Oleh : Nita Ummu Rasha
Kejadian tragis menimpa para pekerja rumah tangga di negeri kita tercinta ini, lima asisten rumah tangga (ART) di Jatinegara, Jakarta Timur, menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya. Kasus penganiayaan terungkap setelah korban melarikan diri dari rumah majikan pada Senin (12/2/2024) sekitar pukul 02.30 WIB. Korban kemudian ditemukan oleh tetangga dalam kondisi penuh luka-luka di tubuhnya. (Tribunnews.com)
Seorang tetangga, Vina (39), mengaku sempat memberi pertolongan kepada para ART yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah. Vina menjelaskan para ART kabur dengan cara memanjat pagar karena sering disiksa dan dipaksa kerja hingga dini hari.
"Saya tanya sistem kerja seperti apa, kata dia (korban) kerja dari pagi kadang sampai jam 22.00 WIB, kadang sampai jam 02.00 WIB, bahkan sampai jam 04.00 WIB," ungkapnya, Senin (12/2/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
Para ART perempuan diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan yang juga seorang perempuan.
Beginilah potret buram seorang perempuan yang bekerja menjadi ART disistem kapitalis, sistem yang membuat seseorang menjadi tidak manusiawi. Tidak dapat dipungkiri saat ini seseorang yang memiliki jabatan ataupun kekayaan mereka merasa memiliki kekuasaan sehingga bisa melakukan tindakan apa saja kepada orang lain bahkan tidak perduli tindakan itu menjadi sesuatu yang menyakiti orang lain asalkan mereka merasa puas dengan hal itu. Mungkin seperti itulah yang menyebabkan para ART disiksa oleh majikannya bahkan diperlakukan secara tidak manusiawi, badan disetrika, jam kerja yang tidak teratur, diberi makan telat, bahkan gaji yang dijanjikanpun belum diberikan.
Disisi lain kemiskinan dan rendahnya pendidikan membuat seseorang tak memiliki nilai tawar, yang menambah potensi terjadinya kezaliman. Mirisnya negara tidak mampu memberikan perlindungan pada ART. sementara RUU P-PRT hingga 20 tahun lebih belum disahkan juga. Kalaupun disahkan, negara takkan mampu memberikan perlindungan hakiki mengingat pembuatan UU hanya formalitas, tak menyentuh akar masalah.
Tidak ada penegakkan hukum yang mampu mewujudkan keadilan antara pekerja dan pemberi kerja, pihak yang memiliki modal dan kuasa selalu diposisikan istimewa sehingga bertindak zalim yang seakan- akan menjadi hal yang biasa. Selama ini kasus- kasus tindakan penganiayaan majikan terhadap ARTnya tidak pernah mendapatkan hukuman yang setimpal dan membuat efek jera.
Disisi lain faktanya masih banyak penduduk negeri ini yang hidup dalam kemiskinan dan pendidikan rendah bahkan kemiskinan dan kebodohan terjadi secara sistemik, maka tak heran pekerjaan sebagai ART dimintai masyarakat demi memenuhi kebutuhan hidup mereka rela melakukan pekerjaan apa saja dengan mengandalkan kemampuan yang mereka miliki sedangkan menjadi ART dinilai tidak membutuhkan syarat yang rumit cukup mengandalkan kemampuan yang biasa dilakukan dirumah sehari- hari seperti menyapu, mengepel, mencuci baju dan lain sebagainya.
Perlindungan pekerjaan seperti ART hanya dapat terealisasi dalam penerapan islam secara kaffah karena islam memandang manusia memiliki kedudukan yang sama yang membedakan hanyalah takwanya. Islam memandang transaksi ijarah adalah hubungan yang terikat dengan aturan Allah dan RasulNya paradigma ini mampu membuat ART terhindar dari kezaliman, upah diberikan berdasarkan manfaat yang diberikan pekerja baik manfaat itu lebih besar dari kebutuhan hidup atau lebih rendah dari kebutuhan pekerja.
Penetapan upah merupakan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja, ketentuan jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja sudah jelas dalam kesepakatan awal bukan sesuatu yang samar dan berpotensi memunculkan tindakan zalim, majikan wajib memberikan upah dan hak- hak pekerja sebagimana akad yang sudah disepakati. Majikan haram mengurangi hak pekerja mengubah kontrak kerja secara sepihak atau menunda pembayaran upah. Jika terjadi perselisihan negara wajib turun tangan menyelesaikan perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja secara adil sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. (HR. Al- Bukhari).
Wallahu'alam bishowab.