Pernikahan Dini Jadi Masalah Lagi

 


Oleh: Fatimah Abdul (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Pernikahan Dini kembali menjadi polemik. Pernikahan di usia muda faktanya ditentang habis-habisan dalam sistem Kapitalisme Sekuler. Hal ini diperjelas dengan dikeluarkannya berbagai program dari lembaga-lembaga pemerintah yang bertujuan untuk menekan angka pernikahan pada pasangan yang berusia muda. Namun anehnya program tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan pendukung lainnya agar bersinergi untuk mencegah pernikahan dini.


Berdasarkan data dari Dinas Sosial bulan Desember 2023, di kabupaten Nganjuk ada sekitar 32 kasus pernikahan dini. Untuk itu Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) mengadakan sosialisasi secara intensif  kepada masyarakat Nganjuk mengenai dampak negatif dari pernikahan usia muda. Tujuan dari pada sosialisasi ini adalah untuk menekan angka perkawinan anak yang jumlahnya terus meningkat.


"Pencegahan pernikahan dini dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa ada lima kategori yang harus disampaikan kepada masyarakat," kata Musidah dalam talkshow di Radio Suara Anjuk Ladang Pemkab Nganjuk (surabaya.tribunnews.com, 24/01/2024)


Lima kategori tersebut menurut Ketua Harian Puspaga ibu Musidah diantaranya adalah segi psikologi, kondisi sosiologi, sejarah, wilayah, budaya, tradisi dan yang terakhir adalah konteks UU. Dalam undang-undang yang berlaku  batasan usia pada anak adalah 0 hingga 18 tahun. Disebut pernikahan dini apabila terjadi pernikahan dalam rentang usia 0-13 tahun, ini dinamakan pernikahan anak. Kemudian pernikahan yang terjadi pada rentang usia 13-18 tahun disebut dengan pernikahan remaja. Jadi, baik pernikahan anak maupun remaja keduanya masuk dalam kategori pernikahan dini. Masih menurut keterangan dari ibu Musidah bahwasanya pernikahan dini diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu, faktor kemiskinan, putus sekolah, hamil di luar nikah, budaya masyarakat dan untuk menghindari godaan perzinaan.


Menurut psikolog Puspaga Nganjuk ibu Nuril Bariroh, pernikahan dini dapat mengakibatkan suasana hati yang tidak stabil yang berujung pada stress dan depresi sehingga dibutuhkan kematangan dari sisi usia, kematangan emosi juga pendidikan yang memadai. Ini semua dibutuhkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam suatu pernikahan. Namun, benarkah pernikahan dini ini sangat berbahaya dan merupakan momok yang benar-benar harus dicegah? Bagaimana pandangan Islam mengenai masalah pernikahan dini ini?


Dalam sistem pemerintahan Demokrasi Kapitalisme Sekuler, Pernikahan dini dipandang sebagai suatu masalah dan biang kerok adanya kehamilan yang tidak diharapkan. Tingginya angka pernikahan dini bukanlah suatu masalah independen yang penanganannya hanya cukup dengan mengeluarkan peraturan atau UU batasan usia pernikahan. Akan tetapi ada masalah yang lebih kompleks yang melatarbelakangi munculnya berbagai masalah dan salah satunya adalah tidak adanya batasan dalam pergaulan dikalangan remaja yang mengarahkan pada terjadinya perzinahan yang berujung pada pernikahan darurat di usia belia.


Bukanlah suatu tindakan yang tepat apabila pemerintah hanya mengedepankan narasi dampak negatif yang diakibatkan oleh pernikahan dini. Menyebarluaskan narasi bahwa Pernikahan Dini dapat menyebabkan perceraian, stunting serta timbulnya KDRT tanpa mencari tahu dari manakah akar masalah-masalah tersebut . Hal inilah yang menyebabkan masyarakat percaya begitu saja dan sepakat untuk menolak pernikahan pada usia muda tanpa berfikir panjang lagi.


