Oleh: Bunda Emma
Serangan entitas Yahudi yang telah meluluhlantakkan Gaza, menghilangkan nyawa lebih dari 12.300 anak-anak, 8.400 perempuan, bahkan ribuan lainnya terluka dan hilang, ternyata justru meningkatkan islamofobia di Inggris dan negara Eropa lainnya.
Tell MAMA melaporkan bahwa pihaknya telah mencatat 2.010 kasus Islamfobia dalam empat bulan, sejak serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang memicu konflik. "Itu adalah jumlah kasus terbesar yang tercatat dalam periode empat bulan," kata organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan. (viva.co.id, 23/2/2024).
Bahkan perempuan menjadi sasaran dalam 65 persen kasus. Sekretaris Jenderal Dewan Muslim Inggris (MCB) Zara Mohammed menekankan pentingnya menyoroti Islamofobia berbasis gender. Ini menurutnya telah membuat perempuan Muslim Inggris tidak aman.
"Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi perempuan Muslim yang menghadapi dampak terberat dari serangan ini, seperti yang ditunjukkan oleh bukti. Lebih banyak hal yang harus dilakukan untuk mengatasi Islamofobia di semua tingkatan, dimulai dari politik kita," katanya kepada The New Arab.
Seorang wanita Muslim yang berbicara kepada saluran berita Inggris Sky News, menyatakan dia bisa saja terbunuh oleh batu bata yang dilemparkan melalui jendela karena dukungannya terhadap Palestina.
"Saya tidak akan takut dengan orang-orang itu, mereka tidak akan menghentikan saya melakukan apa yang harus saya lakukan, mereka tidak akan menghentikan saya untuk mendukung kasus yang saya yakini benar. Saya tidak pernah berpikir untuk mengubah penampilan saya karena hal-hal ini karena, inilah saya, saya seorang Muslim dan seperti inilah penampilan kami," kata seorang wanita bernama Mahetab.
Seharusnya dunia membela muslim di Palestina bukan malah diam dan terjangkit islamofobia. PBB pun tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kebiadaban entitas Yahudi di Palestina. Sungguh miris! Lantas, bagaimana kita menyikapi hal tersebut?
Ironi Hari Anti-Islamofobia Internasional
Islamophobia merupakan salah satu serangan terhadap Islam karena kebencian orang-orang kafir. Islamophobia bahkan terus digaungkan saat umat Islam menjadi korban kezaliman zionis. Dunia bahkan tak mampu bertindak apa-apa Ketika umat Islam dijadikan sasaran meski PBB sudah menetapkan hari anti Islamophobia.
Oleh karena itu, ketika Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken memperingati Hari Internasional Perangi Islamofobia pertama pada Rabu (15-3-2023), hal ini jelas sekadar seremonial bahkan omong kosong belaka, karena kasus islamofobia di Barat maupun kawasan lainnya tidak lantas berhenti begitu saja. Islamofobia awalnya lazim terjadi di AS, Inggris, dan Jerman, kemudian menyebar ke wilayah lain, seperti Prancis, juga di Eropa Utara yang tidak banyak komunitas muslimnya.
Bahkan di tengah berkecamuknya konflik Israel-Palestina, Dewan Keamanan PBB nyata tidak mampu berbuat apa-apa. Ditengah upayanya membuat resolusi untuk mendesak gencatan senjata, dengan draf resolusi terbarunya yang disusun oleh Aljazair, dan sudah didukung oleh 13 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, namun sirna karena, Inggris menyatakan abstain, dan Amerika Serikat kembali menggunakan hak veto untuk membatalkan resolusi tersebut pada Selasa (20/2/2024).
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menilai draf resolusi ini bisa merusak perundingan gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas.
"Meski kami tidak dapat mendukung resolusi yang akan membahayakan negosiasi sensitif, kami berharap dapat terlibat dalam sebuah perjanjian yang kami yakini akan mengatasi banyak kekhawatiran yang kita miliki bersama," kata Greenfield (22/2/2024).
Nyata bahwa Barat tidak sungguh-sungguh melindungi umat Islam. Hari Anti-Islamophobia hanya selatan yang berisi pepesan kosong. Tak layak umat islam menggantungkan berharapan dan memohon perlindungan dari Barat. Sejatinya kebencian pada hati mereka lebih besar dari apa yang nampak diluar. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَا نَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَا لًا ۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ ۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْ ۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَـكُمُ الْاٰ يٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami -ayat (Kami), jika kamu mengerti." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 118)
Mengembalikan Perisai Sejati Umat
Ironisnya, gelombang Islamofobia justru meningkat ketika mata dunia dihadapkan pada genosida warga Palestina secara brutal oleh pasukan Israel. Berbagai media diseluruh dunia menyuguhkan keadaan umat Islam Palestina. Kondisi terakhir Palestina warga gaza kini secara sistematis diserang kelaparan. Mereka pun mencari sisa makanan untuk mengisi perut.
Menurut laporan Al-Jazeera, selama beberapa hari terakhir, warga Palestina dari utara berkumpul dalam kelompok besar menunggu truk bantuan di Jalan Salah al-Din dekat Kota Gaza. Namun kala itu, mereka terus ditembaki pasukan Israel.
"Kami datang ke sini untuk mendapatkan bantuan," kata seorang warga Palestina kepada Quds News Network setelah serangan di Jalan al-Rashid, barat daya Kota Gaza, yang menewaskan dan melukai puluhan warga sipil.
Penderitaan umat Islam Palestina tidak mampu membuka mata dunia siapa penjajah sejatinya. Sepanjang gelombang islamofobia, ini menunjukkan dunia sudah mati rasa, tak ada toleransi, kebersamaan apalagi perdamaian dunia sebagaimana yang mereka ucapkan.
Justru bagi kaum muslimin acap kali menerima tudingan sebagai umat yang intoleran, bahkan radikal, perihal keyakinan mereka terhadap pelaksanaan syariat Islam secara kafah dalam kehidupan, jelas tidak ada faktanya. Tudingan semacam ini jelas fitnah sekaligus dusta besar karena melaksanakan syariat Islam secara kafah adalah perintah Allah Taala. Di samping itu, Islam juga telah mengatur dengan tegas perihal toleransi antarumat beragama. Islam bahkan melarang pemaksaan kepada nonmuslim untuk meyakini akidah Islam.
Allah Taala berfirman,“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”(QS Al-Kafirun [109]: 6).
Juga dalam ayat, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Oleh karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Berbagai peristiwa islamofobia justru menegaskan lemahnya posisi politik umat Islam di panggung internasional. Muara dari semua ini tersebab oleh ketiadaan institusi politik yang menjadi perisai bagi umat Islam, yakni Khilafah, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai (junnah), orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah dan :llah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, maka ia harus bertanggung jawab atasnya.”(HR Muslim).
Tidak hanya kesadaran akan pentingnya perlindungan politik melalui tegaknya Khilafah sebagai junnah (perisai), gelombang islamofobia juga harus menyadarkan kaum muslimin di seluruh dunia tentang betapa berharganya jiwa seorang muslim sehingga tidak layak dihilangkan tanpa alasan yang hak.
Wallahu'alam bishowab