Bonus Demografi, Berkah atau Bencana?



Oleh: Ummu Solihatunnisa


Pemerintah RI khawatir luar biasa mengingat jumlah penduduk Indonesia pada 2045 (usia emas Indonesia) diperkirakan mencapai 324 juta jiwa. Indonesia pada saat itu memiliki bonus demografi yakni proporsi penduduk usia produktif ( 15-64 tahun) akan lebih besar dibanding dengan penduduk usia non produktif ( 65 tahun keatas).


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa mengatakan bahwa pemerintah perlu mewujudkan pertumbuhan yang seimbang. Oleh karenanya, perlu untuk menyusun program Keluarga Berencana (KB) era baru.


Pemerintah secara serius telah membuat program Bangga Kencana atau pembangunan keluarga kependudukan dan keluarga berencana yang merupakan program unggulan dari BKKBN. 


Program bangga Kencana yang merupakan rebranding dari Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga ( KKBPK) memliki lima kebijakan dan strategi, yaitu:


Pertama, memperkuat sistem informasi keluarga yang terintegrasi berupa peningkatan kualitas dan pemanfaatan data program bangga Kencana berbasis teknologi informasi di seluruh tingkatan wilayah. 


Kedua, meningkatkan advokasi dan penggerakan program bangga Kencana sesuai dengan karakteristik wilayah dan segmentasi sasaran. 


Ketiga, meningkatkan akses dan kualitas penyelenggaraan KBKR yang komprehensif berbasis kewilayahan dan fokus pada segmentasi sasaran. 


Keempat, meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang holistik dan integratif sesuai siklus hidup serta menguatkan pembentukan karakter di keluarga.


Terakhir, menguatnya pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian penduduk. Seperti pengembangan GDPK, penguatan sinergitas kebijakan penyelenggaraan pengendalian penduduk, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan. 


Menurut Suharso, kebijakan baru tersebut harus memastikan pasangan muda yang merupakan target program bangga Kencana, siap membangun keluarga. Ini agar terjadi pengendalian kelahiran berencana berdasarkan wilayah dan kelompok sasaran. Pasangan muda harus mempersiapkan diri membangun rumah tangga, baik secara sosial maupun ekonomi, demi menghasilkan generasi berkualitas.


Termasuk di kota Banjar, banyak dibangun kampung-kampung KB dan Rampak Polah Kampung KB, seperti di kecamatan Purwaharja, Pataruman dan Langensari. Bahkan, pada tahun 2023 Desa Langensari menjadi perwakilan dalam apresiasi kampung KB tingkat provinsi Jawa Barat . Dalam 2 tahun terakhir kota Banjar mendapat 2 apresiasi kampung KB dari tingkat provinsi yaitu Kampung KB Ulin Ka Bapa di desa Jajawar dan Kampung Tepas Konci di Kecamatan Pataruman.


Pemerintah juga dipandang perlu mengembangkan caring economics untuk memikirkan keseimbangan kerja antara perempuan dan laki-laki agar pasangan muda bisa menerapkan sistem pengasuhan anak secara baik. 


Tersebab laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat, maka program KB era baru harus disusun untuk menekan laju pertumbuhannya. Tampaknya, pemerintah menganggap bonus demografi bagai bencana yang memerlukan penanganan serius. Padahal, justru hal ini merupakan berkah bagi Indonesia apabila diatur dengan sistem Islam.


Bencana atau Berkah?


Sesuai arahan Presiden Jokowi, setiap keluarga harus melahirkan generasi unggul demi Indonesia maju dan bebas tengkes (stunting). Suharso mengatakan,


 “Tidak hanya dengan dua anak cukup, tetapi dua anak itu harus sehat. (Sehingga) kalau dahulu itu kuantitas, sekarang ini diperhatikan kuantitas dan kualitas.”


Menurutnya lagi, bonus demografi yang dialami Indonesia menunjukkan proporsi penduduk produktif lebih besar daripada yang tidak produktif. 


Berdasarkan sensus penduduk 2020, setiap 100 penduduk produktif menanggung beban 41 penduduk tidak produktif. Oleh sebab itu, negara berupaya membuat beberapa kebijakan agar penduduk yang tidak produktif tidak menjadi beban negara.


Pertama, mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang. Kedua, memastikan kesenjangan kualitas SDM agar dapat tertutupi. Ketiga, menunjang penambahan penduduk lansia pada masa mendatang. Keempat, mendorong perpindahan penduduk sehingga persebaran penduduk lebih merata. Kelima, menjaga keseimbangan pembangunan di desa dan kota.


Saat ini, Indonesia masih menempati posisi ke-4 sebagai negara populasi terpadat di dunia (sekitar 273,5 juta jiwa). Angka tersebut akan terus bertumbuh hingga 50 juta lebih sampai 2045.


Kekhawatiran pemerintah ini juga makin tampak dari berbagai pernyataan pejabat terkait pertumbuhan penduduk negeri. Sampai-sampai pemerintah berupaya menggenjot program KB era baru, serta melakukan pelayanan KB serentak sejuta akseptor (PSA) di beberapa rumah sakit Indonesia.


Apalagi pada tahun lalu PBB memberikan penghargaan kependudukan (United Nations Population Award) pada Indonesia karena memberikan kontribusi luar biasa dan kesadaran terhadap isu kependudukan. Walhasil, penting bagi pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk jika ingin meraih kembali pujian dari lembaga internasional.


Lantas, benarkah bonus demografi merupakan bencana bagi Indonesia dan menghalangi program keluarga berencana?Bisakah menggenjot Program KB Era baru akan mengantarkan rakyat Indonesia menjadi sejahtera?


Program KB masa lalu maupun era baru sejatinya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan keluarga Indonesia. Program sebelumnya mengampanyekan “dua anak cukup”. Realitasnya, kelahiran lebih dari dua anak masih terus berlangsung karena fertilitas penduduk negeri ini memang relatif tinggi.


Akhirnya, pemerintah berupaya menyusun kembali program KB era baru dengan memberikan pengarahan pada pasangan muda yang akan menikah agar mengendalikan kelahiran. 


Program KB juga merupakan implementasi dari program pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) yang merupakan  suatu rencana aksi global yang disepakati para pimpinan dunia termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.


Pemerintah juga membuat program caring economics agar pasangan muda—yang keduanya bekerja—bisa memberikan pengasuhan terbaik bagi anak-anaknya kelak. 


Namun, semua itu tidak akan mampu menjawab persoalan tengkes dan kemiskinan dalam keluarga. Buktinya, program KB masa lalu telah berjalan kurang lebih 30 tahun, tetapi keluarga kecil sejahtera dan generasi berkualitas belum juga terwujud. Apa gunanya menekan laju pertumbuhan penduduk dengan menggenjot program KB, tetapi tidak memperbaiki pengelolaan SDA yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat?


Dengan demikian, persoalannya bukan pada tingginya angka kelahiran, melainkan gagalnya negara menjamin kebutuhan sehingga rakyat miskin dan mengalami tengkes. Begitu pula, jika negara menekan populasi dengan alasan bertambahnya kemiskinan, tingginya angka tengkes, serta beratnya biaya pendidikan dan kesehatan, sebenarnya semua ini bertentangan dengan konsep negara menurut Islam.


Sejatinya, program ini merupakan tambal sulam sistem kapitalisme yg tidak mampu mengurusi seluruh urusan umat.


Bukan Beban Negara


Sebanyak apa pun jumlah anggota keluarga, jika penghidupan mereka dijamin negara, tentu tidak menjadi masalah. Persoalannya, negara abai terhadap pemenuhan sandang, pangan, dan papan rakyatnya bahkan menjadikan sektor pendidikan, kesehatan dan keamanan menjadi komersil. Kemiskinan pun bukan hanya terjadi pada keluarga yang memiliki lebih dari dua anak, melainkan juga pada yang belum berkeluarga ataupun telah berkeluarga, tetapi belum memiliki anak.


Di sisi lain, Eropa dan Singapura yang berupaya mengendalikan populasi dengan pembatasan kelahiran, justru mengalami keresahan karena minimnya pertumbuhan penduduk. Bahkan, mereka berupaya mendorong dan memberi insentif untuk perempuan yang bersedia hamil dan melahirkan. Begitu pula Jepang, banyak sekolah tutup karena tidak memiliki murid akibat menurunnya jumlah penduduk.


Bagi beberapa negara dunia, hilangnya generasi (lost generation) merupakan momok yang sangat mengkhawatirkan. Dunia justru menyadari bahwa pertumbuhan penduduk adalah potensi demografi, bukan beban negara, apalagi bencana dan ancaman.


Islam, menjadikan Bonus Demografi Menjadi Generasi Emas


Sejatinya, kemiskinan yang dialami keluarga Indonesia ialah kemiskinan struktural akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati segelintir kapitalis dan oligarki. Dampaknya, setiap keluarga sulit untuk sejahtera karena tidak bisa menikmati hak mereka atas sumber kekayaan negerinya sendiri.


Menurut Prof. Dr. Fahmi Amhar (Profesor Riset Sistem Informasi Spasial), bonus demografi ini semestinya disikapi positif. Negara seharusnya memformat banyaknya jumlah penduduk menjadi generasi emas, yakni generasi yang bertakwa, sehat, cerdas, gemar bekerja keras, dan dapat saling bersinergi.


Pada masa Khilafah, dalam kurun waktu tidak sampai satu generasi, Khilafah berhasil memproduksi generasi emas yang berjaya selama berabad-abad. Islam memberikan peranan dan arahan bagi setiap keluarga muslim untuk mencetak generasi emas. 


Ada dua hal yang patut dicontoh oleh keluarga muslim sesuai arahan Nabi Saw. Pertama, menanamkan kesadaran pada generasi akan misi Islam bahwa Allah memberi peran bagi manusia untuk beribadah dan menyebarkan rahmat ke seluruh alam. Kedua, menanamkan pada anak-anaknya bahwa umat Islam harus menjadi umat terbaik di tengah manusia. Oleh karenanya, mereka wajib menjadi manusia-manusia pembelajar.


Dalam Khilafah, sinergisitas antara keluarga, masyarakat, dan negara, berlangsung sangat baik. Para orang tua peduli pada pendidikan anak-anaknya, membawa mereka menyantri kepada para ulama dan ilmuwan. Masyarakat akan menjalankan amar makruf nahi mungkar sehingga lingkungan jadi kondusif sebagai tempat tumbuh kembang anak-anak. Negara juga akan memberikan berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan bagi setiap keluarga.


Khatimah


Dalam sistem Islam, setiap keluarga akan sejahtera tanpa harus ada pembatasan jumlah anggota keluarga. Program BKKBN seharusnya diarahkan untuk menyiapkan dan membantu orang tua mendidik anak-anaknya. 


Publik juga harus menyadari bahwa paradigma baru dengan menggenjot program KB era baru, tidak akan memberikan kesejahteraan bagi keluarga. Paradigma ekonomi kapitalisme dan demokrasi liberal telah gagal mengatasi berbagai keluarga Indonesia. 


Sejatinya, program KB merupakan solusi salah arah yang mengalihkan masyarakat dari penyelesaian akar masalah. Kembalilah pada syariat, insyaallah Indonesia menjadi berkah dengan penduduk yang kian bertambah. Wallahua'lam bish-shawab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم