan proses penghitungan ini. Meski begitu, Dinkes menyatakan angka kematian petugas Pemilu mengalami penurunan dibanding 2019. Pada tahun itu, tercatat sebanyak 177 petugas gugur di Jawa Barat. Dibanding tahun ini lebih ada 23 orang. menurunnya angka kematian petugas pengawal Pemilu dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya, proses rekrutmen yang ketat, termasuk menyertakan riwayat penyakit saat mendaftar sebagai petugas. ketika mendaftar harus ada surat keterangan sehat dan juga harus mengisi format riwayat sakit, Dari situ yang tidak terkontrol disuruh berobat terlebih dulu, cara seperti ini lah yang membuat angka kematian petugas KPPS menurun. 

Disisi lain pemilu dalam sistem demokrasi tidak efektif dikarenakan fakta  yang menunjukkan bahwa ada syarat yang diajukan oleh KPU Yanga bertentangan dengan hukum Islam, di antaranya adalah calon wakil rakyat harus mengakui Asas tunggal Pancasila atau kewajiban yang dibebankan oleh pemerintahan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi, serta kesetiaannya dengan sistem sekular. Yaitu memisahkan urusan agama dalam tiap aspek kehidupan. Pemilu dalam sistem demokrasi juga ditujukan untuk memilih wakil rakyat yang memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah fungsi legislasi dan kontrol. Dengan kata lain, mereka juga turut andil dalam melahirkan dan melanggengkan kekuasaan demokrasi sekuler. 

Dari segi biaya yang besar juga banyak memakan tenaga. Untuk pemilu 2024, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran hingga Rp71,3 triliun. Anggaran bahkan sudah diberikan sejak jauh-jauh hari, sekitar 20 bulan sebelum pemilu terselenggara. Pada tahun 2022, Pemerintah mengalokasikan Rp3,1 triliun. Tahun 2023, alokasi anggaran Pemilu bertambah menjadi Rp 30,0 triliun. Secara blak-blakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran keseluruhan digunakan untuk menetapkan jumlah kursi penugasan penyelenggaraan pemilu, pemutakhiran data pemilih, penyusunan dapil( daerah pemilihan), pengolahan dan pengadaan dokumentasi dan logistik. Pertanyaan nya dalam konferensi pers APBN, Rabu(20/9/2023) @Red.CNBC Indonesia. Terrlihat jelas, pesta demokrasi tidak saja di KPU dan Banwaslu tapi dialokasikan pada kementrian dan lembaga, yang anggaran tersebut digunakan untuk pengawasan pemilu, penanganan kode etik pemilu, dan diseminasi informasi, sosialisasi dan bimbingan teknis hukum serta konsultasi peserta pemilu.
 
Hukum Pemilu

Hukum asal pemilu untuk memilih wakil rakyat (perwakilan) adalah mubah. Namun demikian, seorang muslim tetap harus memperhatikan syarat-syarat yang ada didalamnya. Selama syarat-syaratnya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, maka absahlah aqad perwakilan tersebut. Sebaliknya, jika syarat-syaratnya bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, maka aqad perwakilan itu batal. 

Dalam konteks pemilu saat ini, seorang wakil rakyat harus menjadi anggota parlemen dan mengikuti seluruh mekanisme parlemen tatkala hendak memperjuangkan aspirasi rakyat melalui parlemen. Sebab, ketika seseorang hendak berjuang melalui parlemen. Maka, orang tersebut harus berkecimpung dan  terlibat didalamnya. Tanpa melibatkan dan berkecimpung di dalamnya, seseorang yang berjuang via parlemen tidak mungkin bisa menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Padahal, parlemen dan seluruh mekanisme yang ada didalamnya jelas-jelas bertentangan dengan hukum Islam. 

Melihat bagaimana fakta dan realita para wakil rakyat yaitu harus mengakui beberapa prinsip yang bertentangan dengan hukum Islam. Bahkan mereka harus mengakui dan menerima ada parlemen yang tidak berdasarkan 'aqidah dan syariat Islam. Dengan kata lain, ada syarat-syarat bathil yang harus diakui oleh siapa saja yang hendak menjadi anggota parlemen. 
 
Salah satu syarat yang bertentangan dengan 'aqidah Islam adalah, setiap calon wakil rakyat harus mengakui prinsip-prinsip sekuler sebagai asas dan dasar negara. Syarat ini harus dipenuhi oleh siapa saja yang hendak menjadi anggota parlemen. Padahal, pengakuan terhadap prinsip dasar sekuler ini jelas-jelas merupakan tindakan yang bertentangan dengan 'aqidah Islam. Syarat-syarat tersebut tercantum dengan sangat jelas dalam undang-undang no.23 tahun 2003, yang mengatur tentang kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. 

Sesungguhnya, keterlibatan kaum muslim dalam pesta demokrasi kufur merupakan bentuk keterjebakan politik (political trapping). Keterlibatan kaum muslim dalam parlemen tanpa sadar justru menunjukkan bahwa mereka telah merelakan dirinya dikuasai oleh skenario kaum kafir. Sebab, mekanisme dan syarat-syarat Pemilu telah mereka desain untuk melanggengkan sistem pemerintahan demokrasi sekuler yang sangat bertentangan dengan hukum Islam dan secara tidak sadar justru telah memperkuat dan melanggengkan sistem kufur. 


Bagaimana Islam Mengadakan Pemilu Yang Efektif?


Dalam pandangan Islam, hukum asal pemilu dan melibatkan diri didalamnya adalah mubah. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemilu merupakan aqad wakalah dalam hal aspirasi dan pendapat. Selama rukun dan syarat wakalah dalam hal terpenuhi dan sejalan dengan prinsip Islam, maka absahlah akad wakalah tersebut. Pemilu dalam Islam tentu saja berbeda dengan Pemilu dalam sistem pemerintahan demokrasi. Asas, prinsip, maupun tujuan-tujuannya saling bertolak belakang dan bertentangan. Dalam sistem pemerintahan Islam, pemilu merupakan media untuk memilih anggota majelis ummat, serta salah satu cara (uslub) untuk memilih seseorang yang akan dicalonkan sebagai kepala negara (Khalifah).  

Pada dasarnya kepemimpinan itu adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan di sisi Allah azza wa jalla. Dalam pandangan Islam, kepemimpinan negara itu bersifat tunggal.Tidak ada dualisme kekuasaan didalam Islam. Kekuasaan berada ditangan seorang Khalifah secara mutlak. Kepemimpinan Islam itu bersifat universal, bukan bersifat local maupun regional. Artinya, kepemimpinan didalam Islam diperuntukkan untuk muslim maupun non muslim. Kepemimpinan itu adalah amanah yang membutuhkan karakter dan sifat-sifat tertentu. Dengan karakter dan sifat tersebut seseorang akan dinilai layak untuk memegang amanah kepemimpinan. Sifat-sifat   kepemimpinan yang paling menonjol ada tiga. 
Pertama, al-quwwah (kuat). Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan ketika ia memegang amanah kepemimpinan. kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. 
Yang di maksud dengan kekuatan disini adalah kekuatan 'aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat dan syariat Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menelurkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya, sedikit banyak pasti akan merugikan dan menyesatkan rakyatnya. 
 
Kedua, al-taqwa (ketaqwaan). Ketaqwaan adalah salah satu sifat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin maupun penguasa. Pemimpin yang bertaqwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung untuk tidak menyimpang dari aturan Allah SWT. Ia selalu berjalan lurus sesuai dengan syariat Islam. 

Ketiga, al-rifq (lemah lembut) tatkala bergaul dengan rakyatnya. Sifat ini juga sangat ditekankan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Dengan sifat ini, pemimpin akan semakin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya. Seorang pemimpin mesti berlaku lemah lembut, dan memperhatikan dengan seksama kesedihan, kemiskinan, dan keluh kesah masyarakat. Iya juga memerankan dirinya sebagai pelindung dan penjaga umat yang terpercaya. Ia tidak pernah menggunakan kekuasaannya untuk menghisap dan mendzalimi rakyatnya. Ia juga tidak pernah memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri, ia juga tidak pernah berfikir untuk menyerahkan umat dan harta kekayaan negara ke tangan-tangan musuh. Dirinya selalu menancapkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, artinya. 
"Barang siapa diberi kekuasaan oleh Allah SWT untuk mengurusi urusan umat Islam, kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedudukan, dan kemiskinan mereka, maka Allah SWT tidak akan memperhatikan kepentingan, kedudukan, dan kemiskinannya di hari kiamat". ( HR. Abu Dawud dan al-Turmudziy). 

Seorang pemimpin mesti memperhatikan urusan umat dan bergaul bersama rakyatnya dengan cara yang baik. Seorang pemimpin tidak hanya dituntut memiliki kecakapan dalam hal pemerintah dan administrasi, akan tetapi ia juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yang menjadikan dirinya ditaati dan dicintai oleh rakyatnya. 

Wallahu A'lam Bishawab

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم