Harga Beras Dan Cabai Kompakan Naik, Emang Boleh?

 


Oleh: Muhelly Mandasari (Aktivis Muslimah)


Derita Rakyat makin hari makin terpuruk. Bak pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula, selain penderitaan sulitnya mendapat penghasilan ditambah lagi pengeluaran untuk membeli harga pangan. Seperti hati yang tersayat. Perih rasanya!


Fenomena ini kerap terjadi di akhir tahun maupun menyambut bulan Ramadhan. Dampaknya harga sembako merangkak naik di setiap bulannya dan nyaris merata di setiap wilayah negeri, bahkan sebagian daerah contohnya harga beras naik benar-benar fantastis. Harga cabai yang ikut merangkak naik juga kebutuhan pangan lain yang bersamaan. Bukan hanya pembeli yang mengeluhkan kenaikan bahan pangan bahkan pedagang pun merasakan dampak omsetnya yang anjlok. Para pedagang harus memutar otak untuk memperoleh keuntungan.


Namun alih-alih solusi pematokan harga yang terjadi seakan menyelesaikan masalah, faktanya justru malah menambah masalah. Bagi ibu-ibu sendiri tentu merasakan betul bagaimana kenaikan harga yang terjadi. Ibu-ibu dituntut harus lebih kreatif dalam mengelola uang belanja.


Dikutip dari Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) harga beras kelas premium sempat tembus di Rp14.990 per kilogram (kg) pada Sabtu (4/11/2023) kemarin. Namun, per Minggu (5/11/2023) pagi, baru sebagian provinsi yang meng-update harga tersebut. Sementara itu, harga beras medium sempat bertengger di harga rata-rata Rp13.210 per kg. Padahal beras medium punya acuan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp10.900 per kg, dan HET beras premium Rp13.900 per kg, sesuai dengan zona daerah. Terpantau 5 bulan belakangan kenaikan memang sungguh sangat menyulitkan masyarakat belom lagi kebutuhan pangan lainnya yang juga ikut naik.


Pedasnya cabai memang memikat lidah namun pedasnya cabai kian kalah dengan harganya yang semakin pedas. Terpantau harga cabai merah keriting mengalami kenaikan dengan rata-rata Rp55.800 per kg. Harga cabai rawit merah terpantau semakin 'pedas'. Kini harga cabai rawit merah tembus Rp 71.200 per kg. Untuk DKI Jakarta tembus hingga Rp86.980 per kg.


Permainan Tengkulak


Adanya permainan tengkulak yang menimbun barang adalah dugaan yang logis. Bahkan praktik mafia di negeri inipun sangat leluasa, mereka bebas memiliki gudang besar untuk menimbun stok beras, lalu menahan distribusi dan menaikkan harga. Sedangkan di Indonesia sendiri dari sisi produksi merupakan lima negara penghasil terbesar di dunia, dan dari sisi konsumsi juga merupakan negara konsumen terbesar setelah Cina, India, Bangladesh. 


Para tengkulak ataupun mafia beras rela melakukan kecurangan hanya demi mendapatkan keuntungan yang tinggi. Seakan tidak adanya  pengawasan dan sanksi tegas dari negara, asal ada modal mereka bebas melakukan sesuka hati. Begitu pun kenaikan harga cabai yang seakan-akan kompak dengan kenaikan harga beras dimana salah satu faktor penyebabnya disinyalir karena alasan faktor cuaca, kondisi tanah, musim hujan yang mengakibatkan cabai busuk.


Bukan hanya ada himbauan dengan berkata "enggak apa-apa cabai mahal sekali-sekali agar petani tidak rugi." Padahal realitanya kehidupan petani tetaplah miskin walau hasil pertanian dan perkebunan mereka produktif. Mereka selalu dipermainkan tengkulak, pengepul dan cukong hingga mempermainkan harga yang nyatanya juga merugikan petani. Begitu juga keresahan di tengah masyarakat karena harga bahan pokok yang tidak stabil dan semakin tinggi. Lalu, menjadi pertanyaan besar mengapa pemerintah tidak bisa mengantisipasi harga pangan (sembako) sementara keadaan ini terus berulang.


Dimana Peran Negara?


Meskipun berulang terjadi, seakan pemerintah membiarkan bahkan tidak ambil pusing dari keresahan ini. Menstabilkan harga bahan pangan adalah peran negara, menciptakan kesejahteraan petani juga pertanian adalah tugas utama negara. Tapi sayang beribu sayang, inilah gambaran yang sebenarnya merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dimana pihak penguasa dan pengusaha hanya fokus pada perhitungan untung dan rugi, bukan pada kesejahteraan rakyatnya.


Pemerintahan dalam sistem kapitalis telah gagal mensejahterakan rakyatnya, bahkan sampai saat inipun belum adanya upaya untuk memaksimalkan dan memberi solusi tepat dalam menekan gejolak harga dipasaran.


Solusi Islam


Didalam sistem Islam negara mampu menjaga stabilitas harga pasar, dengan kebijakan pasar dan kekuatan qadhi hisbah. Dalam pandangan islam pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab meri'ayah (mengurusi) umat. Sumber daya alam (SDA) harus bisa dikelola dengan baik yang tidak boleh diberikan pihak swasta bahkan pihak asing.


Sebagaimana sabda Rasulullah SAW ; "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Daud)


Hukum pun akan ditegakkan agar semua faktor yang menghambat produksi dan distribusi bisa dieliminasi. Bahkan adanya praktek kecurangan dan kezaliman maupun sejenisnya akan dicegah oleh kekuatan politik dalam sistem hukum islam yang diterapkan, termasuk dukungan aparat, serta polisi dan qadhi hisbah yang melakukan patroli di pasar-pasar.


Jika terdapat ketidakseimbangan harga maka negara pun melalui lembaga pengendali akan menyeimbangkan dan mendatangkan barang dari daerah lain, jika belum cukup juga akan diselesaikan dengan kebijakan import. Sungguh kita sangat butuh pengaturan dengan sistem ekonomi Islam yang bisa memberikan harga-harga dapat stabil dan terjangkau untuk kebutuhan masyarakat. 


"Pemimpin adalah pihak yang berkewajiban memelihara urusan masyarakat dan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR.Muslim). Allahua'lam bishshawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم