Oleh: Ita Ummu Firdaus
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti masih rendahnya pendanaan untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di industri pembiayaan. Padahal kebutuhan pendanaan UMKM masih sangat besar dan tidak dapat disediakan seluruhnya oleh perbankan. Dikutip dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028, kajian yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Ernst and Young (EY) menunjukkan terdapat tren kesenjangan antara supply and demand pendanaan UMKM sampai dengan tahun 2026. “Pada 2026, kesenjangan tersebut diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun, sedangkan kemampuan untuk penyaluran pendanaan untuk UMKM oleh lembaga jasa keuangan pada periode tersebut hanya Rp1.900 triliun,” tulis roadmap tersebut dikutip Minggu (10/3/2024).
Meningkatnya aktivitas utang ke pinjol saat Ramadan merupakan hal yang kontradiktif dengan kesucian bulan puasa. Semestinya, momen Ramadan diisi ketaatan pada Allah, bukan justru melakukan aktivitas ribawi yang Allah SWT haramkan.
Ramadan mendapatkan gelar syahrun mubarak (bulan yang diberkahi) karena banyaknya berkah yang Allah turunkan pada bulan ini, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika riba merajalela.
Pembiayaan UMKM
Selain untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran, layanan pinjol juga banyak digunakan oleh pelaku UMKM untuk menambah modal secara mudah. Data OJK menunjukkan bahwa 38,39% dari transaksi pinjol merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Adapun penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.
Pinjaman UMKM pada pinjol digunakan untuk keperluan menambah modal demi memenuhi permintaan pasar. Pinjol lebih disukai oleh konsumen karena prosedurnya lebih mudah daripada bank atau lembaga pembiayaan lainnya. Namun, sebenarnya pinjol menetapkan bunga yang sangat tinggi melebihi bank. Belum lagi perilaku para penagih pinjol yang kerap mengintimidasi nasabah jika terjadi keterlambatan pembayaran.dan Akibatnya, nasabah merasa tertekan hingga tidak sedikit yang stres dan bunuh diri.
Terlepas dari jenis lembaga keuangannya, baik bank, fintech, maupun lainnya, semuanya berbasis riba yang diharamkan dalam Islam. Saat ini, riba merajalela karena sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia menjadikan riba sebagai pilarnya. Mayoritas transaksi di dalam kapitalisme mengandung riba. Akibatnya, terjadi kerusakan yang luar biasa, baik yang menimpa individu maupun masyarakat.sungguh sanggat miris hari ini masyarakat yang banyak menjadi korban binjol dan bahkan banyak yang bunuh diri karna terjeratnya hutang pinjol.
Oleh karenanya, masyarakat maupun pelaku UMKM hendaknya menjauhi praktik riba tersebut.dan Harta yang diperoleh dari jalan riba akan membuahkan kesensaraan di ahirat nanti,dan tidak akan berkah karena riba digambarkan sebagai menyatakan perang terhadap Allah Taala.
Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kalian beriman. Apabila kalian tidak melakukannya maka yakinlah dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Apabila kalian bertobat, kalian berhak mendapatkan pokok harta kalian. Kalian tidak menzalimi dan juga tidak dizalimi.” (QS Al-Baqarah [2]: 279).
Bagaimana harta kita bisa berkah jika masih terlibat riba? Oleh karenanya, kita butuh solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Ketika Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi bagi masyarakat yang membutuhkan. Haramnya riba telah Allah Swt. firmankan di dalam QS Al-Baqarah: 275, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Sistem Islam memberikan solusi bagi masyarakat yang butuh membeli kebutuhan sehari-hari dengan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan umatnya. Level “menyejahterakan” tersebut adalah terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap orang, serta terwujudnya kemampuan memenuhi kebutuhan.
Saat ini riba adalah bagian dari sistem ekonomi kapitalisme. Para kapitalis, seperti para pemilik bank, menjadikan pinjaman sebagai investasi untuk memperkaya diri dengan mengeksploitasi ekonomi orang lain dengan pinjaman berbunga yang mencekik. Meski sudah banyak menelan korban, karena tak ada pilihan lain, jumlah orang yang terjerat pinjol semakin bertambah setiap tahunnya. OJK mencatat, jumlah penyaluran pinjaman online mencapai Rp 18,96 triliun per November 2022. Angka itu, dibandingkan dengan tahun lalu, meningkat sekitar 46,18%.
Dalam Islam memberikan utang adalah bagian dari amal salih untuk menolong sesama, bukan investasi untuk mendapatkan keuntungan, apalagi dijadikan alat untuk mengeksploitasi orang lain yang sedang membutuhkan. Nabi saw. bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Siapa saja yang meringankan suatu kesusahan (kesedihan) seorang Mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada Hari Kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberi dia kemudahan di dunia dan akhirat (HR Muslim).
Orang yang memberikan pinjaman pun dianjurkan oleh Allah SWT untuk bersikap baik saat menagih haknya dan memudahkan urusan saudaranya yang meminjam. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia lapang. Menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian jika saja kalian mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 280).
Meski demikian seorang Muslim juga diingatkan dengan keras oleh Nabi saw. untuk tidak meremehkan utang dan tidak mudah berutang. Bahkan Aisyah ra. menceritakan bahwa Rasulullah saw. sering memohon kepada Allah SWT perlindungan dari utang. Selain itu, utang yang belum dilunasi di dunia akan dituntut di akhirat. Rasul saw. bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang Mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai utangnya dilunasi (HR Ahmad).
Solusi atas muamalah ribawi hari ini tidak hanya sebatas individu. Ini karena muamalah ribawi telah menjadi persoalan sistemik yang menjerat banyak pihak di negeri ini. Oleh karena itu Islam mewajibkan Negara untuk melindungi rakyat dari praktik muamalah ribawi. Dalam Islam, Negara akan menghapuskan praktik ribawi karena haram, termasuk dosa besar, dan menghancurkan ekonomi. Selanjutnya negara islam akan menata mekanisme proses utang-piutang yang sedang berjalan agar terbebas dari riba, dengan tetap menjaga hak-hak harta warga negara. Untuk itu, Khalifah akan menetapkan bahwa yang wajib dibayar hanyalah utang pokoknya. Adapun riba/bunga yang telah diambil oleh para pihak pemberi piutang wajib dikembalikan kepada pihak yang berutang.
Khalifah juga akan menjatuhkan sanksi terhadap warga yang masih mempraktikkan muamalah ribawi. Sanksi yang dijatuhkan berupa ta’zîr yang diserahkan pada keputusan hakim, bisa berupa penjara hingga cambuk. Sanksi dijatuhkan kepada semua yang terlibat riba; pemberi riba, pemakan riba, saksi riba dan para pencatatnya. Kaum Muslim juga harus diingatkan agar tidak bergaya hidup konsumtif dan mudah berutang yang menyebabkan kesusahan. kepada kalian agar tidak berutang meskipun kalian merasakan kesulitan. Sebabnya, sungguh utang itu adalah kehinaan pada siang hari dan kesengsaraan pada malam hari. Karena itu tinggalkanlah ia, niscaya kehormatan dan kedudukan kalian akan selamat, dan akan tersisa kemuliaan bagi kalian di antara manusia selama kalian hidup.
Negara Khilafah wajib memberikan rasa aman dan nyaman untuk setiap warganya, termasuk aman karena kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Dalam Baitul Mal ada pos-pos pengeluaran yang ditujukan untuk kemaslahatan umum seperti untuk pendidikan, kesehatan, Di Baitul Mal juga ada Divisi Santunan yang menyediakan anggaran khusus untuk kaum fakir, miskin dan warga yang terjerat utang
Dengan solusi tersebut, masyarakat akan dijauhkan dari praktik riba. Hasilnya, keberkahan akan Allah Swt. curahkan bagi umat Islam. Kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan para pengusaha bisa berbisnis dengan tenang. Inilah indahnya kehidupan di bawah Khilafah. Wallahu'alam bishshawwab.[]