Bullying Terus Terjadi

 


Oleh: Elih Lisnawati


Sungguh sangat miris saat ini fenomena maraknya kasus bullying terjadi di berbagai daerah ini terjadi pada hari Rabu (28-2-24)
di ruko belakang kawasan Lucky plaza, Kota Batam, Kepulauan Riau.Kapolres Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N. Mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pelaku dan korban saling ejek di aplikasi WhatsApp.


Kemudian pelaku mengajak tiga temannya untuk mendatangani korban dan melakukan penganiayaan karena faktor sakit hati dibilang merebut pacarnya (Kompas TV, 2-3-2024). Kepolisian menjerat pelaku dengan dua pasal yang berbeda. Karena seorang pelaku telah berumur 18 tahun sehingga terkatagori dewasa dan dijerat dengan pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 7 tahun penjara.


Sedangkan tiga pelaku masih dibawah 18 tahun sehingga terkatagori anak-anak dan dijerat pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana paling lama 3 tahun 6 bulan penjara dan/atau denda sebanyak Rp 72 juta. Perbedaan hukum pidana bagi pelaku bullying yang menyebabkan tidak ada efek jera bagi pelaku. 


Di sebabkan oleh penerapan sistem sekulerisme yang menjauhkan peran agama dari kehidupan dan menuhankan kebebasan. Sehingga anak menjadi bebas dan buas dengan melakukan perbuatan-perbuatan sesuka hatinya tanpa merasa takut dan berdosa. 


Kasus bullying ini kembali terulang diakibatkan lemahnya pengasuh terhadap anak. Yang seharusnya keluarga itu berperan penting bagi pengasuh anak sehingga anak -anak tahu mana yang halal dan mana yang haram. Juga mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan sehingga pemahaman tentang bahwa bullying merupakan hal yang haram dan buruk.


Sehingga tidak boleh dilakukan oleh siapa pun. Namun, saat ini fungsi pengasuhan keluarga terhadap anak telah runtuh. Di karena kan para orang tua sibuk bekerja untuk mengejar uang. Tingginya biaya hidup memaksa para orang tua fokus pada pekerjaan dan melalaikan tugasnya dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya.


Akibatnya, muncullah generasi minus kasih sayang dan bertindak tanpa arahan, semata-mata demi memuaskan rasa kasih sayang yang tidak dia temukan di rumah.
Kegagalan Sistem Pendidikan. Selain itu, fenomena maraknya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. 


Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru dipenuhi aksi kekerasan disebabkan asas pendidikan saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, anak hanya menerima informasi tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam tingkah laku mereka.


Anak-anak dijejali aneka materi pelajaran, tetapi mirisnya, mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Terjadilah, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan. Toh, sanksi yang ada tidak menjerakan bagi para pelaku bullying. 


Sistem Islam akan mencegah bullying.
Hal ini tidak akan terjadi di dalam sistem Islam. Karena Islam memiliki seperangkat sistem yang efektif mencegah bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh dan dijauhkan dari azab neraka.


“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)


Sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan sehingga meringankan beban orang tua. Tidak ada istilah “kerja keras bagai kuda” hingga melalaikan pendidikan anak. Dengan demikian para orang tua akan bisa menjalankan fungsi pengasuhan dengan optimal.


Tidak akan ada anak yang terabaikan karena orang tua terlalu sibuk bekerja. Setiap orang tua paham bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dengan baik. Sistem Islam akan menerapkan sanksi yang tegas, pelaku kekerasan akan dihukumi dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Terkait dengan penganiayaan, berlaku hukum qishas, yaitu balasan yang setimpal.


“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishas-nya (balasan yang sama).”(QS Al-Maidah: 45).


Setiap pelaku kekerasan yang sudah baligh, sudah terkena sanksi meski usianya masih di bawah 18 tahun. Sudah saat penerapan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam diterapkan kembali. Untuk menyelamatkan generasi anak didik sehingga bisa mencegah anak -anak melakukan perbuatannya yang di haramkan juga akan memiliki sikap yang empati terhadap sesama teman-temannya 

Wallahua'lam bish-shawwab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم