Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Ilmu dan Tsaqofah
Ilmu adalah pengetahuan yang diambil melalui cara penelaahan, eksperimen, dan kesimpulan. Misalnya ilmu fisika, kimia, matematika. Tsaqofah adalah pengetahuan yang diambil melalui berita-berita talaqi (pertemuan secara langsung), dan istinbat (penggalian/penarikan kesimpulan). Misalnya sejarah, bahasa, fiqih, filsafat, dan pengetahuan non eksperimental lainnya.
Perbedaan antara saqofah dan ilmu adalah: bahwa ilmu bersifat universal untuk seluruh umat manusia, tidak dikhususkan kepada satu umat saja. Sedangkan saqofah sifatnya khusus dan dinisbahkan kepada umat yang memunculkannya, yang memiliki ciri khas dan berbeda dengan yang lainnya.
Bahasa Arab adalah salah satu tsaqofah terpenting dalam Islam. Alquran yang diturunkan dalam Bahasa Arab, begitu juga sumber-sumber hukum lain seperti hadis dan ijma’ sahabat, menuntut umat untuk memahami bahasa ini saat hendak melakukan penafsiran dan penggalian hukum. Tanpa Bahasa Arab, penafsiran Al-Qur'an dan penggalian hukum bisa jadi akan menghasilkan kesimpulan yang menyimpang dari apa yang dikehendaki Sang Pembuat Hukum.
Pendekatan struktural merupakan pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi anggapan bahasa sebagai kaidah yaitu mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa, apa yang kita kenal sebagai ilmu nahwu, sharaf, dan balaghah. Sedangkan pendekatan fungsional memandang bahasa dari segi fungsinya sebagai alat untuk mengkomunikasikan ide, yaitu menekankan pada aspek muhadatsah atau percakapannya.
Pendekatan struktural, merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran Bahasa Arab. Dengan mempelajari nahwu sharaf dan balaghah, seseorang akan mampu membaca kitab dan menerjemahkan sekaligus juga akan mampu berkomunikasi dalam bahasa Arab.
Pada tahap selanjutnya ia akan mampu memahami dengan benar apa yang terkandung dalam Alquran dan hadis, atau dengan kata lain akan mampu memahami hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam Alquran dan hadist Rasulullah SAW.
Sangat berbeda, jika fokus pada aspek fungsional saja, sedangkan aspek struktural hanya dipelajari sesuai kebutuhan. Maka yang diperoleh hanya kemampuan berbahasa semata, sedangkan aspek lainnya yang justru lebih penting, yaitu mampu memahami hukum-hukum syara’ dan seruan-seruan dalam Al-Qur'an dan hadist, tidak terwujud.
Bahasa Arab, Bahasa Al-Qur'an
Allah Swt. berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.” (QS Yusuf [12]: 2)
Allah SWT menegaskan dalam ayat tersebut bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang dipergunakan dalam Al-Qur’an.
Demikian juga dalam firman-Nya yang lain:
“Sesungguhnya kami telah menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, supaya kalian bisa memahaminya.” (QS Az-Zukhruf: 3)
Terkait dipilihnya bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an, Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, ”Karena bahasa Arab adalah bahasa paling fasih, paling jelas, paling luas, dan paling banyak pengungkapan makna yang dapat menenangkan jiwa. Oleh karena itu, kitab yang paling mulia ini (yaitu Al-Qur’an, pen.) diturunkan dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa Arab).”
Hal senada disampaikan Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah ketika beliau menjelaskan QS Asy-Syu’ara [26]: 192—195, ”Bahasa Arab adalah bahasa yang paling mulia. Bahasa Rasul yang diutus kepada mereka dan menyampaikan dakwahnya dalam bahasa itu pula. Bahasa yang jelas dan gamblang. Dan renungkanlah bagaimana berkumpulnya keutamaan-keutamaan yang baik ini. Al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, diturunkan melalui malaikat yang paling utama, diturunkan kepada manusia yang paling utama pula, dimasukkan ke dalam bagian tubuh yang paling utama, yaitu hati, untuk disampaikan kepada umat yang paling utama, dengan bahasa yang paling utama dan paling fasih yaitu bahasa Arab yang jelas.” (Taisiir Karimir Rahman, hlm. 598).
Penguasaan Bahasa Arab, Kunci untuk Membuka Pemahaman Islam
Sumber rujukan ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Sunah, keduanya memakai bahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab yang memuat hasil karya para ulama terdahulu yang telah mengerahkan segenap upayanya untuk menggali hukum-hukum Islam, banyak yang belum diterjemahkan, masih tersimpan dalam bahasa Arab. Kekayaan khazanah ilmu Islam tersebut belum dimanfaatkan umat, sehingga belum bisa menjadi cahaya penerang dalam kehidupan. Umat masih jauh dari petunjuk-Nya dan terus bergelimang dalam kejahilan. Karenanya, untuk memahami semua sumber ilmu tersebut, butuh kemampuan mumpuni terkait bahasa Arab. Kedudukan bahasa Arab dalam ajaran Islam ibarat kunci, mustahil bisa memasuki sebuah rumah tanpa memiliki kunci pintunya. Sebagaimana dikemukakan Abu Ishaq asy-Syathibi dalam kitabnya, Al-Muwafaqat, hlm. 2/101:
إن هذه الشريعة المباركة عربية، لا مدخل فيها للألسن العجمية
“Sesungguhnya syariat yang berkah ini adalah Arabiyah (dengan lisan Arab), (itu sebabnya) tidak ada pintu masuk (untuk memahaminya) dengan lisan ‘ajam (selain Arab).”
Menurut Imam As-Suyuthi, “Bahasa Arab adalah termasuk bagian dari agama, karena ia termasuk masalah yang hukumnya fardu kifayah, dan dengannya akan diketahui makna lafaz-lafaz Al-Qur’an dan Sunah.” (Al-Muzhir fii Uluumil Lughah. Jilid 2. hlm. 302). Imam As-Suyuthi sangat mengakui urgensi bahasa Arab dalam Islam, bahkan dalam kitabnya yang lain beliau mengatakan bahwa penguasaan beberapa cabang bahasa Arab berupa nahwu, tashrif, isytiqaq, al-bayan, al-ma’ani, dan al-badi’ merupakan di antara syarat yang harus terpenuhi untuk bisa menafsirkan Al-Qur’an. (As-Suyuthi. Al-Itqaan fii ‘Uluumil Qur’an. II/510.)
Terkait pentingnya bahasa Arab ini, jauh sebelum para imam ahli tafsir, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu juga telah mengemukakan dalam pesannya:
تعلَّموا العربيةَ؛ فإنها من دينِكم
“Pelajarilah bahasa Arab, karena bahasa ini bagian dari agama kalian.” (Ibnul Anbari. Idhah al-Waqf. 1/31.)
Urgensi bahasa Arab dalam memahami Islam juga disampaikan oleh para imam mazhab, seperti Imam Syafi’i dalam pernyataan beliau:
فعلى كل مسلم أن يتعلم من لسان العرب ما بلغه جهده حتى يشهد به أن لا إله إلا الله وأن محمد عبده ورسوله ويتلوا به كتاب الله
“Maka wajib atas setiap muslim untuk mempelajari bahasa Arab sekuat kemampuannya, sehingga dia bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah Taala dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan dengannya dia bisa membaca kitabullah.“ (Ar-Risalah, 1/48.)
Sungguh jelas bahwa Al-Qur’an memiliki hubungan erat dengan bahasa Arab. Keduanya tidak boleh terpisahkan sampai kapan pun, termasuk dalam membacanya juga harus dengan bahasa Arab, seperti ketika Malaikat Jibril menyampaikannya kepada Baginda Nabi saw.. Terkait hal ini, Imam An-Nawawi mengatakan dengan tegas:
لا تجوز قراءة القرآن بالعجمية سواء أحسن العربية أو لم يحسنها سواء كان في الصلاة أم في غيرها فإن قرأ بها في الصلاة لم تصح صلاتة هذا مذهبنا ومذهب مالك وأحمد وداود وأبو بكر بن المنذر
“Tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab), baik dia bisa bahasa Arab atau tidak, baik dibaca ketika salat maupun membacanya di luar salat. Jika membaca Al-Qur’an dengan cara semacam ini di dalam salat, salatnya tidak sah. Ini merupakan pendapat mazhab kami (Syaf’iiyah), mazhab Imam Malik, Imam Ahmad, Daud, dan Abu Bakr bin al-Mundzir.” (At-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur’an, hlm. 96)
Dari kutipan sejumlah pernyataan para ulama tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan tidak ada beda pendapat di kalangan ulama tentang peran penting bahasa Arab. Bahasa Arab ibarat bahasa ibu bagi umat Islam. Jika umat Islam meninggalkan bahasa Arab bisa jadi mereka juga pelan-pelan meninggalkan Islam. []