Oleh : Suryani
Jelang datangnya Ramadhan, sejumlah harga kebutuhan bahan pokok mengalami kenaikan. Fenomena ini sudah dianggap wajar karena hampir terjadi disetiap tahunnya.
Seperti yang terjadi dipasar sejumlah daerah, telur ayam broiler yang awalnya seharga Rp 27.000 per 1 kilogram, kini naik menjadi 30000. Dan yang paling tinggi kenaikannya ada di harga cabai rawit, yakni dari Rp 65.000 menjadi Rp 80.000 per kilogram serta harga daging ayam broiler yang biasanya berada di kisaran Rp28.000 kini menjadi Rp 35.000 per kilogramnya.
Hanya saja, meski naik, tingkat konsumsi masyarakat masih tinggi. Dalam artian, masyarakat tetap membelinya karena untuk kebutuhan sehari-hari.
Salah satu penyebab kenaikan harga adalah meningkatnya permintaan konsumen, kenaikan biaya distribusi, dan psikologi pasar menjelang ramadan. Indikasinya, sebulan menjelang bulan suci ini harga kebutuhan pokok di pasar-pasar tradisional sudah mengalami kenaikan di beberapa daerah.
Terdapat beberapa komoditas yang perlu diwaspadai kemungkinan kenaikannya menjelang ramadan tahun ini. Komoditas tersebut cabai rawit, daging sapi, minyak goreng, telur, dan gula pasir. Sekaligus beras yang terus naik jauh sebelumnya.
Untuk mengatasi fenomena kenaikan harga bahan pokok tersebut, sektor produksi barang kebutuhan masyarakat perlu diperkuat. Perlu peningkatan jumlah produksi barang-barang kebutuhan masyarakat pada saat terjadinya peningkatan konsumsi.
Jika kita kembali ke hukum ekonomi, harga memang akan naik ketika permintaan (kebutuhan masyarakat) lebih tinggi daripada penawaran. Maka, ada dua pihak yang berperan penting di sini, yaitu peran masyarakat dari sisi permintaan dan peran pemerintah dari sisi penawaran.
Pemerintah harus mampu memastikan kecukupan kebutuhan ketika bulan Ramadan melalui regulasi-regulasi yang diperlukan untuk meningkatkan angka penawaran sehingga angka permintaan tidak melebihi angka penawaran. Pedagang "nakal" yang mampu mengontrol harga pasar pun harus bisa ditangani oleh pemerintah agar harga barang di pasar tetap stabil.
Sudah pasti permintaan kebutuhan pokok mengalami peningkatan ketika bulan ramadhan tiba mengingat mayoritas masyarakat Indonesia adalah umat Islam yang menjalankan puasa. Namun, mengontrol kebutuhan itu akan sangat membantu menekan peningkatan angka permintaan di pasar. Jika pun permintaan akan bahan pokok naik, peningkatannya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Strategi itu juga harus diimbangi dengan meningkatkan jumlah pasokan bahan pokok. Untuk mengimbangi angka permintaan tersebut tidak dibutuhkan peningkatan penawaran yang terlalu besar karena permintaan telah terkontrol oleh masyarakat. Masyarakat juga hendaklah membeli bahan pokok sesuai kebutuhan. Perlu bijak dengan tidak membeli secara membabi buta atau dengan tujuan untuk ditimbun.
Kenaikan harga pangan yang terus menerus menunjukkan betapa abainya penguasa dalam sistem kapitalisme. Hal ini tentu sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Lebih istimewa lagi dalam sistem Islam pemenuhan kebutuhan rakyat bukan dihitung secara kolektif. Melainkan secara individu perindividu. Sehingga tanggung jawab untuk mengurus setiap individu rakyat sudah menjadi tupoksi bagi penguasa. Mereka, para penguasa ini harus berupaya dengan segenap cara untuk meriayah rakyatnya. Jika pemerintah abai dalam hal ini, maka mereka sudah berbuat dzalim.
Islam memiliki mekanisme agar harga pangan dapat stabil dan terjangkau. Konsep ini tertuang di dalam sistem ekonomi Islam yang secara praktis akan diterapakan dalam sistem pemerintahan Islam.
Islam telah melarang negara melakukan pematokan harga. Karena dapat menyebabkan inflasi. Maka langkah yang tepat adalah membiarkan harga mengikuti mekanisme pasar.
Berikut beberapa kebijakan penguasa dalam sistem Islam untuk membuat harga stabil antara lain :
1. Bila penawaran dan permintaan barang berkurang sehingga mengakibatkan harga-harga naik maka ketersediaan barang dan jasa diseimbangkan kembali oleh negara dengan menyuplai barang dan jasa dari wilayah lain. Kebijakan ini pernah dilakukan khalifah Umar Bin Khattab saat Madinah mengalami musim paceklik. Beliau mengirim surat kepada beberapa gubernurnya disekitar Madinah seperti Basyrah dan Mesir memerintahkan mereka untuk mengirimkan logistiknya ke Madinah.
2. Jika ketersediaan di dalam negeri tidak mencukupi maka dibolehkan impor barang dengan syarat dilakukan secara temporer sampai harga barang stabil, tidak boleh dengan negara kafir harbi fi’lan (Amerika, Inggris dan sekutunya) serta bukan komoditas haram.
3. Jika terungkap bahwa ketersediaan barang karena adanya penimbunan dan kartel barang maka dapat dijatuhkan sanksi ta’zir dan mewajibkan para penimbun melepaskan barangnya kembali ke pasar.
4. Jika kenaikan harga barang terjadi karena penipuan maka negara dapat menjatuhkan sankis ta’zir dan menjatuhkan hak khiyar yaitu memilih antara melanjutkan akad atau mebatalkan jual beli.
5. Adanya penjagaan standar mata uang yaitu dengan emas dan perak dan negara tidak boleh menambah jumlah uang yang beredar karena dapat menyebabkan nilai nominal mata uang yang sudah ada jatuh. Dengan demikian tidak akan terjadi inflasi yang menyebabkan harga barang naik seperti saat ini.
Sikap bijak disaat bahan pokok naik
Ada beberapa keterangan yang bisa kita petik ketika terjadi kenaikan harga barang, yaitu :
1. Bahwa kenaikan harga barang merupakan ketetapan Allah.
Disebutkan dalam riwayat bahwa di zaman sahabat pernah terjadi kenaikan harga. Mereka pun mendatangi Nabi SAW dan menyampaikan masalahnya. Mereka mengatakan,
يا رسول الله غلا السعر فسعر لنا
“Wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak yang naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur harga barang.”
Mendengar keluha ini, Nabi SAW menjawab,
إن الله هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني لآرجو أن ألقى الله وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم أو مال
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.” (HR. Ahmad 12591, Abu Daud 3451, Turmudzi 1314, Ibnu Majah 2200, dan dishahihkan Al-Albani).
Bisa diperhatikan ketika Rasulullah SAW mendapat laporan tentang kenaikan harga, yang beliau lakukan bukan menekan harga barang, namun beliau ingatkan para sahabat tentang takdir Allah, dan Allah yang menetapkan harga. Dengan demikian, mereka akan menerima kenyataan dengan yakin dan tidak terlalu bingung dalam menghadapi kenaikan harga, apalagi harus stres atau bahkan bunuh diri.
2. Kenaikan harga barang, tidak mempengaruhi rezeki seseorang
Bagian penting yang patut kita yakini bahwa rezeki kita telah ditentukan oleh Allah SWT. Jatah rezeki yang Allah SWT tetapkan tidak akan bertambah maupun berkurang. Meskipun, masyarakat Indonesia diguncang dengan kenaikan harga barang, itu sama sekali tidak akan menggeser jatah rezeki mereka.
Allah berfirman,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Andaikan Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura: 27)
Ibnu Katsir mengatakan,
أي: ولكن يرزقهم من الرزق ما يختاره مما فيه صلاحهم، وهو أعلم بذلك فيغني من يستحق الغنى، ويفقر من يستحق الفقر.
“Maksud ayat, Allah memberi rezeki mereka sesuai dengan apa yang Allah pilihkan, yang mengandung maslahat bagi mereka. Dan Allah Maha Tahu hal itu, sehingga Allah memberikan kekayaan kepada orang yang layak untuk kaya, dan Allah menjadikan miskin sebagian orang yang layak untuk miskin.” (Tafsir Alquran al-Adzim, 7/206)
Terkait dengan hal ini, Rasulullah SAW telah mengingatkan umatnya agar jangan sampai mereka merasa rezekinya terlambat atau jatah rezekinya serat. Nabi SAW bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ ، فَلا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ ، اتَّقُوا اللَّهَ أَيُّهَا النَّاسُ ، وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، خُذُوا مَا حَلَّ ، وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi dalam sunan al-Kubro 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak 2070 dan disepakati Ad-Dzahabi)
Satu catatan yang penting harus dipahami, hadist ini bukan untuk memotivasi agar anda tidak bekerja atau meninggalkan aktivitas mencari rezeki. Nabi SAW mengingatkan demikian, tujuannya agar manusia tidak terlalu ambisius dengan dunia, sampai harus melanggar yang dilarang syariat. Kemudian ketika terjadi musibah, manusia tidak sedih yang berlebihan, apalagi harus stres.
Tidak perlu risau dengan rizki
Semahal apapun harga pangan, Allah menjamin rizki anda, Allah berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Perintahkahlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah dalam menjaga shalat. Aku tidak meminta rizki darimu, Aku yang akan memberikan rizki kepadamu. Akibat baik untuk orang yang bertaqwa.” (QS. Thaha: 132).
Demikianlah, seluruh upaya yang dilakukan negara dalam sistem Islam ini akan memudahkan rakyat menjangkau kebutuhan hidupnya. Maka sudah saatnya umat melihat penerapan Islam secara sistemik sebagai satu-satunya solusi logis dan solusi tuntas untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul akibat diterapkannya kapitalisme global hari ini.
Wallohu'alam