Pernikahan yang dilakukan pada usia muda di dalam Islam bukanlah dipandang sebagai suatu permasalahan. Pada dasarnya siapa pun yang sudah menginjak usia baligh maka sejatinya Allah SWT telah menganugerahkan sebuah naluri yang dinamakan dengan gharisah nau' (ketertarikan terhadap lawan jenis) yang fungsinya adalah untuk melestarikan keturunan. Untuk menyalurkan naluri ini Islam memiliki aturan yaitu melalui sebuah ikatan pernikahan yang sah. Pernikahan pada usia muda tidak seharusnya ditentang akan tetapi memang membutuhkan dukungan penuh dari keluarga dan pemerintah untuk menciptakan sebuah keluarga yang berkualitas.


Pertama dari segi pendidikan, anak laki-laki harus dikenalkan dan dibekali dengan pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas/pekerjaan laki-laki. Dengan demikian anak dengan  gender laki-laki akan mengetahui apa saja tugasnya dalam keluarga. Pun begitu dengan anak perempuan, mereka harus dikenalkan dan diajarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kaum perempuan, misalnya memasak, mencuci baju, menyapu, membereskan rumah dan lain sebagainya. Dengan demikian ketika mereka memasuki masa menjalin hubungan pernikahan tidak akan merasa asing akan dunianya yang baru. Selain itu pendidikan dengan basis akidah Islam menguatkan keimanan pada diri generasi muda sehingga mereka tidak akan merasa cepat putus asa dalam menghadapi persoalan. Tidak seperti generasi zaman now yang cantik secara lahiriah namun rapuh secara batiniah.


Jika faktanya saat ini banyak pernikahan dini yang mengakibatkan munculnya berbagai masalah seperti perceraian ataupun KDRT, hal itu terjadi bukan karena faktor pernikahan dini akan tetapi lebih kepada pola hidup yang mengadopsi paham sekulerisme liberal dimana Hak Asasi Manusia sangat dijunjung tinggi. Kebebasan manusia dianggap sangat penting sehingga menabrak semua aturan agama (Islam) yang sejatinya memberikan hak-hak kepada manusia secara proporsional dan juga adil serta memberikan perlindungan yang sebenar-benarnya. Paham sekuler liberal telah mengacak-acak fitrah manusia yang seharusnya memiliki batasan-batasan tertentu dan tugas-tugas tertentu dalam kehidupan.


Tugas seorang ayah sebagai kepala keluarga, mencari nafkah untuk anak-anaknya dilimpahkan kepada seorang ibu, sehingga ibu yang seharusnya merupakan tulang rusuk kini harus menjadi tulang punggung keluarga dari segi ekonomi. Hal ini menyebabkan tugas seorang ibu digantikan oleh sosok ayah yang secara fitrahnya bukan ditugaskan untuk mengurus rumah tangga. Walhasil karena tugas tersebut tidak ditangani oleh ahlinya, sehingga baik ibu ataupun ayah akan struggling menjalankan tugas yang bukan semestinya. Segala sesuatu yang ditangani oleh yang bukan ahlinya maka tunggu saja kehancurannya, begitulah sekiranya ungkapan yang tepat atas rancunya paham Sekulerisme liberal dalam mengatur kehidupan.


Selain itu, upaya pencegahan pernikahan dini dengan berbagai program-program yang ada faktanya tidak membuahkan hasil. Pernikahan dini tetap ada dan terus meningkat disebabkan karena kebijakan yang ada bertolak belakang dengan sistem hidup yang diterapkan. Generasi dilarang menikah muda namun pergaulan dikalangan remaja dibebaskan, tidak ada aturan mengenai cara berpakaian/menutup aurat bagi perempuan, tontonan video porno pun mudah diakses padahal hasrat seksual pada diri manusia dapat dirangsang melalui visual/penglihatan.


Selain itu sistem hukum yang ada pun selain tidak memberikan keadilan juga tidak memberikan efek jera, sehingga berbagai pelanggaran yang ada hukumannya tidak sesuai dengan perbuatan jahatnya. Begitulah bila sistem Islam tidak diterapkan dalam kehidupan, yang ada hanya kesengsaraan dan kedzaliman. Bahkan aturan-aturan Allah SWT pun dianggap tidak berguna.


Hidup ini terasa begitu sempit karena telah meninggalkan hukum-hukum Allah Azza Wajalla. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِ نَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى


"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta."

(QS. Ta-Ha 20: Ayat 124). Wallahu'alam bishawab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم