Utang Meninggi, Kapan Indonesia Mandiri?

 



Oleh: Septa Yunis (Analis Muslimah Voice)


Indonesia negara kaya akan sumber daya alamnya, namun tetap bergantung dengan utang luar negerinya. Ngerinya utang yang semakin tahun bertambah itu diklaim masih dalam keadaan aman. 


Seperti yang diutarakan oleh Ekonom Universitas Brawijaya Malang, Hendi Subandi. Ia mengatakan bahwa rasio utang luar negeri Indonesia masih tergolong aman. Ia pun memasukkan kategori utang Indonesia sebagai utang produktif, karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang memberikan dampak positif jangka panjang. 


"Walaupun Indonesia berutang, negara lain juga melakukannya. Tapi selama peningkatan utang dilakukan untuk pembangunan bangsa khususnya infrastruktur, ini akan menambah aset pemerintah. Kalau aset pemerintah lebih besar dari utangnya, ini akan baik-baik saja," kata Hendi, dalam keterangan yang diterima, Sabtu, 30 Desember 2023. (https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1672856-meski-tembus-rp8-041-triliun-ekonom-sebut-utang-indonesia-masih-aman)


Logika yang keliru, alibi seperti itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk terus menambah utang yang jelas sangat merugikan negara. Kita bicara logika, logikanya orang kalau berutang apakah akan aman hidupnya? Apakah pikirannya akan tenang? Dan satu lagi apakah hidupnya akan sejahtera? Tentu sepakat jawabannya tidak. Begitupun negara yang jangkauannya lebih luas. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal III/2023 mencapai  US$393,7 miliar atau sekitar Rp6.180 triliun. 


Dengan nominal tersebut, pemerintah masih saja mengklaim utang Indonesia masih berada di angka aman. Statement tersebut merupakan statemen berbahaya. Karena utang kepada negara lain membuat ketergantungan pada negara asing dan membahayakan kedaulatan negara. Tujuh kali pergantian presiden nyatanya tidak mampu mengatasi utang luar negeri Indonesia, justru utang itu semakin bertambah. Rakyat tetap yang merasakan dampak utang tersebut. 


Perlu dipahami bahwa utang adalah skenario kapitalisme global untuk menjerat negara berkembang agar terus bergantung pada negara kreditur. Dalam buku Politik Ekonomi Islam, Abdurrahman Al Maliki mengatakan pembiayaan proyek negara dari utang luar negeri membahayakan eksistensi negara tersebut. Sebab, kebijakannya akan disetir oleh negara pemberi utang.


Negara yang hidup bergantung pada utang hanya akan melahirkan kesejahteraan yang semu. Seakan-akan mampu membiayai negaranya sendiri, padahal faktanya "ngoyo" untuk mencari pendapatan. Contohnya, Cina dan AS, meski terlihat kokoh, sebenarnya sistem perekonomiannya bubrah. Di luar tangguh, di dalam menanggung utang. Bagaimana bisa dikatakan sebagai negara kaya dan adidaya? Adidaya mereka karena menjajah negara lain.


Dengan demikian, utang luar negeri yang saat ini ditanggung oleh Indonesia sangatlah berbahaya. Rakyat sengsara, wilayah-wilayah Indonesia pun terancam tergadaikan. Dan, satu lagi negeri ini akan jauh dari kata berkah jika tetap berutang yang berasaskan riba. Seharusnya, Indonesia dapat menjadi negara mandiri tanpa ada praktek utang jika pengelolaan sumber daya itu benar sesuai aturan yang Haq, yaitu aturan Allah SWT.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم