Hilangnya Peran Ayah Dalam Sistem Kapitalisme

 


Oleh: Sri Indriati (Pemerhati Sosial dan Kebijakan Publik)


Tahun 2023 sesaat lagi akan berakhir. Namun, di penghujung tahun ini tak membuat kriminalitas yang mengepung negeri ini lantas turut berakhir. Sebaliknya, kejadian demi kejadian silih berganti menerjang bahkan menyerang pertahanan terakhir yakni, keluarga. Jika bangunan keluarga saja sudah runtuh, lantas apalagi yang bisa dipertahankan? 


Sebagaimana peristiwa kejahatan baru-baru ini di ibukota yang dilakukan oleh seorang ayah sekaligus suami. Seorang laki-laki bernama Panca dengan teganya melakukan aksi pembunuhan terhadap keempat anaknya setelah sehari sebelumnya melakukan  aksi KDRT terhadap istrinya. Dia mengaku melakukan tindakan kejam tersebut lantaran terbakar api cemburu. (kompas.com, 9/12/2023) 


Sebelumnya ada juga peristiwa tak kalah kejam lainnya yang dilakukan oleh seorang suami yakni membakar istrinya hidup-hidup karena cemburu melihat istrinya chatting dengan pria lain. (kompas.com, 5/12/2023) 


Tentu sangat miris tindak kejahatan yang dilakukan seorang ayah sekaligus suami dalam sebuah keluarga. Seorang ayah yang semestinya mengayomi keluarga baik istri maupun anak-anaknya justru berbalik arah menjadi penyebab tercabutnya nyawa anggota keluarganya. Seorang suami yang semestinya berperan menjadi sahabat sekaligus sebagai pendidik istrinya malah bersumbu pendek dan dengan kejamnya mencelakai istrinya. 


Peristiwa-peristiwa kejam di luar nalar seperti ini sejatinya sudah sering terjadi. Namun, sampai detik ini seperti belum terlihat penyelesaian tegas dari pemerintah dalam hal ini pihak berwajib agar kejadian ini takkan terulang kembali. Jika hal ini dibiarkan atau ditindak dengan hukuman yang tidak membuat jera, maka kehancuran bangunan keluarga tinggal menunggu detik-detik kematiannya. 


Memang itulah tujuan utama dari sistem kapitalisme yang terus dipertahankan di negeri ini. Yakni dengan menghancurkan pondasi terakhir dari kaum muslimin yakni bangunan yang bernama keluarga. Sebab dari keluarga yang memiliki akidah islam yang kokohlah akan lahir generasi para pejuang Islam. Maka kapitalisme dengan segenap cara membuat supaya bangunan keluarga ini runtuh, salah satunya dengan menghilangkan peran dan fungsi seorang ayah sekaligus suami. 


Sayangnya, hal ini tak banyak diketahui oleh kaum muslimin. Sehingga banyak kaum muslimin yang tidak merasa bahwa kapitalisme melenyapkan  peran ayah dalam keluarga. Banyak laki-laki yang sudah berstatus sebagai suami dan ayah hanya berperan sebagai pencari nafkah. Mereka menganggap jika sudah bekerja maka sudah selesai tugasnya. Para laki-laki lupa mereka juga memiliki tugas wajib sebagai pendidik istri dan anak-anaknya, sebagai pemimpin keluarga dalam hal ini sebagai pengayom anggota keluarganya. 


Hilangnya peran ayah dalam keluarga menyebabkan rumah yang semestinya menjadi tempat teraman dan ternyaman justru menjadi neraka dunia. Bagaimana tidak, seorang ayah yang merasa capek sudah bekerja berubah menjadi monster yang begitu ditakuti oleh anggota keluarganya. Lantas bagaimana mungkin dalam keluarga yang seperti ini akan mencetak generasi penerusnya perjuangan Islam? 


Oleh sebab itu, supaya peristiwa-peristiwa kejam ini tidak terus berlarut-larut terjadi, semestinya pemerintah dapat mengambil sikap tegas yakni dengan mengenyahkan sistem kapitalisme. Sistem rusak inilah yang menjadi akar penyebab terjadinya tindak kejahatan yang dilakukan seorang ayah. Peran ayah dengan mudah hilang lenyap tak berbekas. Para ayah hanya dibebani tugas sebagai pencari nafkah karena himpitan ekonomi dari sistem kapitalisme. Pemerintah pun hanya menjadi budak kapitalisme karena tak mampu berbuat apa-apa untuk melindungi masyarakat, terutama para laki-laki. Sehingga para laki-laki hanya fokus bekerja banting tulang sepanjang hari demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang kian hari kian melambung tinggi. 


Islam dengan lengkap dan rinci mengatur tugas seorang ayah. Ayah tak hanya sebagai pencari nafkah, namun juga berperan mendidik anak dan istrinya supaya senantiasa berjalan dalam ketakwaan. Tugas ini tentu bukanlah hal yang mudah. Sebab jika ada anggota keluarganya yang  tidak taat dalam ketakwaan, maka kelak seorang ayah akan dimintai pertanggungjawaban. Kecuali, jika ayah sudah semaksimal mungkin menjalankan peran dan tugasnya sebagai pemimpin dan pendidik. 


Sungguh besar sekali dampak yang terjadi saat Islam diabaikan. Sudah semestinya umat Islam kembali menjadikan Islam sebagai pondasi dan sandaran dalam berperilaku dan menyelesaikan setiap persoalan. Hal ini tentu akan lebih efektif jika negara juga memainkan perannya sebagai pembuat aturan dan memberikan sanksi yang tegas berdasarkan aturan dari Sang Pemberi Kehidupan. Wallahu a'lam bishshowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم