MIRISNYA KELUARGA DALAM KAPITALISME, PEMBUNUH NYAWA ANAK TAK BERDOSA



 
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
 
Sungguh mengoyak nurani, berita hilangnya nyawa empat anak di tangan ayah kandungnya sendiri yang baru saja terjadi. (https://megapolitan.kompas.com, Kamis 7 Desember 2023) (1). Ini menunjukkan, keluarga sebagai benteng pelindung anak yang terakhir, rupanya sudah tidak aman lagi. Bahkan bisa menjadi malaikat maut pencabut nyawa bagi anak-anak tak berdosa. 
 
Si ayah sebagai terduga pelaku, ditemukan dalam kondisi meregang nyawa setelah mencoba bunuh diri, ternyata sebelumnya pernah dilaporkan sebagai pelaku KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap si istri. Sampai terjadinya tragedi ini, si ibu dari anak-anak yang malang ini masih dalam kondisi perawatan di RS akibat KDRT tersebut.
 
Sungguh menyedihkan melihat kondisi keluarga saat ini. Bangunannya demikian rapuh, sehingga mudah terjadi tindak kekerasan dan kriminalitas. Rata-rata yang menjadi korban adalah anak sebagai pihak terlemah dalam keluarga. Ironisnya, si pelaku adalah pihak orang tua sendiri; pihak yang seharusnya menjadi pihak pertama dan utama  dalam melindungi anak-anak mereka. 
 
Banyak faktor yang menyebabkan kondisi tragis seperti ini. Faktor sulitnya ekonomi, komunikasi suami istri yang tersumbat, konflik keluarga, minimnya pemahaman agama, dan lain-lain. Paradigma sekuler kapitalisme membuat bangunan keluarga rapuh, karena lemahnya iman yang berpangkal dari sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Sehingga ada ujian sedikit dalam keluarga, anggota keluarga mudah depresi dan tersulut emosinya. Dampaknya, anggota keluarga lain, terutama anak dan istri sebagai pihak lemah; yang akhirnya menjadi korban. 
 
Kondisi ini tidak terjadi dalam naungan Khilafah dengan penerapan Islam kafahnya. Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang berasal dari Allah Sang Pencipta manusia, tentu paling memahami aturan yang terbaik bagi hamba-Nya. Sehingga Islamlah aturan terbaik bagi manusia. Islam akan sempurna penerapannya manakala diterapkan secara kafah (menyeluruh). Keberkahannya akan lebih sempurna.
 
Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam, yang akan mencetak sosok-sosok individu yang berkepribadian Islam, di mana pola pikir dan pola sikapnya sama-sama Islaminya. Sehingga akan terbentuk individu masyarakat yang beriman dan bertakwa. Selalu takut pada Allah. Bervisi akhirat. Bahagia manakala berhasil menunaikan perintah-Nya dan meraih rida-Nya. Sehingga tidak mudah berbuat maksiat, dan tidak mudah goyah manakala ujian hidup menerpa dirinya.
 
Pribadi-pribadi berkarakter Islam yang tangguh ini, juga digembleng oleh Khilafah untuk memahami fikih munakahat (Syariat berkenaan tentang pernikahan) selama masa studi formal dan non formalnya. Sehingga saat mereka baligh (sudah matang organ reproduksinya), mereka akan siap berumah tangga untuk membentuk keluarga samara (sakinah mawaddah warrahmah, keluarga yang tenang yang penuh cinta dan kasih sayang), dengan memahami hak dan kewajiban sebagai suami dan istri sesuai Syariat. Sehingga tidak ada pengabaian tugas sebagai suami maupun istri, yang berpotensi menyebabkan keretakan rumah tangga.
 
Jaminan sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam ini diwujudkan Khilafah dengan biaya terjangkau oleh masyarakat, bahkan bisa gratis. Karena Khilafah sebagai pihak negara, berkewajiban menjamin, mencukupi dan mengurus semua kebutuhan rakyatnya. Sesuai sabda Rasulullah saw :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Al-Bukhari). 
Maka pendidikan disediakan secara merata dan berkualitas, sehingga masyarakat semuanya terdidik dengan Syariat-Nya.
 
Kesejahteraan juga akan diwujudkan Khilafah dengan memberikan peluang kerja seluas mungkin bagi para suami untuk mencari nafkah bagi anak istrinya. Jika suami terkendala untuk bekerja karena sakit/cacat fisik, maka kewajiban beralih pada wali di anak yaitu saudara laki-laki dari si suami yang mampu secara ekonomi. Jika ternyata semua wali si anak fakir miskin, maka Khilafah akan menanggung semua nafkah anak istri yang menjadi tanggungan si suami.
 
Jika terjadi perselisihan dalam rumah tangga, Khilafah akan menengahinya dan mencarikan jalan keluarnya sesuai Syariat. Sehingga tidak dibiarkan keluarga berjalan sendiri tanpa pantauan dan bimbingan Khilafah. Jika terjadi KDRT, maka jelaslah ini adalah bentuk penganiayaan yang akan dikenai sanksi yang tegas, yaitu Jinayat. Pelaku tetap  dikenai sanksi tegas, tidak akan semudah itu dilepaskan seperti apa yang dialami si pelaku; sehingga dia bisa leluasa mengulangi tindak kriminalitas lagi yang bahkan lebih keji, yaitu membunuh keempat anaknya.
 
Jinayat, dalam kitab Sistem Sanksi dalam Islam, Abdurrahman Al Maliki menjelaskan, adalah pelanggaran terhadap anggota badan,  didalamnya mewajibkan qishash atau denda harta yang setimpal (diyat). Seperti sabda Nabi saw :
“Bahwa Rasulullah saw telah menulis surat kepada penduduk Yaman. Di dalam surat tersebut di tulis, “Barangsiapa terbukti membunuh seorang wanita mukmin, maka ia dikenai qawad (qishash), kecuali dimaafkan oleh wali pihak terbunuh. Diyat dalam jiwa 100 ekor unta, pada hidung yang terpotong dikenakan diyat, pada lidah ada diyat, pada dua bibir ada diyat, pada dua buah pelir dikenakan diyat, pada penis dikenai diyat, pada tulang punggung dikenai diyat, pada dua biji mata ada diyat, pada satu kaki ½ diyat, paa ma’mumah (luka yang dalam) 1/3 diyat, pada munaqqilah (luka sampai tulang dan mematahkannya) 15 ekor unta, pada setiap jari kaki dan tangan 10 ekor unta, pada gigi 5 ekor unta, pada muwadldlihah (luka yang sampai ke tulang hingga kelihatan) 5 ekor unta, dan seorang laki-laki harus dibunuh karena membunuh seorang perempuan, dan bagi pemilik emas 1000 dinar.” (HR An-Nasa’iy).
Dan tiap diyat anggota tubuh, jumlah harta yang harus dibayar sebagai denda sangat besar. Cukup bisa membuat si pelaku miskin mendadak. Seperti sabda Nabi :
“Pada satu biji mata, diyatnya 50 ekor unta.”
Padahal 1 ekor unta harganya bisa mencapai Rp 20 juta. Jika diyat 50 ekor unta karena melukai salah satu mata sampai cacat permanen, maka harus membayar : 50 x Rp 20 juta = Rp 1 miliar. Bisa dibayangkan berapa diyat yang harus dibayarkan, jika yang luka tidak hanya mata, tapi juga banyak anggota tubuh lainnya. Ini menunjukkan Islam sangat menghargai anggota tubuh manusia, apalagi jiwanya. Sehingga orang akan berpikir seribu kali sebelum melampiaskan emosinya dengan melakukan tindak penganiayaan.
 
Inilah kesempurnaan penyelesaian kasus KDRT oleh Islam kafah dalam bingkai Khilafah. Yang mampu secara nyata memberikan perlindungan pada keluarga. Maka tak heran Khilafah mampu menjadi adidaya dunia pada masa jayanya selama 13 abad lamanya, serta mampu menorehkan kegemilangan peradaban dengan torehan tinta emas dalam sejarah dunia. Semoga Khilafah bisa kembali memberikan perlindungan pada manusia, dalam waktu dekat. Aamiin..
 
Wallahu’alam Bishshawab
 
 
 
Catatan Kaki :
(1)      https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/07/12472521/kronologi-4-anak-ditemukan-tewas-di-jagakarsa-berawal-dari-adanya-bau
 

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم