Oleh: Ummu Dilla
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12% pada 2025. Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dilansir oleh cnbc.com (08/03/2024).
Tarif PPN sebesar 11% dari sebelumnya 10% sejak tahun 2022. Berdasarkan pasal 7 ayat 1 UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Diperkirakan kebijakan ini akan terus berlanjut hingga masa mendatang.
Dalam sistem ekonomi kapitalis ini, salah satu sumber pendapatan negara yang paling besar adalah dari pajak. Ditambah lagi masih banyaknya korupsi yang semakin merajalela diberbagai kalangan, akan menambah penderitaan rakyat, karena yang seharusnya menjadi hak rakyat diambil alih oleh para pelaku korupsi.
Telah nyata dalam sistem Kapitalis sekuler yang diterapkan di negeri ini telah banyak menyebabkan persoalan besar ditengah masyarakat, khususnya masyarakat dengan penghasilan dibawah rata-rata. Penghasilan rakyat tidak sesuai dengan angka pengeluarannya.
Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, seperti yang saat ini terjadi, harga beras semakin melonjak, daya beli masyarakatpun akan ikut mengalami penurunan dan angka pengangguran pun pasti akan semakin banyak. Akibatnya untuk mencukupi kebutuhannya rakyat akan tergiur untuk mengambil jalan pintas dengan pinjaman online (pinjol). Padahal itu bukan solusi yang tepat yang ada hanya akan menambah beban untuk rakyat, dan rakyat pun akan semakin terpuruk, karena beban kebutuhan hidup yang semakin berat.
Berbeda dengan sistem Islam, adapun kebijakan pajak yang diberlakukan diambil hanya dari orang kaya saja, itu pun hanya bersifat sementara, apabila kas dalam Baitul Mall sedang mengalami penurunan. Dan akan dihentikan apabila harta dalam Baitul Mall sudah stabil lagi. Jadi tidak dibebankan kepada seluruh rakyat.
Seluruh pos pemasukan dan pengeluaran negara pun memiliki landasan yang kuat sesuai syari'at yaitu dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.Yang wajib dikelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat seperti untuk biaya pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Dalam Sistem Islam pemberian bantuan pun tidak akan salah sasaran. Jadi benar-benar akan diberikan langsung kepada yang membutuhkan.
Inilah peri'ayahan dalam Islam, pemimpin betul-betul menjalankan amanahnya dengan baik, karena pemimpin wajib mengurus dan bertanggung jawab untuk menunaikan semua hajat masyarakat tanpa harus membebani dengan pajak.
Rasulullah saw bersabda:
«إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ»
Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya. (HR Muslim).
Hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah akan mewujudkan kehidupan yang rahmatan lil'alamiin, kehidupan yang didambakan seluruh manusia. Karena dengan Sistem Islam umat akan sejahtera, tentram dan damai tanpa ada kekhawatiran lagi memikirkan kehidupan sehari-hari.
Mari bersama bergandengan tangan untuk berdakwah menyadarkan umat akan pentingnya penerapan sistem Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahua'lam bishshawwab.[]