Penulis: Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.
Sektor transportasi nasional tengah menelan pil pahit. Diberitakan, sebuah mobil tertabrak kereta feeder Kereta Cepat Whoosh di perlintasan di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat pada Kamis (14-12-2023). Sebelumnya, mobil tersebut diketahui melintas di perlintasan tanpa palang pintu. Usai tertabrak, mobil pun sempat terseret sepanjang 500 meter. Insiden maut ini menewaskan empat orang, sedangkan dua korban lainnya luka-luka.
Tersebab hal ini, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) meminta maaf atas ketidaknyamanan penumpang imbas kecelakaan maut tersebut. Akibat kejadian ini, KA feeder yang mengangkut 214 penumpang tujuan Padalarang itu terlambat sampai di stasiun karena harus menunggu di Stasiun Cimahi guna memastikan jalur kembali aman. (CNN Indonesia, 15-12-2023).
Pada waktu yang tidak berselang lama, terjadi kecelakaan bus PO Handoyo. Diberitakan, bus tersebut terguling di ruas Tol Cipali, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pada Jumat (15-12-2023) sore. Kecelakaan ini mengakibatkan 12 orang penumpang meninggal dunia. Penyebabnya diduga karena pengemudi kehilangan kendali atas kendaraannya. (Liputan6, 16-12-2023).
Tamparan Keras
Kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada hari yang beruntun ini tentu menjadi tamparan keras bagi dunia transportasi kita. Indonesia bahkan termasuk negara ASEAN yang memiliki tingkat kematian tinggi akibat kecelakaan berkendara di jalan.
Hal ini ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019-2021, bahwa Indonesia mengalami peningkatan kecelakaan lalu lintas. Lonjakan terbesar angka kecelakaan bahkan terjadi pada 2022.
Sementara itu, data dari IRSMS Korlantas Polri menunjukkan sebanyak 57.117 kecelakaan terjadi di seluruh wilayah Indonesia pada 1 Januari sampai 15 Juni 2022. Dalam rentang waktu tersebut, sebanyak 85.009 orang menjadi korban. Mirisnya, korban meninggal lebih banyak ketimbang korban luka berat.
Angka kecelakaan juga masih meningkat pada 2023, yakni mencapai 155 ribu kasus. Dari angka tersebut sebanyak 66.602 kecelakaan berasal dari kalangan pelajar dengan jenis transportasi sepeda motor. Berkelindan dengan data NTMC, korban kecelakaan yang paling dominan berada di rentang usia 31 hingga 60 tahun, padahal usia tersebut adalah masa-masa produktif seorang manusia.
Faktor Penyebab
Kecelakaan lalu lintas bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari human error, kondisi kendaraan, hingga sarana dan prasarana. Perihal ini, Kementerian Perhubungan mengungkapkan faktor terbesar kecelakaan lalu lintas adalah human error (61% kasus). Selanjutnya, 30% disebabkan oleh faktor sarana dan prasarana serta lingkungan, sedangkan 9% disebabkan oleh kondisi kendaraan.
Namun demikian, faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas ini sejatinya bisa diminimalkan. Harapannya, angka kecelakaan juga bisa berkurang. Hanya saja, tentu perlu adanya upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mengelola lalu lintas dengan sebaik-baiknya demi memberikan jaminan keamanan berkendara bagi warganya.
Dalam hal ini tidak terkecuali faktor edukasi dari pemerintah bagi para pengendara. Pasalnya, pengendara selama ini lebih lekat dengan tuntutan pembuatan SIM dan STNK. Program edukasi aman berkendara justru hampir absen dari andil negara. Pembelajaran berkendara (mobil maupun motor) lebih banyak mengandalkan kursus individual, bahkan tidak jarang pula yang otodidak.
Butuh Edukasi
Selain minimalisasi berbagai faktor penyebab kecelakaan lalu lintas, aspek yang juga perlu diperhatikan adalah perkara kelaikan moda dan infrastruktur transportasi. Pasalnya, menurut data Polri, kecelakaan justru paling banyak terjadi di lokasi dengan kondisi jalan yang baik, yaitu 93,45% dari jumlah total kejadian. Tidak hanya itu, cuaca yang cerah ternyata juga membuat banyak pengendara melanggar aturan.
Kondisi ideal tersebut menurunkan kewaspadaan pengendara hingga akhirnya berpotensi pada terjadinya kecelakaan. Kondisi ini bahkan memicu kecelakaan lebih banyak daripada berkendara di jalan yang berlubang, berombak, beralur, licin, berdebu, berpasir, banjir, dan jalan yang basah.
Hanya saja, ketika problematik ini kita tinjau berdasarkan data kalangan korban terbanyak yang mengalami kecelakaan, yakni pelajar/anak muda, kita akan menyaksikan bahwa kemampuan mereka untuk berkendara berikut daya spasialnya masih ala kadarnya.
Pada titik inilah faktor edukasi berkendara diperlukan oleh para pemilik kendaraan maupun calon pengendaranya. Edukasi seputar lalu lintas dan jalan raya kepada pengendara ini dapat membantu mengurangi human error ketika aspek lain seputar aman berkendara sudah tepat guna.
Jaminan Aman Berkendara
Lebih jauh lagi, sejatinya sangat layak jika rakyat juga menagih jaminan aman berkendara kepada penguasa. Pasalnya, penguasa telah mengadopsi Vision Zero 2050.
Konsep Vision Zero 2050 ini adalah konsep global yang diadopsi oleh sejumlah negara di dunia dalam rangka mengatasi permasalahan keselamatan LLAJ (lalu lintas angkutan jalan). Konsep ini adalah upaya untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas hingga mendekati angka nol (0).
Program Vision Zero ini diklaim berperan menekan angka kematian akibat kecelakaan berlalu lintas sekaligus meningkatkan perjalanan yang aman, sehat, dan adil bagi semua orang. Targetnya, 2050 adalah tahun dengan nol kecelakaan.
Hanya saja, konsep global ini tidak akan lebih dari sekadar wacana jika integritas pengelolaan lalu lintas di suatu negara juga masih sebatas jargon. Terlebih, negara-negara yang mampu melaksanakannya selama ini toh lagi-lagi adalah negara-negara kaya di dunia. Sedangkan negara-negara miskin hanya bisa menontonnya sembari masih terus mengalami peningkatan angka kecelakaan lalu lintas.
Khilafah Menyediakan Iklim Lalu Lintas yang Kondusif
Kita tidak bisa menampik bahwa kecelakaan lalu lintas adalah bagian dari musibah. Masalahnya, wajah buruk manajemen lalu lintas, baik secara riil di jalan raya maupun administratif di struktur aparat di negeri ini, adalah rahasia umum. Jika sistemnya saja sudah jelas-jelas buruk, lantas bagaimana hendak berperan mengatur masyarakat agar menjadi lebih baik, alih-alih menyediakan iklim lalu lintas yang kondusif?
Rasulullah saw. telah mengingatkan kita dalam sabdanya, “Imam/Khalifah itu laksana penggembala (raa’in), dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam Khilafah, pengaturan transportasi dan lalu lintas tidak terlepas dari latar belakang geografis tata kota dan wilayah. Tata kota yang baik akan meminimalkan penggunaan alat transportasi yang banyak, rute perjalanan yang panjang, juga risiko kemacetan jalan.
Tata kota yang baik juga tetap bisa menunjang kedisiplinan warga tanpa harus merasa “wajib serba cepat” untuk sampai tujuan. Warga tidak perlu menempuh perjalanan jauh dan sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, seperti ke pasar, pergi menuntut ilmu, dan bekerja.
Selanjutnya, Khilafah menyediakan berbagai jenis sarana transportasi yang sangat memadai, aman, nyaman, serta sesuai dengan bentang alam di masing-masing wilayah. Satu hal yang pasti, sistem transportasi dan infrastruktur jalan di wilayah Khilafah mustahil dimaksudkan untuk menyulitkan rakyat. Sebaliknya, Khilafah sangat berkepentingan untuk menyediakan iklim lalu lintas yang kondusif bagi warganya.
Untuk itu, tidak lupa Khilafah tetap berperan membina rakyat untuk memiliki kesadaran agar berwawasan perihal keselamatan di jalan tetapi tidak mudah lalai saat berada dalam kondisi yang ideal. Namun pada saat yang sama, mereka juga taat aturan lalu lintas. Wallahualam bishshawab. []