Sistem Kesehatan ala Kapitalis, Bikin Rakyat Menangis



Penulis: Suryani


Kementerian Kesehatan RI menggelar upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang ke-59 tahun 2023. Acara berlangsung di kantor Kementerian Kesehatan pada Senin (13/11). Peserta upacara terdiri dari Unit Utama, dan UPT Kementerian Kesehatan yang ada di Jakarta.


Dalam acara ini, Sekretaris Jenderal Kunta Wibawa Dasa Nugraha bertindak sebagai Inspektur upacara. Saat membacakan sambutan Menteri Kesehatan, Sekjen Kunta mengatakan Indonesia tengah mengalami bonus demografi yang hanya terjadi satu kali dalam peradaban sebuah negara.


“Kita, bangsa Indonesia, harus bekerja keras memanfaatkan peluang ini sebagai momentum Indonesia lolos dari middle income trap, menjadi negara berpendapatan tinggi, serta mencapai visi Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.


Untuk itu, manusia Indonesia harus sehat dan cerdas. Hal ini menjadi kunci mencapai masa keemasan tersebut. Karenanya, tema HKN Ke-59 tahun 2023 yaitu Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju. (Home Kabar BKPK.com)


Fakta Sistem Kesehatan di Indonesia.


Seperti kita ketahui, beberapa sistem di negara Indonesia saat ini belumlah berjalan dengan baik. Masih banyak menimbulkan gejolak masalah, termasuk salah satunya adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang buruk. Justru pelayanan sistem kesehatan saat ini dirasakan pada titik paling rendah, yang dampaknya sangat dirasakan masyarakat sekarang.


Masalah kesehatan di Indonesia seakan belum menemukan jalan terang penyelesainnya. Ditambah lagi, dengan keputusan pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS juga merupakan pil pahit yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Dilansir dari laman tempo.com (20/05/2020).


Keputusan ini semakin menegaskan bahwa pemerintah memang tidak peduli terhadap kondisi rakyat. Bahkan di media sosial beredar komentar 'stakeholder' bahwa ketika masyarakat tidak mampu membayar iuran BPJS kelas 1, maka turunlah ke kelas di bawahnya dan begitu sampai ke kelas terbawah. 


Seperti kejadian di Bandung. Jenazah ibu Yulia yang ditahan dan tidak diperkenankan dibawa pulang karena ada penunggakan pembayaran BPJS. Yulia sempat melunasi tunggakan BPJS Kesehatan sebesar Rp 1,8 juta. Meski begitu, kewajiban Yulia dengan BPJS Kesehatan belum usai. Ia masih diharuskan melunasi denda BPJS Kesehatan sebesar Rp 2,6 juta. "Denda Rp 2,6 juta merupakan denda diagnosa awal. Sepertinya itu ada perhitungannya di BPJS," ungkapnya. Yulia mengaku sempat meminta keringanan kepada BPJS Kesehatan agar jenazah ibunya dapat dipulangkan. Ia juga menjadikan dirinya sebagai jaminan RS supaya jenazah ibunya dapat dipulangkan. 


Namun, usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Pihak RS tetap bersikukuh jenazah ibu Yulia tidak dapat dipulangkan. Pihak RS malah memberi tahu Yulia jika kewajiban tidak dilunasi, dia diharuskan membayar Rp 30 juta melalui jalur umum. "BPJS bilang, dikarenakan tidak ada nomor penjamin, maka tetap jenazah tidak pulang harus lunas dulu," kata Yulia. "Saya kurang mengerti nomor penjamin itu apa. Kalau nomor penjaminnya adalah ayah saya, tetapi ayah saya juga sudah tidak ada posisinya," sambungnya. Kompas.com

 

Rakyat seyogyanya membutuhkan layanan kesehatan yang berkualitas, apalagi di masa kondisi ekonomi sedang sulit saat ini. Disaat harga bahan pangan melambung tinggi, pemerintah malah membebani iuran BPJS yang semakin memberatkan.


Hal ini semakin menumbuhkan berbagai keluhan dari masyarakat di sektor kesehatan Indonesia. Mengenai “semua hal harus menggunakan uang”. Keterbatasan ekonomi yang menjadikan mereka enggan untuk memeriksakan kesehatan mereka ke rumah sakit, padahal kesehatan masyarakat sudah menjadi tanggung jawab negara yang harus terpenuhi.


Terlebih lagi adanya kesenjangan sosial dalam pelayanan kesehatan di Indonesia seakan-akan menjawab permasalahan tentang bagaimana praktik kapitalisme itu bekerja. Dengan kata lain, mereka akan menerima layanan kesehatannya sesuai dengan jumlah uang yang mereka keluarkan. Hal tersebut tentunya akan sangat menyulitkan mereka yang tidak beruntung dalam perekonomian. Mereka yang tidak punya uang akan berpikir dua kali untuk memeriksakan kesehatannya ke rumah sakit.


Sistem Kesehatan yang Benar dalam Pandangan Islam


Kebijakan ala kapitalis ini tentu sangat memprihatinkan. Berbeda dengan kebijakan kesehatan pada masa kejayaan Islam terdahulu. Tinta emas peradaban Islam telah menulis tentang pelayanan kesehatan dalam sejarah Khilafah Islam. Hal ini bisa dilihat dari tiga aspek, antara lain :


1. Pembudayaan hidup sehat.


Rasulullah SAW dikenal sebagai manusia tersehat dan sebagai sebaik-baiknya teladan bagi umat manusia. Hal ini ditandai dengan tidak banyak riwayat yang menyatakan Rasulullah sering sakit-sakitan. Beliau memberikan contoh kebiasaan sehat sehari-hari untuk mencegah penyakit. Misalnya: menekankan kebersihan; makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang; lebih banyak makan buah (saat itu buah paling tersedia di Madinah adalah rutab atau kurma segar), mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara, kebiasaan puasa senin-kamis, mengkonsumsi madu, susu kambing atau habatussaudah, dan sebagainya.


2. Kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang kesehatan. 


Pendidikan kedokteran yang bebas biaya dan berdasarkan aqidah Islam akan mengeluarkan output yang berkompeten dan jauh dari petaka malpraktek. Berbagai penelitian tentang penyakit dan pengobatannya dibiayai sepenuhnya oleh negara dan dijamin kehalalannya. Berbagai inovasi kesehatan melalui produk-produknya berupa obat atau sarana prasarananya.


Hal ini dikarenakan kemajuan yang dicapai dalam dunia kedokteran adalah semata-mata mengikuti perintah Allah SWT dalam menjaga urusan umat. Salah satu hadits yang terkenal berbunyi, “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya.”(HR al-Bukhari). Keberadaan obat untuk berbagai penyakit dan memenuhi segala urusan rakyat akan mendorong umat islam untuk membuat kemajuan ilmu dan teknologi dalam penelitian medis.


3. Penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan. 


Kebijakan Khalifah tentang pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, termasuk kualitas dan kuantitas kompetensi para dokter terbaik. Pendidikan kedokteran yang bebas biaya dan berdasarkan aqidah Islam akan mengeluarkan output yang berkompeten.


Pada zaman pertengahan, hampir semua kota besar Khilafah memiliki rumah sakit. Di Cairo, rumah sakit Qalaqun dapat menampung hingga 8000 pasien. Rumah sakit ini juga sudah digunakan untuk pendidikan universitas serta untuk riset. Rumah Sakit ini juga tidak hanya untuk yang sakit fisik, namun juga sakit jiwa. Di Eropa, rumah sakit semacam ini baru didirikan oleh veteran Perang Salib yang menyaksikan kehebatan sistem kesehatan di Timur Tengah. Sebelumnya pasien jiwa hanya diisolir dan paling jauh dicoba diterapi dengan ruqyah.


Semua rumah sakit di dunia Islam dilengkapi dengan tes-tes kompetensi bagi setiap dokter dan perawatnya, aturan kemurnian obat, kebersihan dan kesegaran udara, sampai pemisahan pasien penyakit-penyakit tertentu. 


Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim terdahulu memahami bahwa sehat tidak hanya urusan dokter, tetapi menjadi prioritas pertama dan utama urusan individu masyarakat untuk menjaga kesehatan. Serta ada peran sinergis yang luar biasa antara negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu dan sekelompok ilmuwan Muslim yang memikul tanggung jawab mengembangkan teknologi kedokteran.


Kebijakan kesehatan dalam Khilafah akan memperhatikan terealisasinya beberapa prinsip, yaitu :


1. Pola baku sikap dan perilaku sehat. 


2. Lingkungan sehat dan kondusif.


3. Pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau.


4. Kontrol efektif terhadap patologi sosial. 


Pembangunan kesehatan tersebut meliputi keseimbangan aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif ditujukan untuk mendorong sikap dan perilaku sehat. Preventif diprioritaskan pada pencegahan perilaku distortif dan munculnya gangguan kesehatan. Kuratif ditujukan untuk menanggulangi kondisi patologis akibat penyimpangan perilaku dan munculnya gangguan kesehatan. Rehabilitatif diarahkan agar predikat sebagai makhluk bermartabat tetap melekat.


Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan kepribadian Islam itu sendiri. Dalam hal ini, keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan.  Dr. Ahmed Shawky Al-Fangary menyatakan bahwa syariah sangat concern pada kebersihan dan sanitasi seperti yang dibahas dalam hukum-hukum thaharah.


Jadi, menumbuhkan pola baku sikap dan perilaku sehat tidak lain adalah dengan membina kepribadian Islam dan ketakwaan masyarakat. Tentu hal itu bukan hanya menjadi domain kesehatan tetapi menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat umumnya.


Kebijakan kesehatan Khilafah juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif.  Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian, dan lain sebagainya.

Wallahu a'lam bishawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم