Oleh: Ai Hamzah
Ramai Sabtu tanggal 25 November para murid dan orang tua memberikan ucapan dan hadiah kepada guru-guru mereka dan guru-guru anak mereka. Berupa ucapan mulai dari flayer atau video singkat tentang para guru. Atau berupa makanan dan buket yang juga mereka persiapkan untuk guru-gurunya. Dunia maya hampir dipenuhi hingar-bingar memperingati hari guru.
Disisi lain euforia khalayak memperingati hari guru memberikan kebahagiaan sesaat bagi para guru. Bak raja dan ratu sehari mereka diperlakukan sangat hormat. Ucapan ucapan yang menyentuhpun menjadi momen haru bagi guru dan murid. Hadiah hadiah pun sudah jauh hari dipersiapkan oleh mereka, untuk membuat guru mereka senang. Betapa saat itu seorang guru begitu penting dalam kehidupan meraka.
Namun, Hari Guru uru yang telah ditetapkan penguasa menjadi bumerang dalam kehidupan nyata. Dimana guru menjadi orang yang tertindas atau bahkan diperlakukan semena-mena. Seperti kasus seorang guru di Bengkulu mendapat perlakuan tak menyenangkan dari orang tua murid yang menyebabkan matanya hampir buta. Hal itu terjadi lantaran ia menegur anak dari orang tua murid tersebut yang kedapatan merokok di sekolah. (Liputan6.com, Jakarta, 3 Agustus 2023).
Atau kasus guru honorer di Bogor yang dipecat kepala sekolahnya gegara mengungkap pungli disekolah tempatnya mengajarnya. Sehingga guru honorer tersebut menjadi kehilangan mata pencahariannya. (Kompas.com, 15 September 2023).
Guru seharusnya sepanjang hidupnya adalah hari guru. Tak ada sekat dengan dibatasi adanya hari guru. Menghormati guru sudah selayaknya dilakukan oleh murid ataupun orang tua nya bukan hanya sekedar hari guru. Seiring dengan itu keberkahan akan ilmu akan mengalir terus. Sehingga ilmu yang diberikannya adalah ilmu yang berkah bermanfaat bagi kehidupannya.
Rosulullah SAW bersabda;
وقال النبي صلى الله عليه وسلم: من أكرم عالما فقد أكرمني، ومن أكرمني فقد أكرم الله، ومن أكرم الله فمأواه الجنة
Artinya: Barang siapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga (Kitab Lubabul Hadits).
كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Artinya: Mereka semua berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Qur'an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang diminta) mereka. Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus untuk menjadi guru (HR Ibnu Majah).
Begitu pentingnya dalam Islam ketika menghormati guru. Para ulama salaf mengajarkan senantiasa menjaga adab kepadanya. Karenanya akan mendapatkan keberkahan ilmu. Dengan terus menjaga adab menuntut ilmu dan adab terhadap guru. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : Sebagian (Ulama) terdahulu jika berangkat menuju gurunya ia bersedekah dengan sesuatu kemudian berdoa: Ya Allah, tutuplah aib guruku dariku. Jangan hilangkan keberkahan ilmunya dariku (al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (1/36), atTibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran (1/47)).
Selain itu menjaga Aib Guru menjadi poin penting bagi para ulama salaf dengan senantiasa berdo’a agar ditutup aib guru-gurunya. Hal tersebut bentuk kesadaran bahwa gurunya juga merupakan manusia biasa yang memiliki kekurangan. Sehingga selalu berharap agar tidak mengetahui kekurangan gurunya. Agar tidak timbul kesan buruk darinya terhadap gurunya itu sehingga menghalangi ia mendapat ilmu dari guru tersebut.
Mendo’akan kebaikan untuk guru tak kalah pentingnya. Mendoakan guru yang telah mengajarkan ilmu kepada kita merupakan bagian dari adab seorang penuntut ilmu. Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Dan barangsiapa berbuat baik kepada kalian maka balaslah kebaikannya. Jika kamu tidak mampu (membalas kebaikannya) maka berdoalah kebaikan untuknya hingga ia mengetahui bahwa kalian telah membalasnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no.216).
Wallahu a'lam.[]