Tawanan Perang dalam Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam



Penulis : Ria Nurvika Ginting, SH, MH (Dosen FH-UMA)

Gencatan senjata empat hari antara Israel dan Hamas, kelompok Palestina penguasa Gaza, resmi dimulai hari Jumat (24/11/2023). Sebelumnya Israel disebut akan meghentikan serangan dengan imbalan pembebasan sandera oleh Hamas. Mediator keduanya, Qatar mengatakan gencatan senjata sementara itu akan dimulai pukul 07.00 pagi waktu setempat. Ini diutarakan langsung juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed  al-Ansari. (CNBCIndonesia.com, 24 Nov 2023)

Kesepakatan genjatan senjata mencakup janji Israel untuk menghentikan aksi militernya di semua wilayah tersebut. Penggunaan drone juga akan berhenti di utara Gaza selama enam jam per hari, antara pukul 10.00 hingga 16.00 waktu setempat selama empat hari. Israel juga diminta mengizinkan akses ratusan truk yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza. Adapun selama genjatan senjata Israel berkomitmen untuk tidak menyerang atau menangkap siapa pun diseluruh wilayah Jalur Gaza. 

Disamping itu, Hamas harus mengizinkan tim Palang Merah untuk melihat dan memberikan perawatan terhadap para sandera. Israel juga meminta pembebasan setidaknya 50 sandera dari total sekitar 200 orang yanng masih ditahan oleh Hamas. Mengenai durasi gencatan senjata Israel menawarkan perpanjangan durasi jika Hamas berkenan menambah jumlah sandera yang dibebaskan. (detiknews.com, 22 Nov 2023)

Untuk setiap 10 sandera yang dibebaskan oleh Hamas, jeda pertempuran di jalur Gaza akan diperpanjang satu hari lagi. Kesepakatan ini juga disebut mencakup pembebasan sekitar 150 tahanan Palestina, juga terdiri dari tahanan wanita dan anak-anak, dari penjara-penjara Israel. (detiknews.com, 23 Nov 2023)

Pembebasan sandera pun dimulai di hari jumat 24 Nov 2023 dan dari sandera-sandera yang dibebasakan kita dapat melihat bagaimana perlakuan yang diterima oleh para sandera ketika ditahan baik oleh pihak Israel dan Hamas. 
Amnesty International melaporkan bahwa sejak 7 Oktober, pasukan Israel telah menahan lebih dari 2.200 pria dan wanita Palestina. Organisasi tersebut mengatakan ada beberapa bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya terhadap tahanan yang telah dilakukan oleh pasukan Israel selama empat minggu terakhir. “Tindakan tersebut termasuk pemukulan parah dan penghinaan terhadap tahanan, termasuk dengan memaksa mereka menundukkan kepala, berlutut dilantai selama penghitungan narapidana dan menyanyikan lagu-lagu Israel,”kata Amnesty International mengutip kesaksian para tahanan yang dibebaskan dan pengacara hak asasi manusia seperti dikutip The Guardian. (CNBCIndonesia, 27/11/2023)

Disisi lain, sandera yang dilepaskan oleh Hamas menarik perhatian internasional. Mengapa? Dalam video yang dirilis Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan perlawanan Hamas di Telegram, sejumlah momen-momen tak biasa terekam kamera antara para sandera dan pasukan Hamas. Dilaporkan bagaimana warga Israel yang dibebaskan tampak tersenyum dan melambaikan tangan perpisahan kepada pasukan Hamas. Disebut juga tawanan dalam kondisi sehat di mana beberapa mengacungkan jempol dan membawa botol air serta cemilan. Dalam video diperlihatkan salah satu tawanan memakai kruk karena cedera di kaki, mengucapkan terima kasih kepada pasukan Hamas bersenjata setelah masuk mobil Palang merah (ICRC). Dalam wawancara salah satu sandera juga menyebutkan bagaimana mereka diperlakukan baik. (CNBCIndonesia, 27/11/2023)

Selain itu, sebuah surat pun viral. Ini terkait ucapan terima kasih sandera Israel ke Hamas. Mengutip media Turki TRT, Danielle Aloni menulis surat emosional yang mengungkapkan terima kasihnya kepada kelompok Hamas atas perhatian yang mereka berikan kepada putrinya Emilia. Ia dan sang anak sebelumnya ditawan 49 hari oleh Hamas di gaza yang terkepung dan dibebaskan 24 November. Dalam surat yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan diterjemahkan dalam bahasa Arab ini mengungkapkan terima kasih dari lubuk hari yang terdalam atas rasa kemanusian luar biasa yang anda tunjukkan kepada Emilia. Emilia “merasa seperti seorang ratu”. (CNBCIndonesia, 29/11/2023)

Sungguh perbedaan yang besar yang bisa kita lihat bagaimana perlakuan terhadap sandera/tawanan perang yang diberikan antara Israel dan kelompok Hamas. Bagaimana sesungguhnya perlakuan yang harus diterima oleh tawanan perang (sandera) dalam Hukum Humaniter yang mengatur masalah Perang secara Internasional? Apakah Israel dianggap mematuhi aturan-aturan tersebut terhadap tawanan perang? Jika tidak menjadi pertanyaan besar mengapa pelanggaran ini dibiarkan begitu saja? Mengapa Israel dengan sewenang-wenang memperlakukan tawanan perang? Selain itu, apakah Islam memiliki aturan yang rinci mengenai tawanan perang ini?

Perlakuan Tawana Perang dalam Hukum Humaniter
Hukum Humaniter adalah hukum yang memanusiakan perang sehingga dalam masa perang atau sengketa bersenjata. Hukum humaniter yang mengatur mengenai perlindungan jorban dan tata cara berperang dapat mencegah perang yang tidak manusiawi serta bisa mencegah terjadinya korban yang berlebihan. Salah satu sumber hukum humaniter adalah Konvensi Jenewa yang didalamnya diatur bagaimana memperlakukan tawanan perang. Sungguh hal ini menunjukkan bagaimana dunia internasional sangat memperhatikan bagaimana kondisi ketika terjadi perang. 

Hukum humaniter mengatur seseorang yang berstatus kombatan, otomatis akan mendapatkan perlakuan sebagai tawanan perang, apabila mereka sudah tidak mampu lagi melanjutkan pertempuran (‘hors de combat”) dan jatuh ketangan musuh. Namun, ada pula sekelompok penduduk sipil tertentu walaupun mereka bukan kombatan, apabila jatuh ketangan musuh berhak pula mendapat status tawanan perang. Hal ini terdapat dalam ketentuan pasal 4A Konvensi Jenewa III.

Berdasarkan Konvensi Jenewa khususnya  Konvensi III tentang perlakuan terhadap tawanan perang, Gasser meringkas perlakuan terhadap tawanan perang sebagai berikut:
Menjamin penghormatan: artinya mereka harus diperlakukan secara manusiawi
Menjamin perlindungan; artinya mereka harus dilindungi dari ketidakadilan dan bahaya yang mungkin timbul dari suatu peperangan dan terhadap kemungkinan atas perkosaan integritas kepribadian mereka. Harus ada tindakan-tindakan yang perlu untuk menjamin hal itu.
Memberikan perawatan kesehatan; artinya mereka berhak atas perawatan kesehatan yang setara dan tidak boleh diabaikan walaupun ia dari pihak musuh. 

Inilah aturan internasional dalam Hukum Humaniter khusus dalam Konvensi Jenewa III telah mengatur bagaimana seharusnya memperlakukan tawanan perang baik dari sisi seseorang yang berstatus kombatan ataupun penduduk sipil. Namun, kembali lagi aturan ini hanya menjadi aturan saja. Secara fakta aturan-aturan ini telah dilanggar oleh pihak Zionis Israel namun dunia internasional yang telah sepakat dalam aturan ini tidak dapat bergeming karena kembali lagi yang berkuasa adalah negara adidaya yang menguasai politik internasional.

Negara yang menerapkan ideologi kapitalis-sekuler yang akan mengatur dunia sesuai kehendaknya. Aturan ini akan digunakan jika menurut negara tersebut menyangkut kepentingan ideologinya atau ada manfaat yang akan mereka dapat. Israel mendapat dukungan dari negara tersebut (AS) sehingga negara lain tidak dapat mengambil langkah lebih selain mengecam saja. Bahkan PBB yang dikatakan polisi dunia juga tidak dapat berkutik karena negara AS memiliki hak veto dalam organisasi ini. 

Sungguh, tidak akan ada perubahan jika masih menggantungkan harapan dari kepedulian internasional bahkan aturan-aturan internasional. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang mensejahterakan bukan hanya satu negara tapi seluruh dunia akan merasakannya. Sistem yang sesuai dengan fitrah manusia yakni sistem Islam. 

Perlakuan Tawanan Perang dalam Hukum Islam
Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur urusan ibadah ritual semata. Namun, sebuah ideologi yang merupakan pemikiran yang memancarkan aturan-aturan. Sehingga, Islam pun mengatur mengenai tata cara perang termasuk bagaimana memperlakukan tawanan perang. 
Dalam bahasa Arab, tawanan perang disebut dengan istilah al-asra, bentuk jamak al-asir, bentuk jamak lainnya al-usara dan al-asara. Menurut bahasa, kata al-asir diambil dari kata al-isar, yang berarti al-qayd (ikatan), sebab mereka dibelenggu dengan ikatan. Namun, istilah al-asir jamaknya al-asra, telah digunkan dalam al-Quran dengan konotasi syar’i bukan konotasi bahasa lagi.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. AlAnfal ayat 67. Asra dalam ayat ini adalah pasukan kaum kafir yang berhasil ditawan dalam peperangan, dalam kasus ini Perang Badar. Sehingga secara syar’i Imam al Mawardi telah mendefenisikan tawanan perang sebagai kaum lelaki dewasa yang menjadi pasukan perang kaum kafir jika kaum muslim telah berhasil mengalahkan mereka hidup-hidup. 
Sedangkan kaum wanita dan anak-anak tidak dikategorikan tawanan perang tapi disebut as-sabiy jamaknya as-sabaya. Mereka adalah wanita dan anak-anak kafir harbi yang berhasil ditawan oleh kaum muslim. Seperti pada perang Hunai, Rasulullah mendapat sabiy karena ketika itu banyak kaum wanita yang diikutsertakan dalam peperangan sehingga setelah suku Hawazin melarikan diri kaum perempuan mereka tinggalkan dibelakang. 

Rasulullah memperlakukan laki-laki dan wanitanya berbeda. Laki-laki sebagai asra (tawanan perang) sedangkan wanita sebagai bagian dari ghanimah. 
Terhadap tawanan perang hanya ada dua pilihan hukum, yaitu dibebaskan tanpa tebusan (al-maan) ataupun dijadikan tebusan (al-fida’). Hal ini berdasarkan firman Allah Swt dalam QS. Muhammad ayat 4. Selain itu, dalam QS. Al-insan ayat 8 dijelaskan bahwa seseorang tawananpun adalah manusia yang tetap harus dihormati sebagai seorang manusia. seorang tawanan tetap diperlakukan sebagai seoarang manusia yang membutuhkan makanan yang layak dimakan. Islam juga melarang penyiksaan terhadap tawanan. Allah telah menganugerahi kehormatan tanpa melihat warna kulit maupun ras serta nasabnya. 

Jaminan akan hak-hak syar’i manusia dalam Islam telah diatur sedemikian rupa namun apa yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap tawanan perang merupakan pelanggaran terhadap hak-hak syar’i manusia. hal ini hanya dapat terwujud dengan adanya penerapan syariat Islam secara menyeluruh didalam lini kehidupan. Syariat yang sempurna hanya dapat diterapkan dalam sebuah institusi Daulah Khilafah yang dipimpin seorang Khalifah yang akan menjadi perisai umat sehingga tidak akan terjadi pelanggaran terhadap hak-hak syar’i manusia baik muslim maupun non-muslim. Baik tawanan perang maupun sipil dalam kondisi perang. 

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم